BAB 20

4 0 0
                                    

Selamat Membaca!!!
.
.
.

Bel pulang kini berbunyi nyaring. Dalam seketika, sekolah yang tadinya adem anyem mendadak ricuh diikuti dengan setiap murid yang berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Rasanya, kepenatan selama setengah harian penuh langsung tergantikan kala bel itu berbunyi.

Seperti Andrea yang awalnya memasang ekspresi bete ketika menghadapi penjelasan guru Fisikanya mengenai hukum newton yang sebenarnya tak mampu dicerna oleh otak Andrea. Ia betul-betul tak paham. Bukan karena ia memang lemah dalam pelajaran itu, hanya saja guru mata pelajaran itu seperti merumitkan semua rumus yang awalnya sederhana menjadi bertele-tele. Dan sepersekian detik wajahnya berseri kala suara bel bergema indah di telinganya.

Dengan gerakan semangat, ia membereskan barang-barangnya kemudian ia masukkan ke dalam tasnya. Lalu ia menggendong tasnya itu dan langsung beranjak dari kursinya.

"Nongkrong ke cafe, yuk?" ajak Dira dengan gerakan yang masih memasukkan barangnya ke dalam tas. Lelet! "Gue lagi males di rumah."

"Ayo! Gue bisa pura-pura bilang kerkom." jawab Aliyah dengan antusias.

"Gue sih fine. Kakak gue pergi buat make-over pengantin ke Tangerang, jadi salon tutup." jelas Alice.

Vina tampak berpikir. "Eh kayaknya adek gue gak les deh, gue ikut deh." putusnya.

Karena Andrea yang tak kunjung merespon, Dira menatap gadis itu dengan satu alis yang terangkat. "Re! Lo gimana?"

"Em.. Itu-anu!" Andrea menggaruk pipinya. Ia bingung bagaimana cara menyampaikan kalau ia ada janji dengan Dave. Mau jujur tapi ia ingat Aliyah ada disini. "Gue-gue ha-harus jagain butik. Ah iya! Jagain butik. Nyokap gue mau ngurus opening cabang yang di Kalimantan." dalihnya berbohong. Lagipula, Mamanya sudah melakukan opening sebulan lalu.

Curiga dengan gelagat Andrea, Aliyah memicingkan matanya membuat Andrea semakin salah tingkah. "Kok gue gak percaya, yah?" tanyanya dengan sarat nada interogasi.

Andrea semakin tampak gelisah. "Gue gak bo-bohong, kok. Serius." jawabnya berusaha meyakinkan padahal nada bicaranya saja sudah sangat menunjukkan.

Sebelum Aliyah angkat bicara lagi, Vina langsung menengahi. "Yaudah sih, kalau memang dia harus jagain butik kita bisa apa? Re, gapapa kan kita hangout tanpa lo dulu?"

Andrea bernafas lega kemudian menganggukkan kepala. Dalam hati ia berterimakasih sebesar-besarnya pada Vina. "Iya. Gapapa kok. Eh, gue deluan yah. Nyokap gue daritadi sms-in gue." Lagi-lagi Andrea berbohong.

Setelah mendapat persetujuan dari keempat temannya, Andrea pun melangkah keluar kelas menuju tangga penghubung antara lantai 1 dan lantai 2. Ia pun berdiri disana sambil menatap satu persatu siswa siswi yang berlalu yang dimana rata-rata merupakan kakak kelas.

Hingga ketika sudah hampir sepi, barulah Dave memunculkan batang hidungnya. Andrea tersenyum ke arah Dave yang menatapnya.

Sejenak Dave berbincang kepada teman-temannya kemudian berjalan menghampirinya memisahkan diri dari teman-temannya.

"Gas terus! Jangan kasih kendor." ucap salah satu dari teman Dave kemudian tertawa bersana teman-temannya yang lain.

"Ketemu degem, apa daya yang jones ini?"

"Eh dek, hati-hati sama Dave. Dave kadang kentut sembarangan."

Dave mendelik. "Bacot lu jomblo. Pulang sono, hush hush!" Sontak teman-teman Dave tertawa.

"Ye, belum juga taken udah sombong lo."

"Kalau dia nembak lo, tolak aja dek. Sama gue lebih untung."

"Sialan!" geram Dave menatap nyalang teman-temannya yang terus menggoda ia dan Andrea.

"Selow, Pak Bos! Yang jomblo ini bakalan pulang kok, sans ae."

"Selamat menikmati pdkt tak berujung."

Kemudian mereka pergi meninggalkan Dave yang mendengus. Ia menatap Andrea yang merasa terhibur dengan teman-teman somplaknya. "Teman gue gak ada yang waras, jadi mohon maklum."

Andrea tertawa kecil. "Berarti kakak gak waras juga dong? Secara kan berkawan sama yang gak waras." balasnya menggoda Dave.

"Gue beda." Dave menyisir rambutnya yang mulai panjang ke belakang menggunakan jari-jarinya. "Gue kan dokternya."

"Sok ganteng, anjir." cibir Andrea melihat tingkah Dave yang menyisir rambut ke belakang. Lha? Bukannya memang ganteng?

Dave menunjukkan deretan giginya. "Gue gak ganteng. Tapi tampan." ralatnya.

"Bukannya itu sama aja? Ck ck ck."

"Beda dong."

"Haha, apanya yang beda? Hurufnya?"

"Bukan."

"Jadi? Jelasin jelasin."

"Semacam elo sama gue, beda. Hanya aja disatuin dengan satu definisi. Dan lo mau tau itu definisi macam apa?" Dave menahan senyumnya kala Andrea menggeleng.

Sementara Andrea merasa darahnya berdesir seolah jantungnya memompa darah lebih kuat. Apalagi ketika Dave melontarkan jawabnya.

"Kita beda. Tapi disatukan dalam sebuah definisi yang dinamakan cinta."

Sekejap pipi Andrea memanas. Bibir gadis itu kelu untuk melontarkan balasan. Dave menatapnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Kok diem? Bales kek, berasa ngomong sama patung bernafas gue." keluhnya.

Andrea menelan saliva ludahnya kasar. Tapi ketika kesadarannya sudah terkumpul, ia pun memukul lengan Dave hanya untuk menetralkan degupan jantung yang kian menggila.

"Apaan sih, kak? Gak nyambung!"

👓

"Kita mau kemana, kak?" tanya Andrea kala ia sudah sempurna memasuki mobil kepemilikan Dave. Gadis itu memasang seatbeltnya sambil menatap Dave untuk menunggu jawaban dari pemuda itu.

"Lo maunya kemana?" Dave balik bertanya. Ia mulai menyalakan mesin mobilnya. Dan tak lama kemudian mobil yang mereka naiki melaju meninggalkan kawasan sekolah.

"Dimana-mana hatiku senang." jawab Andrea bernyanyi. Gadis itu tertawa melihat ekspresi Dave yang tampak kesal.

"Gak usah nyanyi. Lo nafas aja false." Dave mencibir. Kata-kata yang barusan ia ucapkan sepenuhnya bukanlah kalimat serius, melainkan sebuah candaan. Beruntung Andrea tidak ngambekan layaknya 'cewek' yang susah diajak becanda dan maunya dipekain mulu. Malah gadis itu tertawa. "Gue seriusan elah. Lo maunya kemana?"

"Mau ke bromo." balas Andrea lagi menirukan iklan jasa travel yang sering muncul di televisi. Gadis itu tertawa.

Perkataan maupun pertanyaan dari Dave yang sedari tadi tak di respon serius membuat Dave gondok. "Gue mutilasi juga lo lama-lama."

"Mutilasi?" Andrea menaikkan satu alisnya. "Makanan ringan sejenis apa itu?" tanyanya pura-pura polos.

"Tau deh. Makin lama lo ngeselin, sumpah."

Andrea tertawa menanggapi. Gadis itu mengambil ponselnya kemudian menyalakan lagu untuk memecah keheningan. Sementara Dave diam dan terus menyetir.

"Re.."

Andrea mendongakkan kepala dari posisinya yang sedari tadi menunduk memperhatikan ponselnya. "Kenapa, kak?"

Tampak Dave seperti menimang. Kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gak jadi deh."

"Dasar labil."

👓

Haloha!!!

Lagi malas ngebacot :V
So, kayak biasa.
Jgn lupa vomment🙏

Dear You,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang