28. Pembohong

189 13 1
                                    

Sulit memaafkan seseorang yang pernah membuat kesalahan. Dengan langkah lunglai aku memasuki kamar hotel ku. Tidak malam ini, ucap ku dalam hati. Tatapan ku kosong menatap cermin, pantulan ku kusut tak seperti biasanya, parfum tak lagi menyerbak, eyeliner mulai pecah seiring mengalir nya air mata. Aku tak suka di bohongi.

Kalau harus ku ceritakan secara gamblang, bahkan malam setelah Ayah memberitahu tentang saham di D'Media pun aku menangis. Aku menyesal telah membenci Dio atas bangkrut nya Ayah ku. Seperti getah dan kopi, kadang yang putih belum tentu manis, dan yang hitam belum tentu pahit. Pembohong sama seperti getah, putih, tapi pahit. Si jujur sering kali gelap tertutup fitnah. Banyak kasus seperti itu.

Aku pun menghembuskan nafas ku berat... komunikasi sangatlah penting dalam keadaan genting. Mungkin besok aku akan pulang? Sekarang aku harus menelepon Ratu untuk curhat. Tak ada cinta yang benar-benar lurus, itu kata Ratu ketika aku menyuruh nya putus karena di sakiti Reno. Tapi aku tak sesabar Ratu yang bisa menyelesaikan semuanya sendirian, aku butuh teman cerita.

-

Raelee Chandra, tante super keren yang sedang menemani keponakan makan siang di Plaza Senayan. Hari ini Bastian ulang tahun yang ke lima tahun, aku sebagai tante yang super keren tentu membelikan beberapa mainan sebagai kado ulang tahun nya. Dia minta tiga mainan, satu mobil-mobilan, topeng Iron Man, dan tas untuk sekolah. Kami hanya berdua di sini, kadang ketika mengasuh Bastian aku suka membayangkan betapa menyenangkan nya jika aku memiliki anak sungguhan. Tapi apa daya? Kekasih pun tidak punya.

Beberapa kali keluarga ku menegur, entah ibu, kakak, atau bahkan tante. Mereka ingin aku segera menikah karena usia ku sudah kepala tiga. Andai pernikahan semudah akad saja, aku tidak perlu sulit memilih karena mengkhawatirkan kehidupan rumah tangga yang berliku. Aku pun menyampirkan rambut ku ke belakang telinga sambil menatap sekitar. Ada sesuatu yang menarik pandangan ku, Dio, pria itu sedang makan sendirian.

Sempat ku dengar dari Sarah bahwa istrinya sekarang tinggal di Bali. Pernikahan yang menyedihkan, itulah mengapa aku khawatir akan sebuah pernikahan. Toh siapa yang harus ku nikahi? Haha. Bibir ku tertarik membuat sebuah senyuman, Dio baru saja menatap ku sambil tersenyum. Ternyata ia mengenali ku! Hey ya pasti! Aku kan penulis yang berlangganan menerbitkan buku di perusahaan nya.

-

Kembali ke Itali dan hari dimana aku memiliki masalah dengan Baskara. Akhirnya aku pun memutuskan untuk pulang ke apartemen di keesokan hari nya. Dengan wajah datar aku menempelkan kartu kunci apartemen ku, ada Baskara dan Leo yang menyambutku dengan tatapan terkejut.

"Kamu kemana aja?" Baskara menghampiri ku dengan khawatir, ia memegang kedua bahu ku dengan lembut sementara aku tidak perduli dan lebih memilih menatap Leo.

"Tadi gue ke flat lo, gak ada orang." Tentu ini bukan jawaban untuk pertanyaan yang baru di lontarkan Baskara.

"Iya, sepupu gue emang lagi main. Terus gue ke sini abis nganterin data kantor yang error..." Aku melepas genggaman Baskara pada bahu ku dan memilih untuk memberikan kunci mobil pada Leo. Bolu pisang ku masih di atas meja pantry, hanya di sentuh sedikit.

"Boleh tinggalin gue berdua sama Baskara gak?" Pinta ku secara tidak langsung.

"Oh oke!" Leo pun bergegas meninggalkan flat kami. Aku pun menarik nafas dalam, lalu menghembuskan nya.

"Aku mau mandi dulu..." Kalimat ini mampu membuat jantung Baskara berdebar dengan kuat. Walaupun masalah kantor sangatlah besar, tapi sidang dari ku lebih menyeramkan untuk sekedar di tebak.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Dear My Last, Where stories live. Discover now