8. Ambition (pt. 3)

1.8K 251 49
                                    

Syuting film akan dimulai bulan depan tepat saat musim panas tiba karena film itu memang berlatarkan musim panas yang cerah dan menyenangkan.

Jihoon baru melangkahkan kakinya memasuki gedung apartemennya hampir pukul 3 pagi setelah melakukan hal tidak senonoh di toilet bersama Daniel. Mereka benar-benar saling merindukan satu sama lain dan menggila saat akhirnya rasa rindu itu dapat tersalurkan.

Jihoon terlalu naif memikirkan tidak akan ada yang melihatnya di ruangan tidak cukup luas untuk kru film yang tidak sedikit itu. Ia terlalu naif mengira tidak ada yang mengenal Sean secara pribadi di antara orang-orang itu. Ia terlalu ceroboh melakukan gestur menggoda pada Kang Daniel di tempat umum. Jihoon yang terbodoh menghabiskan waktu untuk pembacaan naskah pertama hingga pagi buta sedang Sean jelas-jelas berada di apartemennya. Otaknya yang terbuai kesenangan bertemu dengan Daniel lupa bahwa Sean pasti akan bertanya-tanya mengenai kenapa ia baru pulang jam segini.

Pintu apartemen sudah terbuka, kaki pendek itu sudah melangkah masuk ke dalam unit tempat tinggalnya. Dengan konyolnya Jihoon terheran-heran melihat lampu yang masih terang benderang menyala di setiap sudut apartemennya. Saat tubuhnya telah dibawa sampai ke ruang tengah oleh kaki kecilnya, mata cantik itu dapat melihat sosok kekasihnya yang berdiri di balik sofa dengan tangan yang bersedekap di dada, melemparkan tatapan maha bengis padanya. Saat itu pula Jihoon baru menyadari bahwa ia baru saja menjemput nerakanya sendiri.

"Darimana saja baru pulang pagi seperti ini?"

Jihoon menegang takut, hal itu tergambar jelas di wajah memucatnya. Intonasi suara yang Sean gunakan adalah nada terdingin yang pernah ia gunakan saat berbicara pada Jihoon. Tubuh mungil itu berjalan kaku mendekati tubuh menjulang kekasihnya.

"Maaf. Kau tau disana ada Johnny Depp, semua orang memanfaatkan kesempatan itu untuk berdekatan dengan aktor papan atas sepertinya." Cicit Jihoon. Ia tidak sepenuhnya berbohong, karena memang suasana berubah ramai setelah pembacaan naskah selesai oleh orang-orang yang excited bertemu dengan sang aktor utama.

Sean tertawa, terdengar seperti lonceng kematian di telinga Jihoon yang sudah berdiri dua langkah di depannya. Tangan mungil Jihoon terkepal di kedua sisi tubuhnya, antara takut dan mencoba mencari keberaniannya yang terkikis. Setelah Sean berhenti menertawakan kebohongan Jihoon yang sudah terbongkar sejak awal Jihoon tau bahwa kalimat yang selanjutnya keluar dari bibir kekasihnya adalah hal mematikan lainnya baginya.

"Oh ya? Ku kira hal itu tidak berlaku bagimu yang menghabiskan waktu di bilik toilet dengan si sutradara sialan itu!" Sean mengambil langkah besar maju mendekati Jihoon yang sudah seperti hendak menangis. "Baby, aku selalu penasaran akan keberuntungan apa yang mengelilingimu sampai kau dapat meraih semua yang kau inginkan secara instan. Cih! Ternyata kau mengangkang di depan sutradara itu untuk mendapatkan peran tidak berguna di film jelek itu!"

Lutut Jihoon melemah bagaikan jelly tepat saat Sean mengajaknya bersitatap. Mata indah bagaikan menyimpan gugusan galaksi itu berkaca-kaca tidak berani melihat tatapan menusuk prianya, tetapi terlalu takut untuk memutus pandangan mereka. Bibir bawah Jihoon bergetar menahan isakan yang siap keluar. Jihoon tau hal yang siap ia tangisi itu adalah kebodohannya sendiri yang tak terhingga. Ia tersakiti karena ulahnya sendiri.

Tangan kekar Sean merambat naik mengelus permukaan kulit wajah Jihoon yang terasa dingin. Pria tampan itu tersenyum mengejek kekasih manisnya yang tampak ketakutan karena tertangkap basah.

"Kau pikir hanya kau yang memiliki teman dari segala kalangan di industri hiburan ini? How clumsy you are." Bisikan itu terdengar sangat mencekam di indera pendengaran Jihoon.

"A-aku..." Jihoon mencoba mencari suaranya yang tenggelam ditelan rasa takut. Matanya bergerak tidak fokus berusaha memikirkan pembelaan apa yang sekiranya tepat.

De Onze | NielWink [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang