Selamat membaca:)
.
.
.
.
.
Bel pertanda pulang terdengar, dan saat itu jugalah rapat yang sedari pagi diadakan telah berakhir dengan berbagai kesepakatan untuk memeriahkan ulang tahun sekolah. Adapun poin terpenting daripada perayaan tersebut adalah pensi. Untuk segala tetek bengeknya, sudah diputuskan dan akan diumumkan secara keseluruhan besok.Lantas, seluruh peserta rapat langsung meninggalkan tempatnya masing-masing. Termasuk Andrea yang berjalan keluar aula menuju ruangan kelas.
"Lamaa!" seru seorang gadis bertubuh mungil 'Alice' kala melihat Andrea dan Vina yang baru saja datang.
"Protes tuh sama yang bersangkutan, bukan sama gue." balas Andrea tetap melanjutkan langkah ke dalam kelas untuk mengambil tasnya. Begitu juga dengan Vina.
Ketika sudah selesai membereskan barang-barangnya, keduanya pun keluar kelas menyusul 2 orang teman-temannya yang sudah menunggu di depan pintu.
"Udah?" tanya Alice.
"Raylin mana?" Aliyah balik bertanya.
"Ohiya, ngambil tas." balas Vina. "Kita tunggu aja disini, paling sebentar lagi datang." Sehingga, pada akhirnya mereka pun menunggu.
"Tadi kalian ngerapatin apaan sih? Kok sampe pulang sekolah?" Alice sedikit mendongak menatap Andrea dan Vina akibat ukuran tubuhnya yang tidak menyeimbangi antara keduanya.
Andrea menyandarkan tubuhnya di tembok kemudian balas menatap Alice. "Persiapan ulang tahun sekolah." jawabnya seadanya.
"Hanya itu?"
"Jadi apa lagi?"
"Engga, gue terkejut aja. Masa hanya untuk persiapan gitu sampe segitu lamanya?" Alice menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak. "Mau jadi apa kamu kalau udah besar?"
"Mau jadi istri yang berbakti pada suami." Dan saat itu tawa mereka pecah akibat kalimat yang dilontarkan oleh Vina, terkecuali Aliyah yang tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh mereka.
Tapi seketika tawa mereka terhenti kala suara seseorang memanggil nama Andrea. Mereka menoleh dan mendapati seorang pria yang mereka kenal adalah senior Andrea dalam organisasinya. "Kenapa, kak?" tanya Andrea sopan.
"Lo bisa gak lama pulang?"
Alis Andrea bertaut. "Kayaknya gak bisa, kak. Takut Mama nyariin." balasnya tak enakan.
"Kalau pulang dulu, baru balik ke sekolah lagi?"
"Aku usahain, kak." Andrea tersenyum kaku. "Emangnya untuk apa, kak?"
"Kita dimintai perwakilan per organisasi buat nyusun persiapan." Senior tersebut lantas melihat ke arah Vina yang juga ikut mendengarkan. "Kamu bisa? Tapi ngebantu Fitri ngebuat proposal."
Spontan Aliyah dan Alice tertawa sedangkan Andrea gadis itu tersenyum miring. Entah apa masalah diantaranya, yang pasti Andrea muak setiap kali mendengar nama Fitri disebutkan.
"Gak ada kerjaan lain, kak?" nego Vina.
Senior itu menggeleng. "Gak ada lagi. Semua udah kebagian tugas, tapi kalau kamu mau jadi petugas upacara, yaudah."
Upacara... Vina langsung saja menggeleng. Pasalnya gadis itu sudah jera menjadi petugas upacara pada saat hari-hari penting. Ia ingat betul ketika ia menjadi petugas upacara dan dia diharuskan tegak dalam keadaan panas, belum lagi pidatonya mengalahkan panjang rel kereta api.
"Gimana?" tanya senior itu memastikan.
"Gak mau, kak. Yaudah, aku bantu Fitri aja." jawabnya. "Tapi, tunggu pulang dulu yah kak? Sama kayak Rea."
"Iya. Fitri di ruangan yang biasa kita kumpul. Dan, Andrea kalian nantinya kumpul di ruangan OSIS yah.." ingatnya kemudian melenggang pergi untuk mencari anggotanya yang entah kemana.
Sementara Vina, gadis itu merenggut kesal. "Ah! Males banget gue. Lo yang gantiin gue yah Re?"
"Ogah!"
👓
Selepas makan siang, berganti pakaian, serta pamit kepada Mamanya sesuai perintah Andrea langsung pergi menuju sekolah lagi. Dikarenakan tak ada yang bisa mengantarnya, akhirnya gadis itu memilih naik bus. Dan disinilah ia sekarang, terduduk sendiri di kursi penumpang sembari memainkan ponselnya; social media.
"Gue boleh duduk disini?"
Tanpa menoleh, Andrea hanya mengangguk dan menggeser sedikit tempat agar orang itu dapat duduk. Kemudian ia kembali memainkan ponselnya tak peduli dengan orang yang berada di sekitarnya.
"Mau kemana?"
"Seko--" Andrea langsung mengangkat kepalanya ketika tersadar dengan suara itu. Saat tau siapa, Andrea tersentak kaget.
Melihat respon gadis di sampingnya, pemuda itu terkekeh. "Gue seseram itu yah?"
"Engga kok, kak." jawabnya membuang tatapannya ke arah luar jendela. Ia tak ingin pemuda itu sadar jika saat ini ia tengah gugup.
"Jadi, kenapa setiap liat gue, lo kayak ketakutan gitu?"
Tanpa sadar, Andrea menggigit bibir bawahnya. Kini ia merasa speechless tak tau mau berbuat apa.
"Tuh kan, ketebak banget. Lo kayak takut gitu sama gue. Karna kejadian yang itu yah?" tebaknya. "Kalau iya, udah lupain aja. Lagipula gue gak ambil pusing, kan udah terjadi. Mau gimana lagi?"
Andrea tetap diam tak ingin menjawab.
Karena tak kunjung dijawab, pemuda itu menarik dagu Andrea agar balas menatapnya. Namun, yang Andrea lakukan adalah mengalihkan penglihatannya ke arah lain. Mau menepis pun ia segan.
"SMA NUSA BANGSA."
Suara itu menyadarkan Andrea. "Aku deluan, yah, kak." pamitnya beranjak dari bangkunya dan sesegera mungkin keluar dari bus.
Langkahnya yang biasanya santai kini berubah cepat seperti dikejar setan. Ia tak akan tenang sampai ia benar-benar sampai di ruangan OSIS.
Dan akhirnya ia sampai di ruangan OSIS. Disana sudah banyak orang yang mengerjakan tugasnya masing-masing. Sebelum ia benar-benar masuk ke ruangan, seutas senyum terbit di wajah gadis itu. Walaupun tadi ia tampak kalut di depan Dave, yah... pemuda yang di bus tadi adalah Dave, sebenarnya terbersit rasa senang. Sebelumnya, ia dan Dave belum pernah berada dalam jarak sedekat tadi. Belum lagi ketika Dave yang memulai pembicaraan. Dan juga ia tak lupa ketika Dave menarik dagunya lembut.
"Lo Andrea Mevida?"
Lamunan Andrea buyar. Gadis itu balas menatap gadis yang bertanya padanya yang ia kenal bernama 'Clara' yang merupakan salah satu anggota organisasi. "Iya, kak."
"Lo kesana." tunjuknya menunjuk ke arah beberapa orang yang tengah sibuk dengan gunting, kertas warna-warni, dan lem. Lantas Andrea mengangguk dan mulai mengerjakan tugasnya.
👓
Thank's for time, read, and vote:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear You,
Teen Fiction*** Ini kisah tentang, Andrea Mevida. Seorang siswi biasa yang menyukai seorang pemuda yang notabenenya merupakan seorang famous di sekokahnya. Bukan tentang bagaimana ia mendapatkan hati sang pujaan hati, tapi tentang bagaimana ia berusaha merelaka...