25. Getting Closer

1.9K 232 24
                                    

Jihoon belum pernah tau bahwa Daniel memiliki sisi seperti ini. Ia tau Daniel selalu memperlakukannya dengan manis dan pencemburu. Tapi ia tidak menyangka seorang Kang Daniel yang— jika dari skala satu sampai sepuluh maka Daniel menempati angka 100. Sungguh, Jihoon tidak mengarang. Memang begitu kan kenyataannya?

Kadang Jihoon ingin tertawa jika mengingat perlakuan Daniel, sekaligus kesal dan ingin menjambak pria maha tampan itu. Jika tidak ada kerjaan Daniel akan mengurungnya di apartemen. Pria itu juga tidak memperbolehkan Donghan masuk ke apartemen Jihoon—mengingat sekarang mereka tinggal bersama di apartemen Jihoon, dan akan mengantarkan Jihoon sampai ke lobby tempat Donghan menunggu Jihoon seandainya si manis memiliki jadwal. Jika Jihoon pulang, ia juga akan menjemputnya di lobby dan selalu memelototi pintu apartemen Guanlin yang bersebelahan dengan apartemen Jihoon, padahal apartemen itu kosong karena Guanlin sedang sibuk di tanah kelahirannya. Jihoon sudah menawarkan mereka untuk tinggal di apartemen Daniel saja, tapi pria itu menolak dengan alasan 'jika kita tinggal di apartemenku, kau bisa saja meninggalkanku lagi. Jadi lebih baik kita tinggal disini, jadi kau tidak akan pergi.' Ck sungguh klise... tapi juga menggemaskan. Pria berusia 33 tahun bertingkah layaknya remaja yang baru bisa berpacaran.

Seharian Jihoon hanya berguling-guling saja di kamar, merasa sangat bosan hingga rasanya Jihoon ingin mati saja. Daniel sedang sibuk mengurus beberapa pekerjaannya di kamar lain yang sekarang dijadikan ruang kerja Daniel. Jihoon kaget saat melihat kamar yang dulu dijadikan gudang olehnya benar-benar dirubah menjadi ruang kerja oleh Daniel. Ngomong-ngomong soal pekerjaan, pikiran Jihoon jadi berkelana memikirkan perkataan Daniel tempo hari. Pria tampan itu bilang sebentar lagi dia akan mulai sibuk kembali untuk menggarap sequel dari film yang ada Woojin di dalamnya sebagai aktor pembantu. Berarti tidak lama lagi Daniel pasti harus pergi ke New Zealand lagi, mengingat latar film itu memang berada di sana. New Zealand... kota tempat semuanya bermula, tentang Jihoon dan Daniel. Jihoon menutupi wajahnya sendiri dengan bantal karena tiba-tiba merasa tersipu malu, tubuhnya berguling-guling ke kiri dan ke kanan sebagai reaksi lain dari rasa malunya.

"Jihoon..."

Jihoon seketika bangkit duduk sembari memasang wajah biasa saja, tidak ingin kepergok sedang tersipu hanya karena pikirannya sendiri. Ia berdehem menetralkan detak jantungnya, kemudian fokus indera penglihatannya mengikuti gerak Daniel yang berjalan menuju ranjang tempatnya duduk. Pria berbahu lebar itu duduk di tepi ranjang dan langsung saja dengan seenaknya menjadikan paha Jihoon sebagai alas kepalanya.

Tangan Daniel tergerak mengambil kedua tangan Jihoon untuk ia genggam. Memainkan jemari mungil Jihoon di depan wajahnya sambil sesekali menciumi pucuk jari Jihoon. Ia lelah setelah menghabiskan waktu berjam-jam di depan laptopnya, jadi sekarang ia hanya ingin bermalas-malasan saja bersama Jihoonnya. Ketika matanya mulai ia pejamkan, tangannya beralih untuk memeluk pinggang Jihoon dan menenggelamkan wajahnya di perut Jihoon yang mengambil posisi duduk menyandar di kepala ranjang.

"Kau lelah?" Tanya Jihoon sembari membelai lembut kepala Daniel untuk menyalurkan rasa nyaman.

Daniel hanya berdengung pelan sebagai jawaban. Pelukannya di pinggang Jihoon semakin mengerat ketika kantuk mulai menghampirinya. Jihoon yang melihatnya lantas tersenyum, melupakan segala rasa bosannya tadi, juga keinginannya untuk memarahi Daniel karena mengurungnya sampai bosan. Ia menunduk untuk mempermudahnya memberikan satu kecupan manis di pelipis Daniel. Ah Jihoon suka saat Daniel sudah mulai manja seperti ini. Lucu sekali bayi besarnya.

"Oh iya, tuan Kang, Woojin akan bertunangan dengan Hyungseob akhir pekan ini, dan dia mengundang kita." Ujar Jihoon tiba-tiba setelah mengingat isi percakapannya di sosial media dengan Woojin tadi pagi. Akhirnya Woojin memberanikan dirinya untuk mengajak Hyungseob bertunangan, Jihoon jadi terharu. Jika dipikir-pikir lagi, Woojin selalu merencanakan untuk mengajak Hyungseob bertunangan sejak akhir tahun lalu, tapi entah karena apa ia sangat ragu. Sahabatnya itu selalu merasa rendah diri dengan status ekonomi keluarganya yang bukan dari keluarga terpandang dan harus berjuang mati-matian agar bisa makan setiap harinya. Mengapa ia harus merasa rendah diri? Bahkan Jihoon saja selalu merasa kagum dengan Woojin, bagaimana Woojin bisa melalui semua kesulitan di hidupnya dan tidak pernah menyerah. Woojin adalah salah satu sumber inspirasinya agar selalu bersikap tegar dan pantang menyerah. Manis sekali bukan persahabatan mereka?

De Onze | NielWink [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang