Epilog

1.9K 239 50
                                    

Summer, Seoul

Ujung-ujung jemari Jihoon yang terasa dingin membeku seperti es terus gemetaran sejak tadi. Sesekali akan terdengar suara rengekan dari bibir ranum berpoles lip gloss pinknya. Bola mata cantiknya bergerak-gerak memandangi tiap objek di ruangan 5 x 6 meter itu.

Tak ingin Jihoon merusak pakaian sendiri karena ia yang terus-terusan meremas bagian depan celana kainnya, nyonya Park berinisiatif mengambil kedua tangan Jihoon untuk digenggamnya. Senyum manis tersungging di wajah cantiknya ketika matanya dan mata cantik anaknya bertemu. Nyonya Park dapat melihat kegugupan yang luar biasa melalui bola mata anaknya yang terus bergerak tidak fokus.

"Aegi, tenanglah."

Itu sudah kata 'tenang' kesekian yang meluncur dari bibir merah nyonya Park. Wanita paruh baya itu terus mencoba menenangkan anak semata wayangnya, namun nampaknya tidak juga berhasil. Anak manisnya itu malah menggigiti bibir bawahnya karena kedua tangannya terkunci tak dapat lagi meremas pakaiannya yang telah rapi.

"Bunda, bagaimana kalau nanti Jihoonie mengacau?"

Sekali lagi nyonya Park tersenyum, merapikan rambut hitam anaknya yang menutupi keningnya hingga ujungnya mencapai pas di atas mata cantik berkilauan buah hatinya itu. Benaknya sedikit tergerak untuk meledek anaknya yang tampak gugup dan tidak percaya diri. Selama 25 tahun Jihoon bernafas, nyonya Park hampir tidak pernah melihat anaknya yang tidak begitu percaya diri dan ketakutan seperti ini. Bocah manisnya itu memiliki rasa percaya diri yang tinggi, ia tidak gampang merasa tertekan oleh suasana. Atau kehidupannya sendiri di New York sedikit banyak merubah kepribadian buah hatinya ini? Atau karena itu berhubungan dengan seorang Kang Daniel yang sempurna membuat Jihoon jadi meragukan dirinya sendiri?

"Percaya lah, semuanya akan baik-baik saja."

Jihoon mengangguk ragu-ragu. Ia ingin mempercayai ucapan ibunya, tetapi perasaan gugupnya masih mengambil tempat jawara dalam mendominasi dirinya saat ini.

"Oppa, berhenti menggigiti bibirmu, kau tampak luar biasa jadi jangan merusaknya."

Jihoon menoleh ke samping kirinya. Di sana Mina duduk sambil mengipasi Jihoon dengan tas tangannya karena dipikirnya Jihoon sedang kepanasan, dilihat dari besarnya bulir keringan yang menuruni pelipis Jihoon. Sangat berbanding terbalik dengan kedua tangannya yang dingin. Gadis cantik itu tersenyum untuk menyalurkan semangat pada calon iparnya. Dalam hati lagi-lagi Jihoon mengagumi pahatan indah keluarga Kang melihat Mina yang mengenakan gaun dengan model off shoulder berwarna putih gading dihiasi payetan bunga kecil berwarna silver yang membuatnya tampak elegan. Gaun yang tidak jauh berbeda dengan yang dikenakan oleh ibunya, hanya saja dengan sentuhan lebih tertutup di bagian dadanya.

Memikirkan betapa cantiknya Mina membuat Jihoon lagi-lagi memikirkan apakah penampilannya sudah cukup baik? Apa ia akan cocok bersanding dengan Daniel di altar nanti? Tentunya Daniel pasti tampil memukau seperti biasanya. Pria itu maha tampan dengan postur tubuh yang bernilai lima jempol seandainya Jihoon memiliki satu lagi jempol.

Hari ini merupakan hari pernikahan Jihoon dan Daniel yang sangat ditunggu-tunggu bukan hanya oleh mereka berdua, tetapi juga oleh semua orang terdekat mereka. Sedikit terburu-buru, Daniel menentukan hari pernikahan mereka. Sutradara gila kerja itu menyelesaikan pekerjaannya di New Zealand secepat mungkin. Bahkan Woojin yang ikut terlibat bermain di dalamnya masih merasa terkejut dengan dirinya sendiri yang mampu memenuhi tuntutat Daniel yang memimpin proses syuting. Setelah pekerjaannya rampung, Daniel tak banyak bicara dan langsung memboyong seluruh anggota keluarganya ke Seoul untuk bertemu dengan orang tua Jihoon.

Ayah Jihoon benar-benar seperti yang selalu diceritakan oleh kekasih cantiknya itu selama ini. Tampak garang dan penuh wibawa, terlihat sekali bahwa beliau seorang tentara veteran yang sudah mendapatkan banyak penghargaan oleh negara. Ibunya juga lebih tegas daripada ekspektasi Daniel, meski begitu wanita yang sudah tidak muda lagi itu memiliki aura kepedulian seorang ibu yang besar. Ibu Jihoon menangis tepat setelah tuan Kang melamarkan Jihoon untuk anak mereka. Ia tidak menyangka anak kecilnya kini telah tumbuh dewasa dan memiliki seseorang yang mencintainya dengan tulus. Jihoon tidak berani mengangkat wajahnya kala waktu hening jeda antara jawaban ayahnya dengan lamaran yang diajukan ayah Daniel. Jihoon ingat ia ikut menangis tersedu saat ayahnya mengiyakan lamaran tersebut. Rasanya hidup Jihoon tidak bisa lebih bahagia lagi dari saat itu.

De Onze | NielWink [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang