24. Jeanice

108 12 0
                                    

"Dylan!" Aku Farina, dan kini aku sedang berdiri di depan pintu flat tempat tinggal Dylan. Ayah ku menyuruh ku untuk memberikan roti setiap pagi kepada pria itu karena Dylan sangat baik pada ku. Hari ini aku membawakan Cornetto dengan selai Aprikot di dalam nya. Roti hari ini sangat pas untuk menjadi teman minum kopi Dylan, biasanya Dylan menyeduh Cappucino untuk sarapan nya, sungguh perpaduan yang pas.

"Yo!" Pria itu membukakan pintu. "Langsung ke rumah Baskara aja yaa?" Tanya pria itu. Aku mengangguk, pagi ini ia tidak akan menyeruput Cappucino. "Yuk!" Dylan mengunci pintu lalu merangkul bahu ku sambil jalan menuruni tangga flat nya.

"Kemarin aku dengar dari Azra kalau ada pertunjukan orkestra bagus akhir bulan ini." Ucap ku memberikan kode.

"Ayo kita ajak Sarah sama Baskara buat nonton!" Bukan ini jawaban yang aku harapkan, aku pun membuang nafas ku kesal. Kenapa harus mengajak Baskara dan Sarah?

"Aku kira kamu paham." Gumam ku pelan.

"Maksudnya?" Pria itu mendekatkan wajah nya ke wajah ku. Kami sudah sampai di parkiran dan sedang berdiri samping mobil Dylan. Apartemen Sarah dan Baskara ada di tengah kota, sementara flat Dylan tidak pernah berubah, tetap dekat dengan rumah sekaligus toko ku. Aku mendorong wajah Dylan agar sedikit menjauh, kalau di perhatikan sedekat ini, aku jadi sadar bahwa Dylan sangat asia dan tampan. Jantung ku berdebar, aneh rasanya menyukai sahabat sendiri.

"Baskara dan Sarah belum tentu suka musik genre seperti itu, sementara kamu pemain piano. Maksud ku... ku kira kamu akan pergi berdua dengan ku." Ucap ku ambigu. Masyarakat berbudaya tinggi memang sulit mengucapkan inti tanpa basa-basi.

"Maksud kamu, kamu mau dating sama aku?" Dylan menunjuk dirinya sendiri. Aku yakin seratus persen bahwa pipi ku sudah berubah warna dan Dylan menyadari gerak-gerik grogi ku saat ini. Aku menggigit bibir bawah ku, lalu mengangguk. Dylan tersenyum lebar.

"Wow!" Kuping Dylan memanas dan berubah warna, ia sama kikuk nya dengan ku. Di dalam benak nya ia mengingat kembali apakah ada bintang jatuh tadi malam? Apakah ia mengirim doa saat bintang itu terjatuh? Seperti nya tidak. Yang Dylan ingat hanya semalam banyak bintang, dan salah satu di antara miliaran bintang itu kini jatuh dan berdiri di samping nya. "Aku akan memesan tiket nya." Ucap Dylan antusias, aku pun mengangguk.

-

Siang ini Dylan dan Farina akan datang ke flat kami, maka dari itu aku bangun cukup pagi dan menyiapkan beberapa makanan. Aku rindu Indonesia, camilan yang ku bawa dari sana hanya tersisa beberapa bungkus, sayang untuk memakan nya. Kemarin aku sempat belanja bulanan dan beberapa bahan makanan yang akan ku buat pagi ini. Pisang goreng cukup sederhana dan mudah di buat dengan cepat. Aku pun mengupas dan memotong pisang menjadi beberapa bagian. Baskara tidak membantu ku, pria itu masih terlelap karena semalam ia tidur sangat larut entah karena apa. Yang ku perhatikan sebelum tidur sih ia duduk di sofa dan mata nya fokus pada laptop.

Setelah selesai memotong pisang, aku pun menyelupkan pisang-pisang tersebut ke tepung siap saji khusus untuk membuat Pisang Goreng yang ku temukan di toko makanan Indonesia. Simple, sederhana, dan yang pasti aku bisa membuatnya. Aku tidak paham mengapa aku amat bodoh dalam urusan masak memasak, biasanya laki-laki yang memasakan makanan untuk ku. Baskara jago dalam membuat aneka masakan Indonesia, mulai dari Nasi Goreng Kambing, Tongseng, Rawon, dan aku suka Soto Ayam nya. Kalau di ingat lagi, dengan Dio pun aku yang di masaki, pria itu jago masak masakan Cina, Dumpling buatan nya enak. Aku amat sangat tidak berguna jika harus berada di dapur, ilmu ku cetek soal masak-memasak.

Setelah pisang goreng ku selesai, Farina dan Dylan datang. "Aku bawa Cornetto!" Ucap Farina saat kami sedang jalan menuju ruang tamu yang bersebelahan dengan dapur.

Dear My Last, Where stories live. Discover now