14. His Ex

1.6K 231 29
                                    

Jihoon berubah. Sejak acara makan malam itu Jihoon menjadi lebih pendiam dari biasanya. Hanya mengurung diri di kamar, terdiam dengan sorot mata yang sirat akan luka. Ia hanya akan keluar saat makan, itupun dia hanya menempel dengan Kang Daniel dan berusaha agar tidak mencolok sebisa mungkin. Bahkan sudah dua kali Jihoon hanya tinggal di ruangan hingga hidangan utama selesai disantap. Dua hari Jihoon seperti itu dan Daniel sama sekali tidak mengerti dengan perubahan Jihoon yang begitu drastis.

Sore itu Daniel memaksa Jihoon untuk keluar dari kamar, sekadar untuk berjalan-jalan di dek menikmati pemandangan air laut yang terhampar tanpa terlihat ujungnya. Jihoon tentu saja bersikeras untuk tetap di kamar, tetapi setelah hampir dua jam Daniel berhasil memaksa Jihoon yang kentara sekali terlihat ogah-ogahan. Daniel butuh tau alasan kenapa Jihoon berubah, dan ia tidak akan mendapatkannya dari mulut Jihoon yang terkunci rapat. Oleh karena itu Daniel memaksanya keluar dari zona aman.

Mereka berjalan-jalan pelan di dek, sesekali menyapa orang yang mereka kenal saat berpapasan. Tapi Jihoon masih terlihat tidak nyaman. Pria manis itu terus menunduk dan terlihat gelisah.

"Jihoon." Panggil Daniel dengan nada suara yang halus berusaha menenangkan Jihoon yang seperti ingin menangis di tempatnya.

Jihoon menoleh ke arah Daniel. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia ingin berlari dari sini sekarang juga. Jihoon ketakutan tanpa sebab yang pasti. Pikirannya yang melayang kemana-mana membuatnya meningkatkan kewaspadaan dan perlindungan dirinya akan sesuatu yang bahkan ia pun tidak tau apa itu.

Daniel mengelus pipi gembil Jihoon perlahan sembari menyunggingkan senyuman simpulnya, berharap dengan hal itu Jihoon akan dapat rileks sebentar. Tangannya menuntun Jihoon untuk duduk di salah satu bangku kayu di pinggiran dek. Jihoon kembali menunduk dengan kedua jemari tangannya yang saling bertautan. Daniel menghela nafas melihat hal itu, berpikir mungkin akan sangat tidak dewasa jika ia tetap memaksakan kehendaknya untuk mengetahui alasan Jihoon menjadi seperti ini.

Daniel sudah akan berdiri hendak mengajak Jihoon kembali ke kamar dan menenangkan pria mungilnya itu saat sudut mata monolidnya menemukan objek pandangan yang menarik perhatiannya. Beberapa meter dari tempat duduk mereka terdapat dua orang pria bertubuh tinggi menjulang dengan wajah oriental yang mencolok dari orang-orang di sekitar mereka. Senyum Daniel mengembang, telunjuknya menoel lengan Jihoon meminta Jihoon ikut mengamati objek pandangnya.

"Ji, kau lihat di sana, itu the living crazy rich Asia, Lai Guanlin."

Daniel sama sekali tidak menangkan reaksi tubuh Jihoon yang membeku di tempatnya. Pria mungil itu memundurkan tubuhnya untuk berlindung di balik tubuh besar Daniel berusaha tidak terlihat. Jantungnya memompa cepat dan ia rasanya ingin menghilang dari tempat ini sekarang juga.

"Aku pernah bertemu dengannya sekali saat acara pesta ulang tahun pernikahan orang tuanya. Kang Dongho pasti akan sangat iri padaku sekarang, ia sangat ingin mengajak perusahaan Lai untuk bekerjasama. Ah aku tidak mengerti bisnis."

Biasanya Jihoon akan berekspresi berlebihan jika Daniel berbicara panjang lebar layaknya orang normal mengingat pria berbahu lebar itu hanya berbicara banyak jika ia sedang memarahi Jihoon yang suka membantah. Tapi jangankan untuk berekspresi, suara Daniel bahkan terdengar jauh sekali di telinga Jihoon meski kenyataannya mereka bersebelahan.

Daniel mengeluarkan ponselnya, menarikan jemarinya di atasnya menghubungi entah siapa itu yang tidak Jihoon pedulikan sama sekali. Jihoon sedikit mengintip pada Guanlin yang nampak serius sekali berbicara dengan lawan bicaranya dari balik bahu Daniel. Entah lah, Jihoon tidak mengerti dengan perasaannya yang terasa campur aduk.

Lai Guanlin adalah sosok yang paling ingin ia temui selama bertahun-tahun, tetapi juga sosok terakhir yang ingin ia temui dibanding siapapun di muka bumi ini.

De Onze | NielWink [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang