Sejenak, Dama ingat kalau beberapa bulan sebelumnya, Pangeran Suryanata pernah berkata kalau dia mendapat sebuah mimpi. Mimpi yang menurut Pangeran Suryanata begitu nyata. Dia bahkan ingat setiap detailnya, mulai dari pakaian yang digunakan oleh Putri Junjung Buih, bahasa tubuhnya yang anggun, juga … badai besar yang membuatnya harus melompat ke laut untuk menyelamatkan nyawa pengikutnya.
Sabung selepas hari petang. Diminta agar tidak terlalu banyak berpikir dan segera melakukan apa yang Pangeran Suryanata perintahkan, Dama langsung memanggil beberapa prajurit untuk membawa pangeran ke luar kabin kapal. Kini, dia hanya bisa menguatkan hati.
“Aku akan tetap menemui Raja Lambung Mangkurat walaupun Pangeran tidak selamat.”
Membantu Pangeran Suryanata untuk berdiri dengan kakinya—yang hanya sebatas lutut—di tepi kapal, dalam hati Dama memanjatkan doa, semoga tuannya bisa selamat. Pangeran Suryanata memiliki ilmu tenaga dalam yang jauh lebih tinggi dari dirinya, begitu juga dengan ilmu bela diri, Dama mengakui hal itu. Namun, untuk menantang badai seperti ini, membuat Dama meragu kalau Pangeran dari Kerajaan Majapahit itu bisa selamat.
Dalam hitungan detik, Pangeran Suryanata melompat dari tepi kapal. Dama mencengkram pagar tepian kapal saat melihat tuannya tenggelam dalam lautan berombak. Menit berlalu begitu cepat. Tidak ada tanda-tanda kemunculan dari pangeran, membuat Dama segera berteriak, memerintahkan semua orang untuk turut membantu awak kapal. Mereka harus selamat.
Ketika seluruh penumpang dan para awak berusaha setengah mati untuk menghindari pusaran air, gerbang kematian yang sedari tadi menganga lebar di depan mata mereka secara tiba-tiba berhenti. Badai besar itu hilang tak bersisa. Bahkan pusaran air di depan kapal mereka tadi, lenyap.
Perubahan keadaan yang begitu mendadak, tak membuat para penumpang dan awak kapal bersorak, tapi takjub. Kehadiran seorang pria di atas air—berdiri dengan kakinya sendiri di atas air—membuat mereka terpesona.
“Pangeran ….” Dama bergumam.
Pangeran Suryanata tidak menoleh ke arah kapal sama sekali, dia segera melanjutkan perjalanannya menuju ke daratan. Sadar kalau mereka harus bergegas, Dama kembali meminta awak kapal untuk segera melanjutkan perjalanan.
Sementara itu, Putri Junjung Buih menarik sudut bibir saat tahu kalau badai yang ia kirimkan untuk Pangeran Suryanata berhasil dihentikan. Langit kembali cerah seperti sebelumnya, biru tanpa awan.
“Kau mengujiku?”
Suara pria dari belakang Putri Junjung Buih membuat si wanita berbalik, menghadap seseorang yang baru saja tiba di sana. Senyum simpul masih menghiasi wajah yang selama ini tidak pernah berekspresi.
Putri melangkahkan kaki, mendekati Pangeran Suryanata. Berbicara tentang apa yang telah ia lakukan tadi, Putri Junjung Buih cukup puas karena pria di depannya ini tidak membutuhkan banyak waktu untuk keluar dari badai hasil perbuatannya.
“Pangeran juga melakukannya padaku,” ucap Putri Junjung Buih, tepat setelah senyum menawan miliknya hilang dari bibir.
Pangeran Suryanata mengerutkan dahi, takjub dengan kemampuan Putri Junjung Buih yang baru dia saksikan saat ini. Dia menguji seorang putri dari Kerajaan Dipa dengan tubuh cacat, tapi dibalas menggunakan badai yang bisa membunuh puluhan orang di lautan sana.
“Aku tidak menyangka kalau kau berkomunikasi dengan cara seperti ini.”
Kalimat basa-basi Pangeran Suryanata tidak ditanggapi oleh Putri Junjung Buih. Wanita itu memilih untuk kembali melangkah, menyusuri jalan setapak yang di setiap sisinya ditumbuhi rumput-rumput hijau, menuju ke balai utama kerajaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Junjung Buih
Historical FictionAkulturasi April Pseudonyme Community Putri Junjung Buih yes_yez April 2019