18. Fight

1.6K 229 31
                                    

Jihoon tiba di gedung agensinya tepat pada saat tengah hari. Wajahnya ditekuk sejak di perjalanan karena kesal. Sebenarnya ia juga bingung harus kesal pada siapa karena semua murni kesalahannya. Ia lupa bahwa jadwal pemotretan pagi ini ditunda menjadi minggu depan karena Noah —partnernya— sedang berhalangan, tapi ia sudah terlanjur pergi ke lokasi pemotretan tadi. Untungnya Jihoon memiliki janji untuk bertemu BoA jadi ia tida merasa terlalu sia-sia bangun dan bersiap sejak pagi.

Lobby tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa staff pegawai dan teman sesama model yang berpapasan dengannya saling menyapa dengan dirinya sepanjang perjalanan Jihoon menuju lift. Di lift hanya ada dirinya sendiri karena lift yang dipakainya adalah lift khusus untuk menuju ke lantai dimana ruangan BoA berada. Pintu lift terbuka, Jihoon dengan pasti melangkahkan kakinya ke ruangan BoA.

"Apa BoA-nim ada?" Tanya Jihoon pada asisten BoA di biliknya yang berada tepat di depan ruangan BoA.

Wanita cantik dengan rambut yang digelung rapi itu segera berdiri dari kursinya.

"Ah tuan Jihoon, selamat siang." Ucapnya ramah seraya setengah membungkuk. "BoA-nim sedang ada tamu di dalam, anda bisa menunggunya jika mau."

Jihoon menghela nafas kasar secara terang-terangan. Astagaaaaa Jihoon sudah cukup kesal sejak pagi dan sekarang harus dibuat menunggu. Tapi sekali lagi tidak ada yang dijadikan objek kekesalannya karena memang kemarin ia dan BoA tidak membahas waktu pertemuan mereka jam berapa. Lagipula BoA adalah seorang CEO yang pastinya sangat sibuk mengingat agensi modeling miliknya yang besar dan cukup diperhitungkan di dunia modeling.

Model manis itu memutuskan untuk duduk di sofa besar berwarna coklat gelap di ruang tunggu tepat di depan ruangan BoA. Ia duduk sambil menaikkan kedua kakinya ke atas membuat celana bahan semata kaki yang dikenakannya tersingkap naik memperlihatkan tungkainya yang mengintip. Dengan bosan Jihoon membolak-balik majalah fashion untuk membunuh waktu.

Sudah hampir satu jam Jihoon menunggu. Pria cantik itu ingin menyerah saja dan pulang. Untuk itu ia merogoh ponselnya dari clutch hitam bergantungan kelinci yang sering dibawanya, bermaksud hendak menghubungi Donghan untuk menjemputnya. Sampai tiba-tiba suara pintu yang dibuka terdengar. Ah rupanya tamu BoA sudah ingin pulang. Jihoon kembali menyimpan ponselnya di dalam clutch bersiap hendak ke ruangan BoA.

"Jihoon."

Sebuah suara membuat Jihoon yang semula masih menunduk merapikan clutchnya mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang memanggilnya. Di sana Sungwoon berdiri di samping sofa yang didudukinya sembari melemparkan senyum ramah. Raut Jihoon berubah, dengan susah payah ia menarik sudut bibirnya untuk membalas senyuman Sungwoon.

"Ternyata memang benar kebiasaan dudukmu sangat lucu seperti yang diberitakan, may I?"

"Ya, silakan."

Sungwoon duduk di sisi Jihoon setelah Jihoon izinkan. Masih dengan senyum di wajahnya. Tidak melupakan sopan santunnya, Jihoon menurunkan kedua kakinya dan duduk sedikit menyamping ke arah Sungwoon.

"Dari ekspresimu sepertinya kau sudah tau perihal hubunganku dengan Daniel di masa lalu."

Jihoon tidak tau harus bereaksi seperti apa. Ia membalas tatapan Sungwoon dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Pikiran dan hatinya berkecamuk dengan berbagai macam perasaan yang ia pun sukar untuk mengertikannya. Tapi satu hal yang Jihoon tau, ia merasa tidak aman dan terancam posisinya dengan kehadiran Sungwoon, karena meski berkali-kali pun Jihoon menyangkal dan meyakinkan dirinya, ia tetap merasakan kecemburuan yang sangat besar terhadap pria yang pernah dicintai Daniel selama 7 tahun ini.

Sungwoon tertawa pelan. Ia mengambil tangan Jihoon yang terkepal di atas pahanya dan memberikan elusan lembut di sana.

"Tenang lah, semua sudah selesai beberapa tahun yang lalu. Mari menjadi teman mulai sekarang."

De Onze | NielWink [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang