BAB 3

59 8 0
                                    

Selamat membaca!
.
.
.
Hari sudah mulai gelap, dan Andrea masih tetap berada di sekolah bersama yang lainnya. Sebenarnya untuk pulang sudah diperbolehkan sejak tadi, namun disebabkan tanggungnya pekerjaan akhirnya mereka memilih menunda pulang dan menyelesaikannya sekarang juga agar besok pekerjaan lain dapat mereka kerjakan pula.

Ponsel Andrea yang sedari tadi bergetar menandakan adanya telepon masuk sama sekali tak ia hiraukan. Tanpa melihat id callernya pun, ia sudah tau itu siapa. Siapa lagi kalau tak bukan adalah Mamanya sendiri. Dan bisa ia tebak kalau tujuan sang Mama meneleponnya adalah agar segera pulang.

"Itu, hp lo bunyi." ujar salah satu dari mereka mengingatkan.

Andrea menganggukkan kepalanya. "Iya, tau."

"Jadi kalau lo tau, kenapa gak diangkat?"

"Palingan orang rumah." cueknya tetap melanjutkan pekerjaan.

"Yah, angkat dong. Kalau lo gak mau ngasih kabar gini, orangtua lo bakalan khawatir."

Andrea berdecak. Lantas ia mengambil ponselnya ia letakkan sembarangan di atas meja. "Halo, Ma.." "Iya, ini bentar lagi kok." "Gak usah." "Iyaaa." "Hm." "Iya, Mamaaa.. Eh udah dulu yah Ma, bye!"

Dan tanpa menunggu persetujuan dari sang Mama, Andrea langsung memutuskan sambungan secara sepihak dan memasukkan ponselnya ke dalam tas sandang yang ia bawa. Dan kembali bekerja.

Beberapa saat kemudian, akhirnya pekerjaan mereka selesai. Setelah membereskan semua barang-barang yang mereka gunakan tadi, barulah mereka pulang.

"Kita deluan yah, Re!"

Andrea mengangguk kemudian melangkah sendirian menuju halte untuk menunggu taksi online yang tadi ia pesan ketika di perjalanan menuju kesini. Kendaraan yang berlalu lalang menjadi bahan perhatian Andrea untuk saat ini.

"Butuh tumpangan?" Suara deru motor diikuti suara seorang pemuda membuat Andrea menoleh.

"Eh!" Lagi-lagi Andrea terkejut saat tau siapa yang menawarinya tumpangan. "Gak usah, kak. Tadi udah pesan taksi kok."

"Taksinya mana?" Dave celingak-celinguk mencari taksi yang dimaksud Andrea.

"Ngg.. itu lagi di perjalanan mau kesini kak."

Dave mengangguk-anggukkan kepalanya. Saat ia ingin menarik gas motornya, ia teringat sesuatu. "Eh, tapi mending lo gue yang anterin. Udah malam juga. Takutnya terjadi apa-apa."

"Makasih kak, gak usah." tolak Andrea halus.

Dave menggelengkan kepalanya. "Enggak-enggak. Lo itu perempuan, gue gak mau terjadi sesuatu yang gak diinginkan." kekehnya.

Saat Andrea ingin menjawab, suara klakson terdengar membuat perhatian keduanya teralih. Dan ternyata taksi yang telah dipesan oleh Andrea kini sudah sampai. "Taksinya udah datang, kak. Makasih buat tawarannya, aku deluan yah kak."

"Engga! Sekali gue bilang enggak yah enggak." tegas Dave kemudian menuruni motornya dan berjalan menuju taksi tersebut. Antara Dave dan supir taksi pun melakukan interaksi. Setelah Dave mengeluarkan uang dari dompetnya dan memberikan ke supir taksi itu, akhirnya taksi itu melaju pergi.

"Kak, itu taksinya." Andrea menunjuk taksi itu dengan wajah memelas.

Dave mendengus. "Kan udah gue bilang, gue yang anterin. Paham bahasa Indonesia kan?"

"Tapi kak, aku takut ngerepotin." dalih Andrea.

Mendengar jawaban Andrea, pemuda itu menatap Andrea tajam. "Gue gak nerima alasan apapun dan gue juga gak nerima penolakan. Paham?"

Dear You,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang