BAB 4

64 10 7
                                    

Selamat membaca!
.
.
.

"Ah! Gue males banget nih belajar." keluh Andrea ketika ia baru saja terduduk di kursinya. Ketiga orang gadis yang diantaranya ialah ; Vina, Aliyah, dan Alice yang saat itu tengah terduduk di bangku masing-masing dengan posisi Aliyah yang memutar kursinya agar bisa melihat ke belakang ; ketiganya serentak menengok ke arah Andrea. Mereka sudah terbiasa dengan lontaran kalimat seperti itu dari mulut seorang Andrea.

"Mending lo nikah aja, gih!" balas Aliyah.

"Betul tuh. Jadinya kan lo gak perlu repot-repot lagi sekolah." timpal Vina mendukung Aliyah. Sedang Vina, gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda setuju.

Andrea menghempaskan badannya ke sandaran kursi sembari melipat kedua tangannya di atas dada. "Gue sih sebenarnya rencana begituan, tapi kan calonnya belum ada." balasnya santai.

Aliyah mengangkat satu alisnya. "Tuh pacar lo, si Farhan!"

"Ah iya, si Farhan! Kalian kan udah setahun tuh. Gak sekalian aja married." dukung Vina.

Andrea memutar bola matanya malas. "Uang jajan aja masih dari ortu, gimana mau ngidupin gue entar? Mikir dong!!"

"Cinta." asal Alice membuat ketiga gadis yang mendengarnya tertawa. "Iya, Alice tau Alice selalu salah di mata kalian. Bentar lagi Alice bakal pindah ke kaki kalian, biar gak salah lagi."

Lagi-lagi, perkataan Alice membuat Vina, Andrea serta Aliyah tertawa terpingkal-pingkal. Ekspresi Alice-lah yang membuat ketiga orang itu tertawa.

"PAGI KAWAN-KAWAN GUE YANG TERKASIHI DALAM NAMA PACARNYA SENDIRI!"

Suara itu... tanpa perlu menoleh pun sekelas sudah tau siapa itu. Banyak yang terkejut sehingga umpatan kesal keluar dari mulut setiap siswa maupun siswi yang tepat pada saat itu berada di ruangan. Bahkan ada yang terang-terangan melayangkan tatapan sinis. Sedangkan si pemilik suara hanya cengar-cengir sembari berjalan menuju ke kursinya.

"Gue kira lo gak ada niat lagi sekolah." ucap Aliyah.

"Siapa? Gue?"

Malas menjawab, Aliyah hanya menggidikkan bahunya.

"Sebenarnya gue gak niat lagi sekolah, kalau ortu gue gak maksa yahh dengan senang hati gue gak bakal sekolah kali."

"Yaudah, lo ngapain masih di sekolah ini? Lo tau gak semalem? Hidup kami tentram, aman, dan sejahtera tanpa kehadiran elo." balas Andrea setengah bercanda.

"Kan udah gue bilang, kalau ortu gue gak maksa, sekarang mungkin gue masih di rumah menikmati indahnya dunia tanpa pembully kayak lo-lo semua."

"Pembully? Gue yang mirip sama malaikat gini lo kata pembully?" balas Andrea tak mau kalah.

"Malaikat apaan kayak elo? Iblis iya!"

"Rea! Dira!" Vina menengahi. "Kalian dua bisa gak sih sekali aja gak usah debat? Ngerusak mood pagi gue, tau gak?!"

Alice mengangkat satu alisnya."Wait! Tumben nih melerai, biasanya ikut berdebat."

"Ah, serba salah gue." kesal Vina.

"Enggak, gue ngerasa aneh aja." ujar Alice.

"Lagi tobat dia." kekeh Andrea.

"Soalnya kan besok dia ikut debat capres sama cawapres tuh. Lagi nabung debat kayaknya." timpal Dira.

Tawa kembali terdengar. Sedangkan yang ditertawai hanya memasang wajah kecut.

Dan, tawa mereka terhenti kala seseorang menghampiri mereka. Dan yang pertama menyadari kehadirannya ialah Vina. Vina menatap orang itu dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa?" tanyanya dengan sedikit nada tak suka. Dan saat itulah perhatian teman-temannya yang lain teralih pada orang yang menghampiri mereka itu.

Dear You,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang