BAB 45 : Mengikhlaskan

459 34 19
                                    

"Intinya yang perlu lo tanamkan dalam pikiran kalau dekat sama cowok cuman satu, Jangan terlalu percaya sama omongan mereka."
-Rere Anastasya-

Dengan langkah terseok Rere menyebrangi jalan. Suara klakson mobil saling bersahutan akibat seorang gadis yang berjalan semaunya tanpa memerhatikan kondisi sekitar. Dia terus menarik langkah berat sampai di trotoar. Banyak yang memandang aneh dirinya dana ada pula yang kasihan. Rekaman masa lalu berputar di pikirannya seperti kaset rusak. Kebersamaan bersama Geo terus membekas tanpa bisa diindahkan. Di satu sisi dia bahagia atas pengakuan Geo, tapi Rere takut untuk membuka hati lagi. Setelah semua yang diperbuat Geo padanya. Lantas hal itu menjadi tolak ukur untuk langkahnya ke depan. Terlebih pertanyaan Rere terakhir tadi mewanti-wanti Geo agar dia tahu sampai mana keseriusan pria itu.

"Rere!" Seseorang menepuk pundaknya. Dan Rere mengulas senyum, sedikit dipaksakan. Salsa mengernyit.

"Lo aman?"

Diam sejenak. Hembusan napas Rere mengepul karena suhu dingin. Salsa bisa merasakan sesak yang dialami sahabatnya sekarang. Rere mendongakkan kepala. "Kalau gak aman, lo bisa bantu gak?"

"Tergantung." Salsa menarik pergelangan tangan Rere, mereka jalan beriringan.

"Lo gak niat bunuh diri kan? Hahaha...." Pertanyaan spontan Salsa menyentak dirinya. Seakan merasakan kegelisahan Rere, dia terhenti. Menatap lamat orang di sampingnya sekarang.

"Serius, Re? Pikiran lo gak sependek itu untuk mengakhiri hidup!" Tandas Salsa mengguncang bahu Rere. Salsa menggaruk kepalanya dan meremas jemari Rere.

"Hampir."

"Lo perlu di ruqyah." Rere mencubit pinggang Salsa. "Bego lo!"

"Habisnya otak sama perasaan lo gak sejalan. Mana tau ada setan masukin tubuh lo kan? Setahu gue nih ya, setan masuk dalam tubuh kita itu bisa jadi fia suka. Aduh...." Sekarang Rere menjewernya.

"Mending kita pergi makan yuk."

Anggukan kecil meluncur dari kepala Rere. Mereka jalan beriringan dengan langkah yang sama menuju sebuah cafe. Kesan pertama saat memasuki cafe tersebut, tenang. Hanya ada beberapa orang yang makan di sana. Tampilan interior klasik bergaya modern mendukung suasana nyaman. Sebuah pemikiran terlintas, pengunjungnya sedikit mungkin karena tempat ini terbilang mewah. Faktor biaya menjadi penentu arah tujuan.

Seorang pelayan menuntun mereka ke sebuah meja kecil di dekat pancuran. Alunan musik melow dan klasik semakin mendukung. Rere memerhatikan permainan sang pemain biola dengan seksama. Sudah lama ia tidak bermain biola.

"Lo mau main biola?"

"Mau."

Salsa bangkit. Mata tajam Rere mengamati apa yang dikatakan sahabatnya ke pemain musik dan mereka terlihat senang. Kini pandangan mereka tertuju ke Rere.

Seorang pria tua, pemain biola memanggilnya. Senyum Rere terkembang lebar. Kaki mungilnya berlari kecil ke atah para pemain musik.

"Mudah-mudahan dapat memperbaiki mood lo." Tepukan pelan diberikan Salsa pada bahu Rere. Ia mengangguk.

"Ini." Pemain biola itu menyodorkan benda yang ada dalam genggamannya. Rere merasakan kebahagiaan sesaat.

Perlahan pemain piano mengalunkan musik. Semuanya ikut mengimbangi begitupun Rere yang memasang tampang berseri. Salsa jadi senang karena pemandangan itu. Dia ingin Rere bahagia. Tidak dibelenggu karena perasaan tak menentu.

"Gimana senang?"

"Iya, hahaha." Bokong Rere menghempas tempat duduk. Dia meminum jus alpukat dan memakan sushi. Sedangkan Salsa sibuk membalas chat sambil minum.

My Savior My AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang