21

218 20 1
                                    

Mereka hanya perlu mengikuti Patmaraga dan Sukmaraga.”

Ucapan Putri Junjung Buih diangguki oleh Ratu Kuripan. Sekarang, Patih Kerang memang belum mendapatkan bukti nyata atas kecurigaannya, tapi Ratu dan Putri tahu kalau mereka hanya perlu menunggu sampai bukti itu muncul.

Patmaraga dan Sukmaraga akan menuntun mereka pada bukti-bukti keterlibatan keduanya pada peristiwa ini.

Elok buruk dan busuk anyir. Putri Junjung Buih meyakini kalau ini adalah masa di mana kejayaan Kerajaan Dipa mengalami kemalangan setelah hidup dalam kesenangan selama bertahun-tahun.

Hampir seluruh penghuni istana sudah tahu kalau Dayang Amba disebut sebagai pengantar ramuan racun itu. Mereka juga sangat tahu kalau Dayang Amba selalu membantu Putri Junjung Buih di balai pengobatan. Namun, Putri tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Penghuni istana lain tidak akan bisa menyentuhnya, begitu juga dengan Dayang Amba.

Putri tidak memberikan penjelasan apa pun pada Dayang Amba. Dayang Amba masih saja melakukan hal yang biasa dia lakukan, seperti membantu Putri membuat ramuan, memasak makanan di dapur, membantu Putri di kamar pribadinya, dan kegiatan lainnya.

Dayang Amba merasa tidak berhak untuk bertanya. Tidak dijebloskan ke penjara saja, sudah suatu berkah yang harus dia syukuri. Dia tahu kalau semua orang mengawasinya, takut kalau si penjahat ini kabur.

Beruntung karena Patih Mandastana menjadi orang yang membelanya dengan berkata, "Selama penyelidikan belum berakhir dan keputusan sidang belum diambil, Dayang Amba bukan pelakunya."

Merasa kalau apa yang dilakukan Patih Kerang selama mengikuti kedua saudara kembar masih sesuai dengan perkiraan mereka, Ratu Kuripan menyinggung hal lain pada Putri. “Tentang pertapaanmu?”

Mengalihkan topik obrolan, Ratu Kuripan menanyakan mengenai penglihatan yang Putri Junjung Buih dapatkan saat dirinya bertapa.

Diingatkan dengan pertapaan dan apa yang dia dapatkan dari pertapaan tersebut membuat Putri harus mengingat kalau dia tidak  bisa mengutarakan segalanya pada Lambung Mangkurat.

Dalam pertapaan yang Putri lakukan di istana Kerajaan Kuripan, Putri melihat kalau akan ada utusan dari Kerajaan Majapahit yang datang untuk meminang Putri Junjung Buih. Di sanalah Putri meyakini, bahwa seseorang yang berasal dari Majapahit itulah pasangan hidup yang telah ditakdirkan untuknya.

Sayangnya, dia tidak bisa mengutarakan hal itu pada Lambung Mangkurat. Masalah negara harus lebih didahulukan.

Benar saja, hanya berselang sepuluh hari setelah Patmaraga dan Sukmaraga meninggalkan istana untuk mengusut peristiwa kematian mendadak di Muara Bahan, mereka kembali dengan membawa seorang tawanan.

Patmaraga dan Sukmaraga menampilkan senyum miring yang tak pernah luntur dari wajah kokoh mereka, seolah menegaskan bahwa mereka telah berhasil menjadi pahlawan--menyelamatkan dayang kesayangan Putri dari jerat hukuman dan menarik perhatian Putri Junjung Buih.

Kedatangan mereka disambut meriah oleh penduduk negeri. Pelaku yang memberikan racun pada warga Muara Bahan ditangkap dalam waktu singkat oleh kesatria-kesatria Kerajaan Dipa.

Hal tersebut tentu membuat Dayang Amba bisa menarik napas lega. Merasa beruntung karena kedua anak Patih Mandastana bisa mengungkap kebenaran.

Putri Junjung Buih mengenali wanita yang dibawa Patmaraga dan Sukmaraga. Wanita itu tengah bersujud di depan singgasana Raja Dipa, di hadapan Permaisuri dan Ratu Kuripan, serta patih dan hakim kerajaan.

"Namanya Galuh Uwah. Penduduk daerah Muara Bahan," ucap Patmaraga dengan suara berat. "Karena dia berasal dari daerah tersebut, dia lolos dari penyelidikan sebelumnya."

Putri Junjung BuihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang