"BUNDA!"
"Apa sih Nai, pagi-pagi udah berisik?"
"Kenapa Bunda nggak bangunin sih? ini kan udah jam setengah tujuh bun." Protes Naina kepada Kiran Bundanya.
"Kok nyalahin Bunda sih? kan tadi Bunda udah bangunin kamu, kamunya malah tetep aja tidur."
"Ah, masa sih? Bunda bohong kali." Bela Naina, berjalan kembali ke kamar
"Untung ya kamu anak Bunda." Ucap Kiran dan langsung melenggang pergi menuju dapur.
Setelah beberapa menit Naina dikamar, Naina akhirnya sudah siap dengan seragam putih abu-abunya.
"Abang."
"Apa nyet?"
"Anterin berangkat sekolah dong."
"Nggak."
"Maksudnya nggak ada penolakan kan? Sip let's go."
"Dasar! Sepatunya dipakai dulu!" Gerutu Fauzi sambil berjalan menyusul Naina yang masih menenteng sepatu sekolah warna hitam.
"Bunda, berangkat ya! Assalamualaikum." Sambil mencium punggung tangan Kiran.
"Wa'alaikumsalam. Eh, nggak sarapan dulu?" Teriak Kiran yang hampir saja lupa jika Naina belum sarapan. "Nanti aja deh bun di kantin."
"Beneran lho ya, awas bohong."
Naina memberi hormat kepada Kiran, "Siap bos."
"Hati-hati kalian berdua."
"Iya bun."
Di perjalanan menuju sekolah, Naina terus saja mengumpati Fauzi yang menyetir mobil seperti siput.
"Abang ih, lama tau nggak."
"Macet Naina, makanya kalo tidur jangan kayak orang mati."
"Cepetan bang, nanti keburu gerbang depan di tutup gue telat."
"Ya bodo, bukan urusan gue."
"Pokoknya kalo gue telat semuanya gara-gara lo! Lo yang harus tanggung jawab."
"Turun."
"Oh, sekarang nyuruh turun? Gue bilangan ke Bunda, oke fine!"
"Udah sampe ogeb. Lihat noh!" Fauzi menoyor kepala Naina kearah kaca mobil.
"Hehehe oke, makasih bang." Ucap Naina sambil membuka pintu mobil.
Betapa sialnya Naina saat gerbang sekolah sudah tertutup rapat, Naina mondar-mandir tidak jelas di depan gerbang sekolah, sambil berpikir jika mungkin ada jalan untuk bisa masuk ke dalam. Tetapi hasilnya NIHIL.
Satpam sekolah mengetahui jika ada Naina yang berdiri di depan gerbang sekolah dengan kepala yang celingak celinguk. "Ngapain neng?"
"Nungguin ojek mang." Jawab Naina ngawur, padahal matanya menatap lurus kedalam halaman sekolah, memastikan jika tidak ada guru bk yang masih mengawasi. "Ohh nungguin ojek ya, sekolah mana neng?"
"SMA yang sana mang, kan jauh. Ini mah kayaknya udah telat." Ucap Naina mendramatisir sambil melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan.
Naina mengatakan kalimat itu karena bed sekolahnya tertutupi oleh jaket yang sedari tadi ia pakai. "Iya neng."
"Dasar Mang Nanang nggak peka." Batin Naina dalam hati sambil mememonyongkan bibirnya.
"Kok, berhenti disini? Kenapa nggak sekalian turun di depan sekolahnya?"
"Itu tadi jurusan angkotnya cuma sampai sini doang mang, salah jurusan. Habisnya bingung semua gara-gara udah siang, hehehe." Mang Nanang hanya mangut mangut mempercayai tipu muslihat Naina.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKAVA
Teen FictionRakava Andrian Pratama. Ketua geng motor Dalagaz yang tampan, gagah, berhati dingin, pemberani, dan angkuh, tetapi bisa berubah menjadi seorang laki-laki yang menggemaskan dimata para perempuan, atau bahkan kejam dan tidak tau rasa belas kasih, sesu...