11

296 23 0
                                    

Ratu Kuripan bangkit dari posisi berbaring, menatap Putri Junjung Buih yang berdiri di depan pintu kamar dengan raut tak terbaca. Dia bergegas menuju ruang rawat Amba, remaja yang ditolongnya bersama Putri Junjung Buih. Setelah meminta tabib dan dayang istana menjauh dari ruang perawatan Amba, Ratu Kuripan dan Putri Junjung Buih masuk ke sana.

“Apa kau bisa menggerakkan kaki dan tanganmu?”  tanya Ratu Kuripan. Amba mengangguk, dia menggerakkan jari-jari dan mengangkat kaki dan tangannya. “Bisa kau memiringkan tubuhmu sebentar?”

Kali ini, Amba tidak menjawab, hanya menuruti permintaan wanita asing di depannya. Segera, Ratu Kuripan menyingkap kain yang menutupi badan Amba dan benar saja, luka di tubuh bagian belakang Amba perlahan mulai sembuh, terlihat dari luka yang mulai merapat dan hilangnya jejak lebam biru.

“Kau baik-baik saja? Apa kau bisa menjawab pertanyaanku?”

Ya. Amba membuka mulutnya, menyahut tanpa suara—lebih tepatnya, dia ingin bersuara, tapi tak mampu.

Ratu Kuripan mengalihkan perhatiannya pada Putri yang berdiri beberapa meter dari kasur Amba. “Tuan Putri,” panggil Ratu Kuripan saat melihat anak itu berbalik dengan wajah tanpa ekspresi, meninggalkan ruang rawat.

“Itu adalah efek samping dari obat untuk menyembuhkan lukamu. Istirahatlah, Amba.” Itulah kalimat terakhir yang diucapkan Ratu Kuripan sebelum keluar dari kamar dan meminta tabib membuatkan ramuan untuk Amba.

Meski bingung dari mana wanita tua itu tahu namanya, Amba tidak bisa mengajukan banyak pertanyaan karena tubuhnya masih terasa lemah, belum lagi rasa terbakar di bagian leher. Amba memilih untuk menarik tapih yang ia gunakan sebagai selimut dan mencoba untuk tidur lagi.

Dia tidak akan pernah bisa bicara lagi,” ucap Putri saat Ratu Kuripan menemuinya di kamar.

Ucapan tersebut menggema di dalam kepala Ratu Kuripan, hal yang membuatnya mengangguk. Dia melangkah menuju jendela besar yang ada di samping kasur tempat Putri duduk. “Beruntung dia tidak mati.” Saat berdua seperti ini, Ratu Kuripan lebih sering bicara secara langsung daripada berkomunikasi melalui telepati, baginya kesunyian juga tidak terlalu menyenangkan.

“Apa yang akan kau lakukan setelah ini?” Ratu Kuripan bertanya. Daripada memerintah dengan bahasa halus pada Putri Junjung Buih, seperti yang biasa dia lakukan pada orang lain, Ratu Kuripan lebih sering bertanya lebih dulu pada Putri Junjung Buih.

Ya, Ratu Kuripan tahu. Ini akibat dari kekuatan Putri yang masih belum sempurna. Kekuatannya memang bisa menyembuhkan dengan cepat, tapi kemudian menyiksa makhluk hidup yang ia sentuh.

Kejadian ini juga pernah terjadi dulu, saat Putri mengasihani seekor kelinci yang kakinya patah dan membusuk. Putri menggendong kelinci tersebut, hanya beberapa jam, kelinci itu sembuh. Namun, esoknya, hewan yang tinggal dibawa Putri ke Kerajaan Kuripan tersebut mati.

Putri Junjung Buih menatap dinding kamar yang terbuat dari tanah dan batu. “Aku akan mengirimkan beberapa orang untuk pergi ke Daha dan membuat kasus Amba dilihat oleh kerajaan.”

Jika kebanyakan orang akan lupa untuk berterima kasih atas berkah yang telah diterima, hal itu tidak berlaku untuk Lambung Mangkurat. Tidak ada istilah menabrak gunung, menggarami laut, untuk Raja dari Kerajaan Dipa. Lambung Mangkurat memang dilayani oleh rakyatnya, tapi dia juga melayani rakyat.

Kasus Amba segera ditangani oleh pihak kerajaan setelah kabar kalau saudagar di Negeri Daha itu membunuh dan menyiksa budak-budaknya. Saudagar kaya itu dihukum dan harus membayar denda pada Amba.

Aku ingin Amba menjadi dayang pribadiku.

Lambung Mangkurat sempat mempertanyakan permintaan anaknya, tapi jawaban yang diterima hanyalah keinginan Putri untuk memiliki dayang. Amba dipanggil ke balai utama kerajaan setelah Raja mengiyakan permintaan Putri.

“Aku ingin kau menjadi dayang pribadi untuk anakku, Putri Junjung Buih. Bagaimana menurutmu?” tanya Lambung Mangkurat pada Amba, sehari setelah si pelaku diadili.

Amba yang duduk bersimpuh di depan singgasana Raja mengangkat wajah, tatapannya tertuju pada Raja, beberapa saat kemudian, dia mengalihkan pandangan pada Putri Junjung Buih. Terkejut atas permintaan yang diungkapkan Raja.

“Aku tahu kalau kau sudah tidak memiliki tempat untuk didatangi, begitu juga dengan kerabat. Jadi, alangkah baiknya kalau kau tinggal di sini.” Ucapan Lambung Mangkurat menjadi akhir dari rasa terkejut dan kebingungan yang mendera Amba. Dia langsung menyadari statusnya sekarang, gadis sebatang kara.

Putri Junjung BuihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang