BAB 20 : Perjodohan

1.8K 106 10
                                    

Tempelin jarinya ditanda bintang dong :') hihihi

Sore yang begitu cerah ditemani dengan kicauan burung. Geo terpaku di depan pintu rumahnya. Sudah 3 bulan rumah itu terasa sepi dan hampa tanpa sesosok gadis mungil yang selalu menemani hari-harinya. Benar dia adalah Rere, gadis yang selalu membuatnya ceria, menyiapkan makanan di pagi hari, dan selalu mendengarkan keluh kesah ketika Geo merasa sedih.

Dengan langkah gontai, Geo masuk. Rumah yang gelap menambah kesan suram. Ketika Geo berjalan lambat ke kamar, terdengar langkah kaki seseorang secara bersahutan. Geo membalikkan badannya hendak melihat siapa orang yang sedang mengikuti langkahnya. Tanpa diduga seorang wanita paruh baya berdiri tepat di belakangnya memberikan senyuman hangat serta sapaan ramah pada Geo.

"Kamu sudah kembali, Nak." kedua sudut bibirnya terangkat memperlihatkan senyuman manis yang tercetak di bibir tebal berwarna merah dari wanita tersebut, perawakannya cukup tinggi dengan tubuh langsing serta dandanan elegan yang pantas untuk seusianya ditambah dengan rambut yang disanggul berwarna hitam serta sepatu high heels yang menambah kesan wibawanya dan jangan lupakan dengan balutan baju mewah yang ia kenakan seperti seorang bangsawan.

Alis mata Geo terangkat sebelah seolah-olah dia heran akan kedatangan wanita itu. "Apa yang ibu lakukan di sini?"

"Tidakkah kau merindukan ibumu?"

"Tumben ibu merindukanku biasanya ibu sibuk dengan ayah baru."

"Dasar anak tidak tahu diri. Sudah syukur ibu merindukanmu. Pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah anakku malah mendapat semburat kata-kata kasar." Wanita itu memutari kursi yang ada di meja makan lalu dia duduk di sana dengan anggun. Rahang Geo mengeras, memperlihatkan urat-urat di sepanjang dahi dan pelipis.

"Ibu sendiri yang memintaku seperti itu. Pura-pura tidak saling mengenal layaknya orang asing dan menciptakan keluarga baru bersama suami barumu itu sedangkan aku terlupakan." lantas Geo meremas pelan puncak kepalanya seolah-olah jemari itu bisa menjadi sisir bagi rambut kusutnya sekarang.

"Kau tidak tahu bahwa ibu merindukanmu sungguh aku sangat merindukan anak sulungku ini." wanita itu menampilkan wajah sendu, ia menangis seakan tangisnya mampu meluluhkan hati Geo.

Geo tersenyum kecut. Dia mendekati sang ibu lalu memegang bahunya. "Sudah berapa anak yang kau lahirkan dari pria murahan itu?" Wanita itu mendongak menatap Geo dengan keterkejutan yang kentara di wajahnya. "Jaga bicaramu!"

"Dia memang pantas diberikan julukan seperti itu. Bahkan orang terbodoh di dunia pun tidak mau menikah dengan si tua bangka itu!" Bentak Geo dengan nada meninggi. Buku-buku putih di tangan terlihat jelas, matanya menggelap dan dada yang naik turun akibat menipisnya oksigen.

"Sudahlah, tidak ada gunanya aku berbicara padamu. Buang-buang waktu saja." Derap langkah sepatu Geo memenuhi sepanjang lorong yang ia lewati. Lorong-lorong tersebut dinaungi oleh cahaya temaram dari bola lampu berbalut obor. Dinding berwarna cream menambah kemewahan pada interior rumah, dipadukan dengan karpet coklat yang membentang. Perlahan tangan Geo membuka kenop pintu, ruangan kembali gelap. Dia benci kegelapan, karena disaat itu gadis kecilnya sering ketakutan dan mencari dirinya. Bagaimana kabar Rere di sana? Apakah dia baik-baik saja? Tidakkah dia merindukanku?

Pertanyaan-pertanyaan lain muncul menggelayuti pikiran Geo yang dibaluti kerinduan. Entah bagaimana gadis itu bisa menjebaknya dalam pusaran asmara. Mungkin Rere hanyalah cinta sesaat dan tak kan mungkin diraih.

Belum sempat tangannya meraih tombol lampu, ia dikagetkan oleh tangan seseorang yang menggerayangi tubuhnya. Tangan itu terus membelai sisi sensitif Geo dan kini tepat di dadanya. Tangan lentik nan lembut. Geo yakini sesosok manusia di depannya adalah perempuan.

"Apa yang kau lakukan di kamarku? Dasar jalang!" Geo hendak menarik wanita itu saat tangannya semakin bergerilya di tubuh Geo. Geo menahan diri, dia menghempaskan tangan wanita tersebut dan menjambak rambutnya.

Dengan napas tersengal, Geo mendongakkan kepala. Sesosok wanita cantik berbalut gaun merah muda serta rambut panjang dan dihiasi tubuh tinggi semampai bak model terjatuh di hadapannya. Ia meringis kesakitan lalu bangkit. "Kau melukaiku."

"Siapa yang mengizinkanmu masuk kamarku tanpa izin, hah! Kau tahu aku tidak suka wanita murahan sepertimu." Geo melonggarkan dasi, ia melepaskan jas kerjanya dan membuang ke sembarang arah.

Dari arah berlawanan, Ibu Geo datang dengan langkah tergopoh-gopoh tak memedulikan high heels yang sewaktu-waktu bisa patah jika terus berlari kencang. Dia membantu wanita tadi. Mengelus puncak kepalanya sambil menenangkan wanita muda itu. "Kau tidak apa-apa, Callista? Suara lembut ibu mampu membuat Geo melunak. Dia rindu saat-saat itu, dimana sang ibu yang selalu sigap memenuhi kebutuhan Geo. Mendengarkan setiap celotehan tak berfaedahnya dan memberikan nasehat dengan suara selembut sutra

"Tidak apa Mrs. Chatlen. tampaknya kau harus mengajari putramu sopan santun terlebih dahulu agar menghargai calon tunangannya." Sindir Callista telak membuat Geo kian emosi. Untunglah dia masih menyimpan banyak stok kesabaran menghadapi dua makhluk tak waras berwujud manusia dan berhati serigala. Geo kaget akan pernyataan Callista, matanya membulat sempurna nyaris keluar dari sarang. "Kau bilang apa? Tunangan? Cih...mimpi apa kau sampai mengatakan hal konyol itu dasar jalang!"

Mrs. Chatlen maju selangkah mendekati Geo, lalu menampar putra sulungnya. "Seperti itu cara mu bicara pada seorang wanita?" Geo tertawa sumbang. Dia memandang rendah wanita yang disebut Callista tadi.

"Aku berbicara sopan pada wanita yang juga memiliki attitude. Tidak dengan wanita yang sembarang masuk ke kamar lelaki asing." Penuturan Geo telak menyakitinya, gadis itu mencengkram ujung baju sembari mengigit bibir bawah. Mrs. Chatlen menampar Geo, dia tak habis pikir dengan kata-kata tajam sang putra yang kelewat batas. "Minta maaf sama dia!"

Pria itu membuang muka sambil memasukkan tangan ke saku celana. Dia berjalan ke arah berlawanan untuk menghindari pertengkaran dengan para wanita. "Segera minta maaf atau aku akan membuat hidup mu menderita. Aku pastikan itu anakku tersayang!" Pekik Mrs. Chatlen sekencang mungkin sampai menggema hampir di seluruh ruangan. Geo tidak menghiraukan perkataan ibunya dan terus mencari jalan keluar tanpa harus melihat wajah-wajah palsu berparas cantik rupawan seperti mereka.

"Tunangan? Yang benar saja. Dia menjodohkan ku? Disaat dia sendiri tidak peduli denganku? Dia sibuk bersama keluarga barunya sedangkan aku harus berjuang mati-matian demi membangun kembali perusahaan ayah yang sempat bangkrut. Dia pikir dia siapa bisa mengatur hidupku ketika dia pergi meninggalkanku begitu saja. Sepi yang terus mendera memerangkap ku dalam kejamnya kehidupan. Menelantarkan ku di panti asuhan lalu sekarang, disaat pundi-pundi kebahagaiaan mulai ku raih. Dia menyelinap begitu saja dalam arus kehidupanku. Kau pikir kau siapa? Ya aku tahu dia wanita yang melahirkan ku ke dunia ini. Tapi pantaskah dia meninggalkan suami dan anaknya disaat ter-susah sekalipun? Arghhh..."

Spekulasi-spekulasi lain bermunculan memutari isi otak Geo. Dia tidak dapat berpikir jernih dan melampiaskan rasa kalutnya dengan pergi ke klub malam. Tempat peristirahatan sejenak.

Suara dentuman musik memekakkan telinga. Geo duduk di salah satu bangku bartender, ia memesan minuman. Sesekali pandangannya menyapu ruangan kelap-kelip itu. Banyak pria dan wanita bergoyang di bawah naungan lampu warna-warni dan pasangan lainnya sedang bercumbu. Geo menggelengkan kepala.

"Ini minumannya tuan." Tanpa basa-basi lagi, Geo meminum minuman tersebut. Sudah banyak minuman yang ia minum sehingga tubuhnya limbung. Dia kehilangan kesadaran. Sebagian Orang mengerumini Geo yang tak sadarkan diri. Ketika itu Seorang pria datang dan membawa pergi Geo dari kerumunan.

Nih aku bela-belain bikin sampai tengah malam:3 mumpung idenya lagi ngalir apa salahnya menumpahkan seluruh ide itu ke part ini, hehehe. Lagian kalau udah libur gak ada kerjaan. Jadi suka berkhayal, eh lebih tepatnya halu. Oke...maaf kalau banyak terdapat kesalahan.

Tertanda

Author

My Savior My AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang