7. Beginning

2.4K 269 13
                                    

Jihoon duduk di sebuah halte berjarak 10 menit berjalan kaki dari apartemen Daniel. Si manis itu membenarkan letak tudung hoodienya agar wajahnya semakin tertutup tidak terlihat. Orang-orang di sekitar tampak tidak menyadari dirinya sejak tadi, dan ia mensyukurinya.

Tidak berapa lama sebuah sedan hitam mengkilat berhenti tidak jauh dari halte, langsung saja Jihoon bangkit dan setengah berlari menghampiri mobil jemputannya itu. Ia bernafas lega sambil menyibakkan tudung hoodienya setelah duduk di kursi penumpang samping kemudi.

"For a God sake! Kau darimana saja? Aku hampir gila karena ponselmu tidak aktif dan kau tidak ada di apartemenmu!" Pria di balik kemudi hampir berteriak nyaring di depan wajah Jihoon yang terkejut dan sedikit memundurkan tubuhnya hingga menempel pada pintu mobil.

"Maaf, aku hanya ingin menikmati waktu liburku." Cicit Jihoon akhirnya setelah cukup lama terdiam dalam keterkejutannya.

Pria lain berjaket kulit hitam itu mengusap wajahnya kasar berusaha mengalihkan emosinya setelah melihat Jihoon yang nampak sangat ketakutan. Ah ia lupa bahwa Jihoon tidak dapat diteriaki karena traumanya ketika masih kecil. Ia lalu membenarkan duduknya di balik kemudi dan menjalankan mobil itu dengan kecepatan sedang membelah kota New York d malam hari.

"Maaf, aku hanya—,"

"It's okay, ini memang salahku, Donghan hyung."

Pria yang dipanggil Donghan sejenak menoleh pada Jihoon untuk melemparkan senyum bersalahnya dan dihadiahi elusan di pundak kanannya dari Jihoon seakan mengisyaratkan bahwa ia tidak apa-apa.

"Kau sudah makan?" Tanya Donghan setelah mereka terdiam cukup lama.

Jihoon mendengung sebagai jawaban, mata cantiknya yang semula melihat pemandangan malam kota New York dari balik jendelan beralih menatap Donghan yang ternyata juga sedang menatapnya setelah menginjak rem untuk menghentikan laju mobil saat lampu merah menyala.

"Aku hanya ingin cepat pulang dan beristirahat." Ucap Jihoon setengah berbisik karena ya, ia sangat lelah. Ia lelah dan ia merutuki Kang sialan Daniel karena telah membuatnya amat kelelahan seperti sekarang!

"Apa aku perlu menginap? Seandainya kau membutuhkan sesuatu nantinya."

Jihoon terkekeh pelan melihat tatapan khawatir manajernya. Pria satu itu selalu memperlakukannya seperti adik kecil, makanya hanya dia satu-satunya orang yang Jihoon panggil dengan sebutan hyung selama menginjakkan kakinya di New York hampir 6 tahun lalu.

"Jangan khawatir, jemput aku jam 7 pagi besok, kita harus ke agensi sebelum ke lokasi pemotretan."

Donghan hanya mengangguk sebagai jawaban karena lampu telah kembali ke hijau dan kembali melajukan mobil dengan tenang. Mereka tidak terlibat dalam pembicaraan apapun sampai mobil yang mereka kendarai berhenti di depan gedung apartemen Jihoon. Pria tampan itu berdehem beberapa kali seperti ingin mengatakan sesuatu namun meragu. Jihoon yang menyadarinya lagi-lagi hanya terkekeh, kemudian memajukan tubuhnya untuk menghadiahi sebuah ciuman hangat di pipi Donghan setelah sebelumnya melepaskan sabuk pengaman yang melilit tubuhnya.

"Selamat malam, hyung."

Donghan membalas senyuman Jihoon, mengangguk sebelum sebelah tangannya terangkat merapikan poni Jihoon yang menusuk ke mata indah bak galaksi itu.

"Selamat malam, Jihoon-ah."

***

Jihoon tiba di agensinya lebih cepat dari perkiraan, karena sejak pagi buta ia terus dicecar dengan email, pesan dan telpon dari pihak agensinya yang terus mengingatkan Jihoon untuk datang meskipun pria manis itu sudah mengiyakannya berkali-kali. Bibirnya mengerucut kesal sambil berjalan dengan cepat memasuki lift yang nampak lengang. Ya karena memang belum masuk jam bekerja. Gila! Jihoon bahkan belum mengeringkan rambutnya dengan benar.

De Onze | NielWink [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang