26. Ketahuan

187 13 2
                                    

Rasa nya sangat aneh bertemu Baskara setelah insiden di pesta ulang tahun Dinan. "Jangan rebut Baskara dari Sarah! Jangan rebut Baskara dari Sarah! Jangan rebut Baskara dari Sarah!" Sambil mengeringkan rambut, kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepala ku. Mulut Farina cukup toxic dan mampu mendoktrin ku hingga saat ini. Aku tidak menyalahkan Farina, apa yang ia peringatkan adalah hal yang sewajarnya dan seharusnya. Tapi mengingat degupan jantung ku saat di Bali, hati kecil ku yang egois merasa akan ada kemenangan yang datang kepada ku. Dandanan ku hari ini cukup cantik hanya sekedar untuk bertemu Baskara, aku mengerti aku, aku berharap lebih pada sahabat ku yang satu itu.

Handphone ku berdenting, satu pesan masuk dari Baskara yang mengatakan bahwa ia sudah ada di lobby hotel tempat ku menginap. Aku pun buru-buru mengambil tas serta berkas-berkas ku, dan kami pun kikuk ketika saling bertatapan di lobby. Pria itu langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi setir nya. Mobil nya belum ganti, tetap BMW seperti terakhir kali aku ke sini. "Gue gak bisa nganter lo lama-lama." Itu kalimat pertama yang ia ucapkan saat aku baru menempelkan pantat ku di kursi penumpang sampingnya.

"Iya gak apa-apa." Ucap ku kecewa. "Gue juga cuma perlu lo buat nganterin gue ngurus berkas, abis itu turunin gue di Colosseo aja." Lanjut ku menghilangkan curiga. Nada ucapan ku sebelum nya terlalu rendah untuk menujukan rasa kecewa ku.

"Ngapain lo ke Colosseo?" Tanya Baskara mulai menjalankan mobil nya. Aroma di dalam mobil ini sudah tidak maskulin seperti terakhir kali aku menaiki nya, mungkin pacar baru sahabat ku ini mengganti pengharum mobil dengan wangi yang ia suka. Vanilla. Sekarang aroma nya lebih manis.

"Gak afdhol lah ke sini kalau gak mampir." Baskara membulatkan bibir nya.

"Terus lo pulang sama siapa?" Tanya Baskara dengan bodoh nya. Andai Baskara belum memiliki kekasih, mungkin pertanyaan ini tidak akan pernah aku dapatkan? Tentu Baskara akan menemani ku seharian seperti terakhir kali aku ke sini. Aku pun tertawa kikuk, bukan nya apa... aku tertawa karena pikiran ku terlalu konyol hingga banyak berandai-andai.

"Naik taksi lah.. santai!" Jawab ku sok santai. Baskara membulatkan bibir nya lagi, bibir yang tanpa sengaja mengecup ku. Hening menyelimuti kami, aku terlalu kikuk atas apa yang terjadi pada kami saat di Bali. Kenapa Baskara tidak menyuruh teman nya saja untuk mengantar ku? Ku rasa Dylan sangat penurut pada Baskara. Tapi kembali lagi, Baskara adalah pria yang bisa di pegang ucapan nya. Sebelum insiden itu, ia berjanji akan membantu ku mengurus beasiswa ini.

Tak ada musik di sini, benar-benar sepi. Baskara pun merasa kikuk dengan apa yang telah terjadi. Kejadian seperti ini seharusnya tidak terjadi, dengan santai Baskara mulai mencari topik pembicaraan. Marco. Mantan ku sangat menarik untuk di jadikan topik pertama nya. "Marco tau lo kuliah di sini?" Pria itu melirik ku sekilas.

"Ya!" Jawab ku seraya mengangguk. "Sarah apa kabar?" Kini aku yang berbasa-basi. Untuk apa juga aku menanyakan kabar wanita itu? Baskara tertawa sekilas, aku tidak mengerti maksud dari kekehan tersebut:

"Dia baik, dan dia gak suka lo." Ucap sekaligus penjelasan dari kekehan nya.

"Loh berarti harusnya lo gak ada di sini?" Aku mengerti maksud obrolan nya. Aku paham kenapa wanita itu membenci ku, pasti karena insiden di ulang tahun Dinan. Saat itu Baskara langsung lari mencari Sarah, bahkan mereka berdua langsung menghilang begitu saja dari lingkungan hotel. Baskara mengangguk.

"But I know if you are my bestfriend." Aku menggigit bibir atas ku begitu mendengar ucapan Baskara. Harus nya sejak Baskara lari mengejar Sarah di pesta Dinan aku sadar dan tidak menaruh harapan apa pun pada degupan dada ku. Hubungan kami akan berjalan platonis bagaimana pun juga. "Gue juga udah janji kan bakal bantu lo urus kuliah di sini." Lanjut nya membuktikan ucapan ku sebelum nya. Baskara selalu menepati janji.

Dear My Last, Where stories live. Discover now