Aku berdiri begitu selesai mengabari orang-orang yang memang harus ku beri kabar. Ada secarik keinginan untuk mengabari Dio, aku masih belum bisa melepas rasa yang pernah kami bangun bersama. Tapi untuk apa melakukan kebodohan pada suami orang lain? Aku jadi ingat ekspresi Benni ketika memberikan ku undangan berplat emas, wajahnya gugup dan pucat persis wajah ku begitu menerimanya. Dio dan Licia. Aku menggigit bibir bawah ku seketika, menelan ludah dengan susah payah, lalu mengucapkan kata Terimakasih dengan nada terbata-bata.
Mungkin sekarang Licia sedang membuatkan sarapan untuk Dio? Dengan daster super nyaman dan perut yang mulai membuncit wanita itu membawakan segelas kopi hangat dan roti bakar. Betapa beruntungnya Dio bisa menikah dengan Licia. Di detik ini aku sadar, aku tidak pernah masak untuk Dio, selalu saja Dio yang masak untuk ku. Mungkin sekarang Dio sedang sujud syukur tidak memiliki kisah pernikahan dengan ku. Aku benar-benar wanita yang tidak berguna.
Aku memeluk lutut ku, merapihkan baju dengan pikiran kalut mampu menguras energi mu. Aku butuh sepuluh menit istirahat sebelum turun dan membantu Aunty Stefania di dapur. Perlahan ingatan ku kembali pada hari pertama kali aku di follow olehnya di instagram, kebetulan semesta mempertemukan kami melalui kado natal, dan pada akhirnya kami saling berhubungan karena Opah dan Ayah mengadakan pertemuan di restoran.
Aku tidak pernah lupa bagaimana caranya ia cemburu karena aku makan ayam di restoran Kyochon bersama Sore. Awalnya ia mengganggu ku melalui panggilan suara, lalu ia meminta ku ke kantor untuk memeluk ku erat. Ia cemburu kepada Sore. Kamu manis. Aku tidak bisa melupakan semua hal aneh yang pernah kamu lakukan kepada aku, Dio... lalu Nelin membuka pintu, memergoki kita berdua. Harusnya aku tertawa, karena ini lucu. Kita seperti pasangan yang tanpa sengaja di pergoki oleh orang lain. Tapi aku tidak bisa tertawa, perlahan air mata mulai membasahi lutut ku.
Aku benci sepi. Tapi aku malah kabur ke tempat asing yang menurutku sangat sepi. Italia dengan orang-orang asing yang baru saja ku kenal.
Kalau kamu bisa pergi seenak jidat, aku juga bisa pergi seenak jidat. Tapi aku sepi karena dendam ini. Aku benar-benar merindukan Dio. Mata ku terpejam perlahan, aku lelah dan tanpa sadar memutuskan untuk terlelap di atas kasur. Aunty Stefania memaklumi ku, aku sedang jetlag pikirnya. Padahal aku hanya sedang sedih hingga terbangun di jam makan malam. Dengan sweater oversize berwarna hitam dan celana flanel hijau, aku turun ke bawah.
"Aunty maaf, tadi Sarah ketiduran. Terimakasih untuk rotinya." Ucap ku sembari membawa piring ke wastafel. Uncle Agosto mengintip dari balik buku Teori Filsafat Aristoteles karya penulis setempat, Aster menonton televisi sembari menggambar, sementara Aunty Stefania tersenyum lalu mengusap rambut ku.
"Saya tahu kamu lelah. Jetlag. Ini namanya Crossiant, bukan roti. Ayo makan malam!" Aku merasa benar-benar memiliki keluarga di sini. "Biarkan saja piring kotornya, ayo makan dulu. Nanti aku yang cuci." Tangan ku di tarik oleh Aunty Stefania menuju meja makan. Ku kira aku tidak akan kesepian lagi, tapi di kala ritual makan malam sudah selesai dan aku harus kembali ke flat. Aku merasa kesepian lagi.
Aku tidak pernah sendirian sebelumnya, aku jadi merindukan Ratu.
-
Keesokan hari,
Sama seperti buku yang tidak boleh di nilai hanya melalui cover. Iklim di Italia pun seperti itu. Menurut ku Italia terasa amat terik dan terkesan panas, tapi kenyataan nya udara di sini amatlah sejuk. Aku membuka mata ku begitu Aster datang mengetuk pintu. Gadis itu berjalan masuk ke dalam flat ku begitu pintu ku terbuka. "Mami bilang aku harus memberitahu Sarah bahwa kita akan jalan-jalan ke Colosseo." Wow! Aku tidak memiliki niat apa pun di sini. Bahkan di kala orang-orang memiliki to do list ketika mengunjungi negara orang, aku hanya memiliki satu list yang akan ku lakukan di sini. Belajar. Aku tidak memiliki niat untuk mengunjungi tempat-tempat menakjubkan yang ada di kota indah ini. Aku yang tadinya hanya duduk di atas kasur sembari menatap Aster buru-buru berdiri. "Balena!" Seru Aster sembari mengambil boneka paus yang ada di atas kasur ku. Aku yang tidak mengerti otomatis mengulang kalimatnya dengan penuh tanya.
YOU ARE READING
Dear My Last,
RomanceSarah Dharmawan, 22tahun, sedang menikmati kekayaan nya kembali di Roma. Setelah lika-liku kisah cinta yang menyakitkan bersama Radhya pria idaman nya, Sarah memutuskan untuk lari dari kehidupan lamanya. Akankah Roma menjadi persinggahan terakhir un...