BAB 54 : Change

426 32 2
                                    

"Sejatinya kita sama-sama melengkapi, mengobati luka masing-masing"

Rere lekas pergi ke rumah sakit, menjenguk Geo yang siuman. Ada rasa cemas dalam nada suara Callista ketika menelfon.

"Maaf aku tidak bisa menemani mu disaat-saat tersulit." Ujar Rere di dalam mobil sembari melirik arloji di pergelangan tangan. Rere menikmati cipratan air hujan yang membasuh wajah melalui celah kaca mobil. Cuaca mendung mengiringi perjalanan gadis itu, seakan menegaskan isi hatinya yang gundah gulana.

Sesampai di rumah sakit, kaki mungil Rere terus berlari di sepanjang koridor. Rere membuka engsel pintu dan di dalam sudah banyak orang mengerumuni Geo. Pria itu masih tertidur lemah, air mata Rere lolos tanpa bisa dibendung.

Semua pasang mata tertuju ke Rere. Dia masuk dengan amat pelan. Ibu Geo menghadang gadis itu terlebih dahulu.

"Untuk apa kau ke sini?" Lantangnya sambil bersidekap. Rere meringis dengan berani mengangkat kepala.

"Aku istrinya."

"Hanya karena status mu kau bisa membelenggu anakku? Ingat aku ibunya." Seakan tidak terima, Rere tersenyum kecut dan maju selangkah.

"Asalkan ibu tahu yang sebenarnya. Mungkin ibu tidak akan bicara seperti ini." Alis mata Chatlen terangkat sebelah.

"Mungkin video ini akan menjelaskan semuanya." Rere menyerahkan ponsel Geo dan mulai memutar video yang ada di sana. Chatlen memerhatikan dengan seksama dan dia terkejut.

"Anakmu telah melakukan tindakan itu saat aku pingsan. Bayi yang aku kandung ini, adalah anaknya. Jadi jangan ucapkan kata-kata memusuk itu, Bu. Jujur aku sakit setiap kali berbicara denganmu." Jelas Rere terisak, badannya bergetar menahan pilu. Telapak tangan dia usapkan ke pipi.

"Kamu bohong kan? Ini tidak...."

"Aku mohon jangan menyakitiku lagi, Bu. Rasanya ingin pergi sejauh mungkin dari Geo. Tapi sekarang, semuanya telah terjadi. Aku tidak bisa pergi begitu saja. Karena Geo bagian dari hidupku yang tidak akan pernah bisa terpisahkan."

Tangis Rere pecah. Caroline dan Salsa mengelus pundak Rere sedangkan Callista menenangkan Ibu Geo.

"Rere."

Suara berat Geo menyadarkan mereka. Secara refleks Rere mendatangi Geo dan memeluk pria itu. Rere mendekatkan wajahnya ke kepala Geo. Mengecup pelan keningnya.

"I love you."

Perlahan kelopak mata Geo terbuka. Sudut bibir Geo terangkat manis membentuk setengah lingkaran.

"Akhirnya kamu datang." Air mata Geo keluar dari sudut matanya. Mereka tidak henti saling memandang dalam hening.

"Ehem... Dari pada asik memandang, lebih baik kamu suapi Geo." Titah Chatlen menaik turunkan alis. Rere terkesiap, sempat termenung sebentar. Manik mata Chatlen menyuruh gadis itu untuk cepat mengambil tindakan. Dengan sigap, Rere mengambil piring yang berisi makanan pasien. Rere menyuapi Geo, terlihat malu-malu karena di depan banyak orang.

"Cie... Malu-malu kambing." Celoteh Salsa menyikut lengan Rere. Gadis itu mendelik tajam, seolah memberi peringatan 'awas kau nanti'.

Geo masih dalam kondisi lemas, dia tidak bisa terlalu banyak gerak. Sedangkan Rere gencar mengajak dia pergi jalan-jalan. Gadis itu terus mengomel tentang banyak hal dan Geo mendengarkan dengan senang hati.

"Kamu cuman mengangguk sejak tadi. Paham tidak dengan apa yang aku maksud?" Rere merajuk, ia tidak benar-benar marah. Hanya sedikit ber-manja ke suaminya.

"Iya aku dengar kok istriku yang cerewet ini." Pipi Rere langsung merona. Laki-laki itu sukses membuatnya diledek saat ini.

"Kamu besok kalau mau alay tahu tempat dong. Pernah diajarin geografi gak sih?" Tukas Rere memanyunkan bibir.

"Lah kok geografi?"

"Cari tempat strategis kalau mau alay berdua."

"Misalnya dimana?"

"Ya di tempat yang sepi gitu."

Senyum Geo tercetak, memandang nakal. "Seperti di kamar ya?"

Semuanya kembali meledek pasutri tersebut. Geo tertawa renyah sedangkan Rere memasang tampang masam. Mereka tidak henti jadi objek perhatian.

"Geo mesum ya Rere." Ucap salah seorang keluarga Geo.

"Iyaa, pengen aku gorok lehernya." Balas Rere menahan tawa.

"Masukin aja ke kolong jembatan."

"Kasihan juga sih hehehe."

Jawaban polos Rere mengundang gelak tawa. Keceriaan tidak henti hadir dalam ruangan 5×6 meter itu. Semuanya kini berjalan sempurna seperti yang diharapkan. Tidak ada lagi kebencian. Rasa dendam yang pernah ada, kini sirna. Tergantikan sebuah kebahagiaan yang tidak akan pernah didapatkan sebelumnya.

🦄🦄🦄

Rere menemani Geo yang sedang melahap makanannya. Dengan sabar gadis itu menunggu sang pujaan hatinya makan.

"Gimana enak?" Tanya Rere memasang mata puppy eyes. Geo tersenyum nakal. Dia bangkit dari kursi. Memutari meja makan dan mendekati Rere. Geo mengangkat tubuh Rere, dia dudukkan di meja.

"Kamu tahu sendiri jawabannya." Tutur Geo dengan nada sensual. Geo mencium bibir Rere, memperdalam ciuman mereka. Saat Geo akan menyudahi aksi tersebut, Rere menggigit sudut bibir Geo.

"Udah pandai ya sekarang?" Geo memerangkap badan Rere menggunakan kedua tangannya. Dan Rere melakukan. Aksi tadi, terus mempermainkan lidah.

"Kamu yang mengajarkan." Jawaban Rere membuat Geo semakin menjadi-jadi. Mulut Geo sudah turun ke bawah, menjelajahi leher jenjang Rere.

"Maaf. Di sini bukan tempat yang tepat."

Ibu Geo menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Mereka berdua salah tingkah. Secepat mungkin Geo menjauh dan Rere membenarkan bajunya.

"Besok-besok cari tempat yang strategis. Kayak gak pernah belajar geografi aja."

Ledekan itu kembali terdengar. Mereka saling menatap dengan Geo yang berwajah masam dan Rere malu-malu.

"Tapi gapapa juga. Aku juga mau gendong cucu." Jawaban telak Chatlen menyulutkan semangat Geo. Laki-laki itu mencium ibunya.

"Gitu dong. Baru kita teman, hahaha."

"Dasar anak mesum. Ini ibu kamu bukan teman ok?"

Geo tidak mengindahkan ucapan Chatlen. Dia malah menggendong Rere ala pengantin baru. Membawa gadis itu menaiki tangga.

"Semangat ya." Chatlen tertawa keras.

Geo dan ibunya kembali akur setelah sekian lama berselisih. Itu semua berkat Rere, gadis yang membawa perubahan besar dalam hidupnya.

My Savior My AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang