Hampir empat tahun aku menghabiskan waktu ku untuk mempelajari ilmu feminisme di Sastra, dan baru hari ini aku menyadari seberapa independen nya aku ketika dengan berani melangkahkan kaki ke dalam kelab sendirian. Aku adalah Sarah yang baru, wanita yang bisa melakukan semua nya sendirian. Langkah kaki jenjang ku mampu menarik beberapa perhatian pria yang ada di sini, termasuk George, pria yang tak ku kenal namun ku ketahui. Aku mengetahui pria itu sejak pertama kali menonton pertandingan basket Baskara, kata nya dia kapten tim football, dan kata nya kekasih ku memiliki taruhan misterius dengan nya. Aku tidak pernah tahu taruhan jenis apa yang mereka miliki, tapi malam ini aku akan mengetahui nya.
Dengan langkah anggun aku pun memesan sebotol Henry Jayer Cros Parrantoux. Enam puluh delapan juta rupiah tidak ada arti nya untuk saat ini, kekasih ku terlalu berlebihan karena menganggap nya mahal. Padahal perusahaan dan uang nya lebih besar daripada punya ku, ku rasa ia terlalu perhitungan untuk sesuatu yang bisa membahagiakan diri.
Lagu dalam kelab malam ini adalah hasil remix beberapa lagu, termasuk kaskade. Dengan hati yang entah bagaimana rasanya, pandangan ku menjuru ke seluruh kelab. Banyak orang menari dengan gila, beberapa memilih saling bercumbuan di meja-meja yang mereka pesan, dan aku memilih bengong sambil menengguk segelas wine yang baru saja ku tuangkan hingga habis. One shot! Wajah ku mengkerut setelah merasakan rasanya yang manis dan hangat.
"Tumben banget ke sini sendirian." Aku terkejut mendengar ucapan tersebut. Pria yang bernama George itu kini sudah duduk di kursi bar samping ku, wajah nya tengil, kemeja nya abu-abu, sangat kontras dengan kulit nya yang putih. Hanya satu yang menyelamatkan penampilan nya, mata hazel nya sangat bagus. Aku tak antusias atas kehadiran nya dan memilih mengangguk menanggapinya. "Kemana pahlawan kesiangan lo?" Kini aku menatapnya.
"Maksud lo?" Tanya ku tak kalah tengil.
"Baskara. Baskara Mahendra." Alis ku terangkat sebelah. Aku tahu pria ini sangat membenci kekasih ku, tapi kenapa harus memberi cap pahlawan kesiangan pada kekasih ku? "Udahlah, have fun aja sama gue..." Aku menepis lengan George yang mencoba merangkul bahu ku. "Sombong banget lo... paling nih... cowo lo lagi sama cewe lain. Gue heran, kenapa dia punya pacar secantik lo tapi gak di jagain. Di depan cewe lain aja kaya pahlawan, giliran ke cewe nya sendiri gak di perduliin. Di buang gitu aja, kaya sampah..." Dengan kesadaran yang mulai hilang, aku menampar pipi pria itu dengan kencang.
"Jaga ya omongan lo!" Aku tak terima dengan ucapan nya tersebut, ia menganggap ku sampah. Pria itu langsung memincingkan mata nya sambil mengusap darah mengalir dari ujung bibirnya yang terluka.
"Jadi lo berani sama gua?" Dapat ku pastikan pria ini mabuk berat. Aroma mulut nya begitu menyengat ketika ia memegang kedua bahu ku erat, sakit, genggaman nya terlalu erat. Aku pun sadar, ternyata bahu ku mengecil ketika tinggal di Italia. Mungkin berat badan ku turun? Andai bahu ku penuh lemak, pasti pria ini tidak akan bisa meremas bahu ku dengan kencang.
Bruk! Seseorang meninju pipi George dengan kencang. Genggaman pada bahu ku pun ikut lepas. "Jangan berani nya sama perempuan!" Aku menatap pria itu. Pria yang menggunakan bahasa Indonesia saat mengucapkan kalimat tersebut. Awal nya ku kira itu Baskara, tidak munafik jika aku mengharapkan kehadiran pria itu. Tapi betapa terkejutnya aku begitu mengetahui siapa pria yang menolong ku. Dio. Pria itu ada di sini dan buru-buru menarik lengan ku untuk berlari keluar dari kelab. Besar kemungkinan George yang sedang mabuk itu akan mengejar kami.
Nafas kami tersengal-sengal begitu berhasil lari memasuki cafe terdekat. Ternyata George tidak mengejar kami. "Kenapa ada di kelab sendirian?" Tanya Dio sambil berjalan menuju kasir tempat memesan kopi. Aku tak menjawab dan lebih memilih menautkan kedua alis ku dengan heran. "Kenapa?" Tanya pria itu dengan polos nya. "Oh... Nelin udah ngehubungin kamu kan tadi siang? Aku ke sini cuma buat minta tanda tangan." Jelasnya seolah mengerti.
YOU ARE READING
Dear My Last,
RomanceSarah Dharmawan, 22tahun, sedang menikmati kekayaan nya kembali di Roma. Setelah lika-liku kisah cinta yang menyakitkan bersama Radhya pria idaman nya, Sarah memutuskan untuk lari dari kehidupan lamanya. Akankah Roma menjadi persinggahan terakhir un...