BAB 7

30 6 0
                                    

Selamat membaca!!!
.
.
.

Jam telah menunjukkan pukul 11.43 wib, namun proses belajar mengajar di SMA Nusa Bangsa masih saja belum dimulai. Banyak siswa-siswi yang menyebar di segala penjuru sekolah dan melakukan aktivitas masing-masing untuk mengisi waktunya. Beberapa murid di antaranya tampak berlalu lalang dan sepertinya sangat sibuk sekali. Mungkin karena hari perayaan ulang tahun sekolah yang akan diadakan besok.

Seperti halnya dengan Andrea, setelah mengantarkan flashdisk kepada Miko, ia langsung mengerjakan pekerjaan lainnya bergabung bersama yang lain.

"... nah, kan setelah itu ada performa dari kak Dave nyanyi, Re lo bisa bantu nyariin teman duetnya gak? Sejauh ini belum ada yang mau. Atau lo bisa nyanyi gak?"

"Hah?" kejut Andrea. Ia?

Jeni menganggukkan kepalanya. "Iya. Kan lo dekat sama kak Dave, pasti lebih dapat feelnya." mantapnya.

"Feel apaan? Yang ada orang malah nutup kuping kali pas dengar gue nyanyi. Aneh lo.." elak Andrea.

Sebenarnya, yang ia katakan bukan alasannya yang sebenarnya. Andrea punya suara yang terbilang lumayan merdu, tapi ia tak mau bahkan tak ingin lagi untuk bernyanyi di depan umum. Ia punya kenangan kelam tentang itu. Lagipula, ia akan disandingkan berduet dengan Dave, yang benar sajaa! Cuma dekat aja udah bikin jantungnya deg-degan.

"Yah, jadi siapa dong?" lesu Jeni. Gadis itu mengetuk-ngetukkan pulpennya di dagunya sembari berpikir. Sebetulnya, ia sudah mencoba beberapa siswi yang ahli dalam bidang bernyanyi, namun tak satupun yang mau. Ada lah yang udah punya kegiatan, segan, rencana gak bakalan sekolah, dan banyak lagi.

Andrea ikut bantu berpikir. Hingga akhirnya ia teringat Aliyah, yah Aliyah! Ia sering mendengar Aliyah bernyanyi, dan suara gadis itu juga terbilang merdu. Lagipula, dengan cara itu Dave bisa mengenal Aliyah. Dan kemungkinan besar mereka bisa dekat. "Gue punya satu teman, dia bisa nyanyi." ucapnya.

Langsung saja wajah Jeni berseri. "Namanya siapa?"

"Aliyah." jawabnya. Terbersit rasa tidak rela, namun ia tetap berpegang teguh pada solidaritas.

Kening Jeni berkerut. "Yang sering bareng lo itu, yah? Emang dia bisa nyanyi?" ragunya.

"Lo gak perlu risau, dia bisa kok." jawabnya meyakinkan Jeni. "Gue bakalan bujuk dia."

"Seriusan?" Jeni tersenyum lebar. "Please, yah! Gue berharap banget nih sama lo."

"Iya.."

"Nanti kalau dia bisa, kabari gue secepatnya. Biar mereka ada waktu buat latihan gitu."

👓

"Lo bisa kan Al? Please!!" mohon Andrea. "Lagipula, dengan cara itu lo bisa dekat sama kak Dave. Mau yah?"

"Bukan karena itu. Gue sebenarnya mau, tapi gue malu." keluh Aliyah. Kini, kedua gadis itu tengah berada di dalam kantin bersama ketiga temannya yang lain; Vina, Dira, Raylin dan Alice.

Alice berdecak kesal. "Hallah, terima aja kali. Jarang-jarang tuh lo ada kesempatan duet bareng kak Dave." ujarnya mendukung Andrea.

"Malu itu urusan belakangan." timpal Dira dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.

Alis Vina terangkat satu menatap heran Dira. "Habisin dulu tuh makan baru bicara." cibirnya.

"Suka-suka gue, lah." balas Dira tak mau kalah.

"Apaan suka-suka? Kalau seluruh orang di dunia punya kelakuan suka-suka kayak lo, bisa terbelah ini dunia." jawab Vina.

Dear You,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang