Chapter 26

115 5 4
                                    

***

Penyelidikan internal dilakukan secara diam-diam oleh pihak kepolisian atas laporan Hannah O'Connor beserta para gadis yang menjadi korban pelecehan Eddi Razak. Bukan rahasia lagi jika pria paruh baya itu punya koneksi dimana saja, dan bisa saja dia melarikan diri atau melakukan pembelaan jika mengetahui ada laporan kasus pelecehan atas dirinya.

Ternyata hasilnya sangat mengejutkan. Sudah sejak lama perilaku Eddie Razak menjadi rahasia umum di kalangan model. Bahkan ada model senior dan sudah keluar dari kontrak Victoria yang turut menjadi korbannya.

Hannah mengurut pelipisnya. Berita mengenai petinggi Victoria memang tidak berpengaruh besar bagi agensinya. Dia hanya menyesalkan ada beberapa anak didiknya turut menjadi korban. Dia merasa seperti seorang ibu yang lalai menjaga anak-anaknya.

Sean muncul dari arah pintu. Dia menghela napas mendapati ibunya tengah menunduk memijit-mijit pelipisnya.

"Lunch?" sapa Sean seraya bergerak ke belakang kursi Hannah. Memijat bahu ibunya itu dengan lembut.

Hannah menarik napas dalam. Bersandar memejamkan mata menikmati pijatan di bahunya.

"Bawakan aku kopi." gumamnya.

Tangan Sean terhenti.
"No coffee." ujarnya.

Hannah menghembuskan napas malas. Kepalanya sedang berdenyut tak karuan. Dia butuh kafein.

Sean memeluk kepalanya. Membuat wanita itu terpejam menyandarkan diri.

"Semuanya akan baik-baik saja. Jangan khawatir." bisik Sean mengusap bahu Hannah.

Hannah mengangguk tak bersemangat. Meski begitu dia tersenyum menatap Sean. "Thank you." ucapnya pelan.

"How's Ashleen? Aku dengar dia sempat diteror." tanya Hannah kemudian.

Sean menghela napas, menganggukkan kepala. Dia duduk ditepian meja menghadap ibunya.

"Dia gadis yang tahan banting. Dia baik-baik saja." kata Sean tersenyum menenangkan ibunya itu.

Hannah mengangguk. Ikut merasa lega mendengarnya. Tapi lalu dia mengerutkan kening melihat raut wajah Sean yang berubah muram.

"Apa ada masalah diantara kalian?" tanya Hannah dengan hati-hati.

Sean tampak terperanjat, lalu menoleh. Sebentar dia hanya menatap Hannah, seperti ragu-ragu.

"Sean?"

Sean beringsut, berlutut di bawah kaki Hannah. Dia meraih tangan Hannah.

"Sepertinya kami harus segera menikah." ucapnya tersenyum tipis.

Hannah bukannya gembira, wajahnya mengkerut, tersenyum nampak curiga. Ditatapnya putranya itu.

"Ada apa, Sean?" tanyanya lembut.

Sean tertawa kecil, menutupi kegelisahannya yang justru Hannah sadari.
"Tidak ada. Hanya saja, aku tak ingin membuatnya menunggu terlalu lama." ucapnya berkilah seraya memalingkan wajah, menghindari tatapan Hannah.

Hannah diam. Dia nampak tidak puas dengan jawaban Sean. Tapi untuk saat ini sepertinya Sean belum bisa bercerita apapun. Maka ia pun menghela napas dalam pada akhirnya.

"Baiklah." hembusnya menyentuh bahu Sean. "Aku hanya bisa memberika restu dan do'a yang terbaik buat kalian berdua." ucapnya tersenyum lembut.

Sean termangu. Dia lalu tersenyum. "Thank you, Mom."

***

Ashleen memperlambat langkahnya, saat mata ambernya melihat sosok Dave tengah menjalani photoshoot. Hatinya mulai tidak enak.

Pure Girl ( OnGoing-Revisi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang