Selamat membaca!!
.
.
.Jam sudah menunjukkan pukul 3 kurang 5 menit yang menandakan beberapa menit lagi bel pulang akan berbunyi, namun Andrea masih belum sadarkan diri. Gadis itu tertidur di atas brankar UKS dengan selimut yang membalut sebagian tubuhnya. Disisi ranjang tempat Andrea berbaring, terdapat Dave yang menatap gadis itu dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
Yang jelas, Dave tetap setia menemani gadis itu disini. Bahkan, ia rela membolos pelajaran saking khawatirnya. Tadi teman-teman Andrea sempat datang dan menawarkan diri untuk menjaga Andrea, tapi Dave menolak.
Tentang bagaimana ia bisa menemukan Andrea di ruang musik, ia sendiri tak mengerti. Nalurinya mengajaknya kesana padahal tadi ia sedang berkumpul bersama teman-temannya.
Walau Andrea tak pernah bercerita padanya, Dave paham kalau gadis itu sedikit mengalami gangguan psikis. Yang bisa ia simpulkan adalah kalau Andrea sedang mengalami masa-masa berat.
Dan karena itu, rasanya Dave jadi memiliki keinginan untuk menjaga Andrea. Bukan karena iba. Intinya, ia sendiri berjanji dalam dirinya akan membantu Andrea keluar atau bahkan melupakan sesuatu yang membebani pikirannya. Maka dari itu, sejak kejadian di rooftop, ia jadi lebih bertekad untuk mendekati Andrea.
Dan akhirnya mereka menjadi dekat. Bahkan mereka kadang menghabiskan waktu bersama dengan guyonan dan candaan yang menghangatkan suasana. Namun kerap kali ketika Andrea sedang berkumpul bersama temannya, Andrea bersikap acuh. Seperti tadi pagi.
Tapi sebelum kejadian di rooftop, Dave juga pernah selalu berusaha mendekati Andrea. Jujur, ia sendiri juga tak paham alasannya. Antara ia penasaran dengan Andrea yang selalu menjauhinya atau mungkin karena ada unsur lainnya, entahlah!
Yang pasti, saat Andrea mulai tampak terbiasa dengan kehadirannya, Dave sendiri merasa senang. Ketika melihat Andrea tertawa atau tersenyum karenanya, Dave merasa hatinya menghangat. Ketika melihat ekspresi kesal Andrea, ia sendiri merasa gemas. Dan ketika melihat Andrea bersedih, apalagi sampai meneteskan air mata, Dave juga ikut merasakan kesedihannya. Sebelumnya, ia belum pernah merasakan hal yang begini. Jadi, ia bingung atas dasar apa perasaannya ini.
"Aku kenapa disini?"
Lamunan Dave langsung buyar, pemuda itu menatap Andrea yang telah sadarkan diri. Langsung saja ia beranjak dari kursinya berjalan mendekat ke arah Andrea. "Lo di UKS."
Sejenak Andrea terdiam mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Ia ingat. Ingat saat ia tiba-tiba berada di ruangan musik dengan memori yang menghantuinya sampai ia menangis histeris, dan Dave datang menariknya ke pelukan pemuda itu. Setelah itu pandangannya memburam, dan ia tidak ingat lagi setelah itu.
"Tadi lo pingsan, makanya gue bawain ke sini." lanjut Dave. "Kata Pak Eru, lo kecapean." Pak Eru adalah dokter yang ditugaskan untuk bertugas di UKS sekolah.
"Kak, haus." keluh Andrea dengan suara parau tak ingin membahas lebih lanjut perihal ia yang bisa berada disini.
"Duduk dulu. Sini, gue bantu." Dave pun membantu Andrea duduk. Ketika Andrea sudah duduk dengan baik, Dave pun melangkahkan kaki ke tempat dimana peralatan untuk membuat teh berada.
"Ini, langsung minum aja. Udah gue campur air dingin." kata Dave kala ia sudah selesai membuatkan teh untuk Andrea dan menyerahkannya kepada gadis itu.
"Makasih, kak."
Dave menganggukkan kepalanya kemudian kembali duduk di kursinya tadi.
"Gimana anak gue yang dikandungan elo?" ucap Dave sambil terkekeh atas kata-kata yang bisa-bisanya keluar dari mulutnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear You,
Jugendliteratur*** Ini kisah tentang, Andrea Mevida. Seorang siswi biasa yang menyukai seorang pemuda yang notabenenya merupakan seorang famous di sekokahnya. Bukan tentang bagaimana ia mendapatkan hati sang pujaan hati, tapi tentang bagaimana ia berusaha merelaka...