Chapter 10

405 14 0
                                    

***

Ashleen menapaki lantai apartemennya. Ia mengedarkan pandangan. Abraham mengikuti langkahnya, pertama kali berkunjung ke tempat tinggal putri semata wayangnya. Sean membiarkan keduanya beradaptasi. Dia melangkah pelan di belakang Abraham.

Ashleen mengangguk-angguk.
"Hmm..tidak ada yang berubah, kecuali..." kalimatnya terhenti. Tangannya meraih pigura kecil di meja samping sofa.

Abraham mengerutkan kening. Sean membuka mulut hendak bicara tapi diurungkannya.

Terlambat. Sean lupa menyingkirkan foto dirinya dengan Ashleen di pigura itu.

Ashleen berbalik badan, ia tersenyum menatap Sean.
"One prove ." ujarnya.

Abraham menyambar pigura itu. Ashleen terkekeh karenanya. Terlebih saat mendapati Abraham melotot pada Sean. Pasalnya di foto itu Sean tengah memangku Ashleen sambil mencium sudut bibir Ashleen yang wajahnya menghadap kamera. Dari sudut pandang, sepertinya Ashleen yang memegang kamera.

Sean cuma nyengir salah tingkah.

Ashleen masuk memeriksa kamarnya. Lagi-lagi memang tidak ada yang berubah. Ashleen tertunduk. Ia menggigit bibir. Airmukanya tegang. Ia sudah ingat. Semuanya. Semua. Dari sejak kemarin berciuman dengan Sean, ia sudah ingat.

Semuanya seperti air bah yang menghempas taman bunga. Sean punya andil besar dalam hidupnya kini.

"Are you, ok?" Suara Sean terdengar di belakangnya.

Ashleen membalikkan badannya. Ditatapnya Sean.

"Aku ingin ke New York." ucap Ashleen tegas.

Sean tercengang. Abraham sendiri cepat menghampiri. Wajahnya khawatir.

"Ashleen.. kamu tidak bisa.."

"Dad, please..." potong Ashleen cepat. Menatap Abraham.

Sean hanya diam. Ini bukan waktunya dia bicara. Abraham lebih berhak atas Ashleen selaku ayahnya.

"Pikirkan dulu baik-baik, sayang..." ucap Sean mendekat. Lalu mengecup kening Ashleen, isyarat dia akan menerima keputusan apapun.

Sean berpaling pada Abraham. Memberi kesempatan pada mereka untuk berbicara sebagai ayah dan anak. Abraham mengangguk pelan. Sean lalu pamit sebentar keluar.

Ashleen memandangi arah Sean pergi. Abraham memandang putrinya itu, tatapan memohon.

"Jangan terburu-buru, sayang...pikirkan baik-baik apa yang akan kamu lakukan..." ucap Abraham lembut.

Ashleen menghela napas. Menatap kosong ke lantai.

"Aku tak bisa hidup disini, Dad..." ucapnya pelan.

Abraham serta merta merangkul kepala Ashleen. Mendekapnya penuh kasih.
"Maafkan Daddy, Sayang...seharusnya ini tidak terjadi padamu.." ucap Abraham penuh sesal. Suaranya bergetar.

Ashleen memegangi lengan ayahnya itu.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Dad.. ini juga bukan salah siapa-siapa..." Ashleen menghela napas.

Dilepaskannya dekapan Abraham. Ditatapnya mata ayahnya itu.
"Aku ingin meninggalkan semuanya disini, Dad..." kata Ashleen menggenggam tangan Abraham.

Abraham menghela napas tidak rela.
"Tidak bisakah kamu ikut ke California? Ada Bibi Mel disana bisa merawatmu, juga Daddy bisa sepenuhnya menjagamu, sayang..." bujuk Abraham.

Ashleen menggeleng, ia tersenyum.
"Dad, aku sudah dewasa...maaf, tapi...aku bukan putri kecilmu lagi..." Ashleen memalingkan muka disaat terakhir kalimatnya.

Pure Girl ( OnGoing-Revisi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang