Ibarat nyolong pethek, apa yang ada di hadapan Lambung Mangkurat saat ini, benar-benar jauh dari apa yang ia perkirakan sebelumnya. Dia pikir, setelah segala doa dan usahanya, Permaisuri Kerajaan Dipa akan hamil, lalu melahirkan anaknya. Namun, jika seperti ini keadaannya, Lambung Mangkurat akan menerima dengan kerelaan.
Inilah berkah yang telah dipersiapkan oleh alam untuknya. Sang Raja hanya harus merawat dan memberikan limpahan kasih sayang, bahkan semua yang diinginkan oleh si bayi. Sekarang, dia hanya harus berdoa, semoga Datuk Pujung bisa membawa segala persiapan yang dia katakan tadi.
Dia juga meminta Datuk Pujung agar hanya Patih Mandastana, Permaisuri, dan Ratu Kuripan yang mengetahui detail kejadian sebenarnya. Penduduk dan segenap pejabat hanya mengetahui kalau iring-iringan tersebut untuk menjemput Raja mereka di daerah Ulu Banyu.
Raja Lambung Mangkurat tidak akan pernah meragukan bagaimana kesetiaan pengurus istana, mereka pasti bisa membuat 40 jenis makanan dan pakaian serba kuning untuk 40 dayang. Para wanita yang tinggal di wilayahnya juga pasti akan bersedia dengan senang hati untuk ikut andil dalam iring-iringan itu.
Masalahnya adalah … selimut rajutan yang harus diselesaikan dalam waktu setengah hari.
Walaupun dia tahu, yakin dengan segala kemampuan yang dimiliki oleh Ratu Kuripan, tapi dia masih saja khawatir. Impian yang sudah berada di depan mata, bisa saja tidak akan pernah ia gapai karena gagal memenuhi permintaan sang bayi.
Ketika matahari sudah berada di puncak kepala, Ratu Kuripan belum juga tiba di halaman kerajaan. Datuk Pujung bahkan merasa lebih takut kalau Ratu Kuripan tidak bisa membuat selimut permintaan Raja. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, melanjutkan iring-iringan atau tidak, sama saja berarti ia telah gagal.
Setelah melakukan pembicaraan dengan Patih Mandastana, akhirnya iring-iringan tetap dilakukan. Setidaknya, mereka sudah berusaha untuk raja mereka. Namun, beberapa saat sebelum rombongan berangkat menuju ke tempat pertapaan Lambung Mangkurat, Ratu Kuripan datang.
“Apa selimut ini bisa diberikan pada Raja?” tanya Ratu Kuripan sambil menyerahkan selimut itu pada Datuk Pujung.
Datuk Pujung dan seluruh rombongan iring-iringan memberikan hormat pada Ratu Kuripan, setelah itu sang tetua istana menerima selimut Ratu Kuripan. “Bisa, Baginda Ratu. Ini selimut terbaik yang pernah hamba lihat dan pegang.”
Rombongan segera berangkat menuju tempat pertapaan Lambung Mangkurat setelah Datuk Pujung meminta Ratu Kuripan untuk ikut atas permintaan Raja.
Tanpa membuang waktu, setelah rombongan Datuk Pujung tiba, Raja segera memulai ritual. Dia meminta para masing-masing dayang untuk membawa satu jenis makanan, lalu masuk ke dalam air, mengelilingi keranjang bayi.
Ketika ia berhadapan dengan Ratu Kuripan, Raja berkata, “Terima kasih karena sudah bersedia datang untuk kami, Yang Mulia Ratu.”
Ratu Kuripan menarik senyum. Dia memberikan selimut yang dilipat sedemikian rupa kepada Raja Dipa. “Berbahagialah. Terus lakukan kebaikan seperti yang telah engkau lakukan selama ini. Terus menjadi raja yang bijaksana, tidak silau dengan segala berkah yang engkau terima.”
“Terima kasih, Yang Mulia.” Lambung Mangkurat menerima selimut tadi, kemudian dia berucap, “Jika Yang Mulia bersedia, maukah Yang Mulia Ratu membantuku untuk merawat anakku?”
Kesanggupan Ratu Kuripan untuk membantu merawat anak Lambung Mangkurat dengan alasan tidak ada pekerjaan lain di istana, membuat pria itu membungkuk penuh rasa terima kasih. Sekarang, satu-satunya hal terakhir yang harus ia lakukan adalah menjemput bayinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Junjung Buih
Historical FictionAkulturasi April Pseudonyme Community Putri Junjung Buih yes_yez April 2019