Chapter 14

252 11 0
                                    

***

Ashleen bergegas. Sebentar ia memeriksa tampilannya di cermin. Hari ini Sean mengajaknya untuk bertemu dengan ibunya. Tak ada hal apapun didalam pikiran Ashleen selain menjadi model. Maka ia pun berusaha semaksimal mungkin memberi kesan terbaik nanti.

Karena kata Sean mereka akan menemui wanita itu di workshop-nya, Ashleen pikir mungkin ia memakai pakaian casual saja.

"Wow! You look so...american..." seru Sean bersiul begitu melihat Ashleen berjalan menghampirinya. Gadis itu hanya memakai kaos dan rok jeans pendek dengan ankle boot-nya.

Ashleen hanya memutar bola mata amber-nya.
"Ibumu tidak selalu kritis soal cara berpakaian, bukan?" ujarnya bertanya. Ada nada khawatir di suaranya.

Sean tersenyum. Tangannya menyusuri wajah gadis itu, merapikan rambut cokelatnya.

"Jangan khawatir, Ash! Kau selalu cantik," puji Sean menenangkan Ashleen. Lalu matanya berkedip jahil.

"Bahkan ketika tanpa pakaian," lanjutnya setengah berbisik.

Ashleen melotot. Sontak memukul lengan Sean dengan gemas.
"Jangan bercanda, Sean!" balasnya, meski wajahnya jelas merona merah.

Sean tergelak, "I'm serious, Babe! Ibuku sudah jatuh cinta padamu bahkan sebelum aku." kekeh Sean.

Ashleen tersenyum. "Ok, Cowboy! It's work!" kata Ashleen memalingkan wajahnya yang merona malu.

Sean menahan senyum. Dia senang melihat Ashleen begitu bersemangat. Sepertinya menjadi model bukan lagi candaannya semata.

"Ok, Princess, silahkan masuk." ujar Sean seraya membukakan pintu mobil.

Ashleen tersenyum simpul lalu masuk mobil. Sean menutup pintu dengan hati-hati memastikan Ashleen sudah duduk dengan nyaman. Dia sendiri segera memutar, duduk di kursi pengemudi.

"Kau sudah sarapan? Kita bisa mampir sebentar untuk sarapan dulu," tanya Sean seraya fokus menjalankan mobil.

"Aku sudah sarapan." jawab Ashleen sambil mengecek ponselnya. Gadis itu tersenyum membaca pesan dari Casie.

Sean menoleh.
"Kau makan apa? Kita belum belanja bahan makanan, lho!"

Ashleen nyengir.
"Grace mengirimku sepiring panekuk dan segelas besar smoothies seledri," ujarnya tersenyum lebar.

Mata Sean melebar. Ia tertawa.
"Wow! Penggemar pertamamu!" serunya.

Ashleen terkekeh.
"Tidak. Grace sungguh baik sekali, aku tidak akan melupakan dia," Ashleen tersenyum mengingat bagaimana wanita tua berkulit hitam itu memperlakukannya begitu lembut seperti kepada cucunya sendiri.

"Dia wanita yang hangat." tambahnya lagi.

"Oh, lebih hangat dariku, Sayang?" ujar Sean terkekeh.

Ashleen tertawa.
"Kau menyebalkan!" serunya sambil memukul bahu Sean pelan.

***

Mobil sport putih Sean membelok ke halaman sebuah gedung berlantai empat yang luas. Ada logo besar berukir Hannah O'Connor di bagian depan gedung.

Ashleen mendongak melihatnya. Jantungnya berdebar kencang. Ia tegang. Genggaman tangan hangat Sean sedikit menenangkannya.

"Jangan tegang, Sayang." ucap Sean mengusap lengan Ashleen.

Ashleen menghela napas, lalu mengangguk.

Mereka pun berjalan memasuki gedung. Terlihat kesibukan khas kantoran mulai terasa. Hanya kali ini, bukan kantor biasa. Ashleen melihat semua karyawan wanitanya begitu modis dan cantik. Tak hanya itu mereka juga terlihat cerdas. Karyawan pria pun tak kalah, meski terlihat santai dengan pakaian casual. Namun bisa dibedakan jika yang  mereka pakai adalah pakaian bermerk dan berkelas. Ashleen tiba-tiba merasa salah kostum. Dia terlalu santai dengan kaos dan rok jeansnya.

Pure Girl ( OnGoing-Revisi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang