Sama seperti saat Putri Junjung Buih menolak pria-pria lain yang datang untuk meminangnya, dia jelas menolak pinangan dari Patmaraga dan Sukmaraga. Putri tahu, kalau Lambung Mangkurat harus menahan diri karena terus-terusan menolak pinangan banyak orang, belum lagi kalau mereka adalah orang-orang terdekat, seperti kedua saudara kembar, para keponakannya.
Meskipun mereka jarang bertemu, tapi hal tersebut tidak menutup ketertarikan dari Patmaraga dan Sukmaraga pada Putri Junjung Buih.
“Aku tidak bisa, Baginda Raja.” Penolakan ini memang sudah diprediksikan oleh Lambung Mangkurat, tapi mengingat bagaimana cara kedua keponakannya mau membuktikan kesungguhan hati dengan sebuah pengorbanan, membuatnya sedikit menaruh harapan.
Mengetahui harapan Lambung Mangkurat, mau tak mau, Putri merasa kalau dia harus mengatakan alasan kenapa dia tidak bisa menerima pinangan tersebut, “Maafkan kelancangan hamba karena mengatakan hal ini, Abah, tapi Abah harus tahu, kalau aku sedang mengumpulkan bukti keterlibatan mereka dari peristiwa keracunan yang membunuh warga di Muara Bahan.”
Mendengar penuturan tersebut, sontak saja Raja Lambung Mangkurat bangkit dari posisinya. Untuk beberapa saat, balai utama kerajaan yang hanya diisi oleh ayah-anak ini didera kesunyian.
Lambung Mangkurat menarik napas, sudut hatinya seolah dilukai oleh benda tak kasat mata. Patmaraga dan Sukmaraga adalah keponakannya. Dia memiliki kebanggaan tersendiri saat mengetahui bagaimana dua saudara kembar itu menjadi salah satu kesatria handal di kemiliteran, tapi mengetahui hal ini dari Putri Junjung Buih, membuatnya kecewa.
Di luar bagai madu, di dalam bagai empedu. Putri Junjung Buih memang tidak mengatakan kalau Patmaraga dan Sukmaraga adalah pelaku yang membunuh warga, tapi secara tidak langsung, mereka juga turut andil.
Mengingat bagaimana rasa bahagia saat melihat Patmaraga dan Sukmaraga lahir ke dunia, saat Lambung Mangkurat menggendong kedua keponakannya, tanpa sadar dia pasti akan menutupi keterlibatan kedua saudara kembar tersebut. Namun, kejahatan tetaplah sebuah kejahatan.
“Lakukan yang terbaik menurutmu,” ucap Lambung Mangkurat pada akhirnya. Dia tetap memercayai anaknya. Putri Junjung Buih pasti tahu apa yang harus dilakukan. Perlahan, Lambung Mangkurat kembali duduk di singgasananya sambil menghela napas. Terlihat jelas kalau beban yang dia tanggung semakin berat, tapi setidaknya, Lambung Mangkurat mampu mempersiapkan diri atas kejadian ini.
Putri memutuskan untuk kembali ke kamarnya saat menyadari kalau Ratu Kuripan tiba di istana Kerajaan Dipa, memberi ruang pada nenek dan ayahnya untuk bertemu. Setelah mereka selesai bicara, Putri akan menemui Ratu Kuripan di ruang istirahatnya.
Siang sudah berganti malam ketika Putri Junjung Buih masuk ke ruang istirahat Ratu Kuripan. Menundukkan kepala untuk memberi hormat, Putri Junjung Buih mendapati raut tak nyaman dari wajah Ratu Kuripan. Wanita bertubuh tinggi langsing dengan kerutan tua itu menepuk sisi ranjangnya, meminta Putri untuk duduk di sampingnya dan langsung dituruti Putri.
“Patih Kerang sudah mencurigai ada gelagat aneh dari Patmaraga dan Sukmaraga. Mereka terlihat mengentengkan penyelidikan kejadian ini, tidak sibuk seperti apa yang biasa mereka lakukan,” ucap Ratu Kuripan.
Sebelum Putri Junjung Buih kembali ke Kerajaan Dipa, dia meminta Patih Kerang dan beberapa prajurit terbaiknya untuk mengikuti Patmaraga dan Sukmaraga ke mana pun mereka pergi. Perintah itu cukup membuat Patih Kerang memiliki banyak pertanyaan di dalam hati, tapi tugas itu tetap dia jalankan. Kini, dia mampu menyimpulkan sesuatu setelah tahu duduk masalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Junjung Buih
Historical FictionAkulturasi April Pseudonyme Community Putri Junjung Buih yes_yez April 2019