Part 7

540 23 0
                                    

"Mendingan mulut gue yang kayak cewek. Daripada lo, punya mulut jahat amat!" -Yogi yang sedang sewot.



***


AYARA
Aku memasuki kelas, masih sangat sepi, jelas, sekarang masih sangat pagi. Aku saja yang sedang kelewat rajin datang pagi buta begini. Aku berjalan ke arah tempat dudukku, lalu duduk di sana dan mengambil ponsel dari dalam tas.

Tidak lama kemudian anak-anak lain mulai berdatangan, begitupun dengan Rina dan Jessi. Rina langsung duduk di sebelahku, sedangkan Jessi duduk tepat di belakangku.

"Gimana?" tanya Rina setelah duduk.

Aku mengernyit, "Apanya?" tanyaku balik karena tidak mengerti dengan apa yang Rina katakan barusan.

"Udah minta ke Kak Alden?"

Oh soal nomornya Bima, "Udah," jawabku.

"Terus gimana? Dikasih?" tanyanya lagi, yang entah kenapa malah menjadi terlihat antusias.

"Nggak."

"Lho? Kok gitu?" dia terlihat kecewa dengan jawabanku barusan.

Aku lalu menaruh ponsel di meja, dan menatap ke arahnya, "Kak Alden bilang, kamu aja yang usaha. Minta langsung," jelasku.

Aku melihat dia hanya terdiam, seperti sedang berpikir. Aku lalu menoleh menatap keluar kelas, tepat ketika aku menoleh, aku melihat Raffa yang baru saja berjalan melewati kelasku menuju kelasnya.

Entah kenapa aku merasa kecewa dengan sikap Raffa yang kembali terlihat cuek. Tunggu, bukannya  memang dia selalu terlihat cuek, ya? Sebenarnya apa yang aku harapkan darinya, sih? Bahkan dia tidak mau repot-repot untuk membalas senyumanku, aku jadi kesal sendiri dengan sikapnya itu!

Aku masih menatapnya, yang kini malah berdiri di depan kelasnya, lalu dia menoleh ke arahku, dan tatapan kami pun bertemu. Entah aku salah atau bagaimana, namun sekarang aku melihat kalau dia tersenyum tipis ke arahku.

Aku masih menatap tidak percaya. Walaupun hanya sebentar, tapi aku yakin kalau Raffa baru saja tersenyum. Jantungku kembali berdetak kencang, ini pertama kalinya dia tersenyum kearahku, dan bukan kekehan meremehkan andalannya yang selalu dia tunjukkan. Yaampun, hanya seyuman tipis saja sudah membuat jantungku seperti sedang demo. Aku tidak habis pikir, kenapa dia selalu saja bisa membuat jantungku berdetak kencang begini.

"Lho, Aya? Pipi kamu kenapa? Kok, merah?" pertanyaan Rina barusan seolah menyadarkanku, aku lalu menoleh ke arahnya.

"Apa?"

"Kamu demam ya? Pipi kamu merah." sekarang dia malah terlihat khawatir menatapku.

Aku yang mendengar itupun dengan cepat memegangi kedua pipiku, dan rasanya pipiku malah semakin memanas. Hanya mendapatkan senyuman tipis dari Raffa saja sudah membuat pipiku merah padam begini? Yaampun Ayara! Sadar!

"Aya?" panggilnya lagi, kembali menyadarkanku dari lamunan tentang Raffa.

"Aku nggak apa-apa kok, Na," ujarku pelan.

Ketika aku kembali menoleh untuk melihat Raffa, ternyata dia sudah tidak ada di sana. Aku kembali mengingat senyuman tipisnya tadi, tanpa sadar aku malah ikut tersenyum.

"Aya? Kamu aneh banget sih, tadi pipi kamu tiba-tiba merah, sekarang malah senyum-senyum sendiri!" Rina kembali mengoceh di sebelahku.

Aku yang mendengar ocehan Rina barusan jadi berpikir, masa sih aku sesenang ini hanya karena mendapat senyuman Raffa? Bahkan sampai senyum-senyum sendiri? Yaampun, jangan sampai aku seperti Rina, yang terlihat seperti orang gila hanya karena seorang Bima. Namun, aku memang tidak bisa membohongi perasaanku saat ini, kalau nyatanya aku sangat bahagia melihat senyumannya tadi, berlebihan memang. Tapi, namanya juga orang lagi kasmaran, kan? Tunggu dulu, Kasmaran? Seriusan aku beneran naksir Raffa? Sadar Ayara! Sadar!

Raffa & Ayara (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang