BAB 39 : Fase Baru

662 45 6
                                    


Baca ini dulu ya...
Aku bakal up 1 kali seminggu. Hari apa aja? Aku gak bisa beri kepastian, upss🤭

Jadi kalau semisalnya lama, harap dimaklumi aja ya. Aku juga manusia yang tak luput dari kesalahan.

Rere POV

Matahari mulai bersinar tanpa malu. Menghangatkan bumi yang baru saja di guyur hujan. Hari berganti seperti biasa, menggulirkan rasa bosan yang kian mendera. Sekian lama tinggal di Amerika taklantas membuatku betah begitu saja. Kehidupanku di sini cenderung bebas dan tentu saja aku menyukainya. Satu hal yang paling tidak aku sukai yaitu cinta. Butuh waktu lama untuk memperbaiki kepingan hatiku yang hancur. Cinta tak terbalaskan sangat menyesakkan dada terlebih mengetahui rencana pernikahannya dari Raka. Mungkin tak semestinya perasaan itu membumbung tinggi, tak semestinya aku berharap lebih pada sesosok manusia, dan tak semestinya aku dipertemukan dengannya.

Ah... sepertinya aku terlalu berlebihan, ambil sisi positifnya saja. Hadirnya dia dalam hidupku dapat memberiku pengalaman hidup yang amat berharga. Aku bisa belajar dari masa lalu dan tak akan mengulanginya di masa depan. Akhir-akhir ini waktuku banyak tersita oleh kegiatan sebagai anggota relawan covid-19. Kalian tahu pasti kondisi saat ini. Pandemi telah berlangsung hampir tiga bulan, tapi keadaan tak kunjung membaik di Amerika. Korban yang meninggal makin banyak. Sungguh hal yang miris, mengingat awal tahun baru disambut berita tak mengenakkan. Tahun 2020 menjadi tahun yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Bagaimana dengan kuliahku?

Terdengar menyakitkan jika mengingat hal ini. Aku ketinggalan jauh dan harus mengulang 1 tahun kuliah, otomatis usiaku terbuang sia-sia hanya karena kuliah delapan tahun. Menyebalkan! ini semua gara-gara Geo, dia sempat mengirimkan pesan dan memberitahuku bahwa kecelakaan yang aku alami sudah direncanakan oleh salah seorang keluarganya, aku tidak tahu pasti. Dia meminta maaf tapi sampai sekarang aku tak membalas pesannya. Meski kesal, lantas tak membuatku menghapus pesan tersebut. Aku sudah ikhlas.

"Kau masih saja bergelung dalam selimut? Dasar pemalas, sekarang kemasi barangmu. Tidakkah kau tahu sudah berapa pasien yang masuk dalam kurun waktu tak lebih 6 jam?" Pintu digedor oleh seorang wanita paruh baya yang selama ini ku anggap sebagai ibu. Langkah pelanku tak kunjung mempercepat waktu. Aku tahu dia sangat menggerutu menantikan balasan. "Berapa?"

Terdengar decakan keras. "Kau hanya membalas satu kata sedangkan aku berbicara panjang kali lebar. Astaga anak ini irit ngomong." Oke, kali ini aku serba salah. sepertinya keadaan tak akan membaik jika terus berjalan dengan kecepatan yang di bawah rata-rata. kumaksimalkan waktu sebaik mungkin untuk berbenah.

"Akhinya keluar juga. Harus ya setiap pagi diteriakin biar bangun." Nyonya Zoe bersidekap, aku tahu ini tak akan baik-baik saja. Dia menyeretku sepanjang melewati koridor asrama. Dia adalah perawat senior yang mengabdikan diri sepanjang hidupnya di Rumah Sakit Zerra White. Jika ditafsir umurnya sekarang kisaran lima puluhan, tak lama lagi pensiun.

"Oh Nyonya Zoe, aku bukan anak kecil yang bisa kau seret sesuka hatimu. Kau tahu kan aku masih punya kaki untuk berjalan?" Protesku mengerucutkan bibir, jengah dengan semua perlakuan konyolnya padaku. Aku merasa seperti anak kecil jika berada di sekitarannya.

"Kau punya kaki seperti siput. Sangat lamban, bahkan semut pun bosan melihat cara berjalanmu." Aku mendengus sebal. Benar, dia sangat menyebalkan. Seperti yang ada dalam pikiran kalian.

Wait, sebelumnya aku belum memberitahu alasanku masuk sebagai anggota relawan. Jadi gini, eak kayak mau cerita panjang kali lebar kali tinggi aja. Mengingat aku termasuk mahasiswa senior yang bentar lagi wisuda. Eits, bentar laginya itu 2 tahun. Derita mahasiswa kedokteran. Tinggal dua tahun yang amat berharga hingga aku koma. Jadi terpaksa mengulang tiga semester. Karena situasi tidak memungkinkan mahasiswa kuliah tatap muka akhirnya kami diliburkan dan belajar dari rumah. Awalnya senang banget, udah tertimpa tangga namun disambut kasur. Peribahasa ala-ala aku. Karena mendengar kabar harus mengulang 3 semester bagaikan tertembak timah panas, seminggu kemudian disambut berita libur. Bagaimana tidak senang? Ternyata kuliah online tak semudah yang kubayangkan ferguso. Dosen terkesan menganiaya kami dengan memberi tugas yang tiada henti bertumpuk. Membuatku lama-lama jengah. Karena aku ketinggalan banyak, aku diberi tugas 2 kali lipat lebih banyak ketimbang teman-temanku yang lain. Akhirnya Mr. Harry memberi kelonggaran dengan menugaskanku sebagai relawan di rumah sakit miliknya sekaligus dapat gaji tambahan untuk memenuhi biaya kuliah. Aku cukup senang karena bisa terjun langsung sebagai dokter. Jarang-jarang ada mahasiswa yang mendapat kepercayaan. Dia bilang aku sangat pintar dalam menyerap segala informasi dan cenderung aktif jika terjun langsung ke praktek. Di sinilah aku berakhir. Subuh sekitar pukul empat dini harus harus bangun, melakukan rutinitas pagi yang takkan pernah terlewat dan bergegas memasang APD sebagai pelindung dari serangan virus mematikan.

My Savior My AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang