8. Bukan Sekedar Teman

159 19 0
                                    

Tolaini Valdisanti yang di buat empat tahun yang lalu. Itu kata Baskara setelah menerima satu botol hitam wine yang terlihat mewah dengan balutan kertas putih tempat logo minuman tersebut bersandang. Aku menelan ludah ku, apa aku bisa menelan minuman yang bahkan aku tidak pernah meminumnya? Hei! Bahkan aku pernah terjebak denga pure Kopi Picollo pahit dan pekat ketika salah memesan kopi hitam di Starbucks. Bar ini cukup ramai, hampir semua meja penuh. Bahkan aku dan Baskara hanya mendapatkan dua kursi kosong tepat di meja barista. Musik khas Italia mengalun memenuhi telinga ku, aku tidak paham artinya, dan tentu aku tidak tahu makna dari lagu tersebut. Setelah barista membuka tutup botol minuman kami, lagu berganti menjadi lagu yang sedang terkenal akhir-akhir ini. Senorita yang di nyanyikan oleh Shawn Mendes dan Camila Cabello.

"Alkohol nya rendah, cuma tiga belas persen. Kata Leo sih aromanya gak terlalu kuat dan lebih ringan di minum..." Baskara menuang anggur ke dalam gelas nya lalu menghirup aroma dari anggur tersebut sekilas. "Kita coba!" Ia meminum Wine tersebut dengan suka cita dan ahh... sekiranya seperti itu lah ungkapan nya setelah puas mencoba anggur yang di anggapnya nikmat. Aku? Aku hanya menatap wajahnya. "Ayo minum!" Baskara menuangkan Wine ke gelas ku. Aku tetap hanya menatapnya. "Yaelah kenapa? Takut dosa? Kita ini di Italia, cuma di sini bisa nemu wine enak dan murah. Toh kamu gak bakalan di anggap cewek nakal kok di sini." Baskara menyodorkan ku gelas tersebut. Aku menerimanya, dan coba meminum dengan penuh tantangan.

Manis, pahit, hangat, entahlah ini terasa enak bagi ku yang baru pertama kali mencobanya. "Wow!" Ucap ku kagum. Baskara tertawa.

"Enak kan? Tapi gak boleh banyak-banyak, nanti mabuk." Aku tidak terlalu setuju dengan kalimat terakhirnya. Karena ini terlalu nikmat hingga tanpa sadar aku berhasil menghabiskan setengah botol wine dan kehilangan kesadaran. Tubuh ku lemas, langkah ku seperti melayang, apa aku sudah meninggal? Baskara menepuk-nepuk pipi ku.

Mulai detik ini aku tidak sadar, aku tidak tahu apapun setelahnya. Padahal malam itu Baskara menatap ku dengan decak kagum sekaligus heran. Kagum karena aku tetap bisa berjalan hingga parkiran, dan heran karena daftar hal aneh yang harus aku lakukan. "Kenapa sih? Harus punya cita-cita minum wine?" Gumamnya sebelum menginjak pedal gas menuju rumah ku.

-

Mulai detik ini semua sudut aku alihkan dari sisi aku. Aku Baskara, penemu takdir abu-abu yang optimis akan kehadiran wanita di kursi penumpang samping ku. Bug! Wanita itu meninju ku tepat di pipi kanan. Aku ingat betul bagaimana pertemuan kita, dan aku ingat betul empat daftar hal buruk yang harus ia lakukan. Having sex, mabuk-mabukan, dan ciuman. Sepertinya aku salah mengurutkan, harusnya dari yang paling ringan kan? Oke dia ingin berciuman, mabuk-mabukan, dan having sex.

Aku menyingkirkan tangan yang barusan meninju ku dari wajah ku, untung tidak sakit. "Bas!" Wanita itu kini duduk tegap di kursinya. Matanya sayu dan menatap ku. Aku tetap fokus menyetir mobil ku. Tapi kalian harus tau, beberapa detik kemudian dengan bar-barnya kedua tangan dia berhasil membuat ku menengok menatap wajah nya. Cittttt... mobil ku mengerem mendadak.

"Lu gila?" Bentak ku yang masih terkejut dengan apa yang di lakukan wanita tersebut. Wanita itu langsung menangis, kedua tangan yang tadi berhasil menengokan kepala ku kini pindah tempat di depan wajahnya. Menutup air mata yang sedang jatuh dari tempatnya.

"Pasti Dio sekarang bahagia banget sama Licia ya?" Oh! Aku kira ia menangis karena ku bentak, tapi ternyata permasalahan ia bersama mantan kekasihnya lebih banyak mengambil kendali pada perasaan nya saat ini. Aku meminggirkan mobil ku.

"Nggak kok." Jawab ku.

"Gak salah lagi." Ucap wanita itu di akhiri tawa menyakitkan. "Kenapa aku harus sok kuat kaya gini ya?" Tanya nya. Kini kedua tangan itu menyingkirkan rambut yang sedari tadi berjatuhan menutupi wajah nya.

Dear My Last, Where stories live. Discover now