Aku punya adik perempuan bernama Anissa. Umurnya baru tujuh tahun, selisih empat tahun di bawahku. Dia anak yang lucu, manis, dan centil. Saking centilnya, dia sering menirukan gaya artis-artis yang sering muncul di TV. Artis yang paling dia suka tirukan gayanya adalah Erina.
Beberapa kali aku lihat Anissa menyanyi dan bergaya seperti Erina diiringi lagu Erina. Aku, Ayah, dan Ibu geli jika melihatnya beraksi. Walaupun begitu, aku dan Ibu sering dibuatnya kesal. Karena Anissa biasa membongkar isi lemariku atau lemari Ibu. Dia paling suka meminjam baju kami untuk "konser singkatnya". Belum lagi lipstick, bedak, dan alat rias wajah Ibu berceceran di lantai.
Ibu sampai lelah mengingatkan Anissa. Aku juga. Ayah membesarkan hati kami dengan mengatakan, "Sebentar lagi kalau Anissa kelas lima SD, centilnya juga berkurang sendiri."
Berarti... harus menunggu empat tahun lagi.
Meski begitu, Anissa cukup rajin. Sebelum jam delapan malam, dia sudah menyelesaikan semua tugas sekolahnya. Karena itu, Ayah dan Ibu tak keberatan Anissa bernyanyi di malam hari seperti sekarang.
Aku sedang serius mengerjakan PR ketika tiba-tiba Anissa masuk ke kamarku.
"Kak Tika, aku cantik nggak pakai baju ini?"
"Ya ampun..." aku terpekik melihatnya. Anissa bergaya memakai gaun Ibu yang sangat kebesaran. Rias wajahnya menor seperti ondel-ondel.
"Aku ingin rambutku seperti Erina, Kak," rengeknya kemudian.
"Terus, Kakak mau kamu suruh apa?" tanyaku geli.
"Tolong potong rambutku ya, Kak!" Anissa menyerahkan gunting padaku.
Wah... gawat! Kalau aku sampai menuruti permintaannya, aku bakal kena marah Ibu. Aku langsung menolak permintaan adikku itu. Anissa tampak kecewa. Dengan wajah ngambek, ia keluar dari kamarku.
Selesai membuat PR, aku teringat pada Anissa. Mudah-mudahan dia tidak ngambek lagi, pikirku. Iseng-iseng aku intip dia dari sela pintu yang tidak tertutup rapat. Anissa tampak sedang berdiri di depan cermin. Ah, aku kegeti dia!
"Dorrr!"
Anissa terlonjak kaget. Wajahnya pucat pasi. Aku tertawa terpingkal-pingkal melihat dia terkejut seperti itu. Namun Anissa diam saja. Padahal biasanya dia akan mengejar lalu melempariku dengan boneka atau bantalnya. Kali ini dia hanya terdiam. Lama-kelamaan, tampaklah butiran bening mengalir di pipinya. Yaaa... dia menangis!
Ketika kuperhatikan lagi wajahnya, aku sangat terkejut. Poni Anissa yang biasa menutupi keningnya kini sudah tidak dan lagi.
"Kenapa rambutmu, Nis?!" tanyaku histeris.
Eh, adikku itu malah menangis semakin nyaring.
"Kak, aku malu... besok di sekolah pasti aku diejek teman-temanku," katanya sambil sesegukan.
"Ponimu kenapa kamu potong sependek itu??"
"Tadinya mau aku potong sedikit, tapi jadinya tidak rata. Aku lalu berkali-kali memotong poniku agar rata. Tapi, nggak tahunya tinggal segini," jelasnya sambil menangis terisak.
"Hihihi... lucu deh kamu!" aku geli mendengar pengakuannya
Tiba-tiba, Anissa berteriak dan menangis lebih keras lagi. "Kak Tika jahat!"
"Maaf, Kakak nggak bermaksud mentertawakan kamu. Mmm..., gimana kalau besok, kamu pakai bandana Kakak yang ada bunganya?" tawarku.
"Nggak mau. Bandananya jelek!" tolak Anissa.
"Ya, sudah terserah kalau nggak mau."
Anissa diam. "Ya, sudah, deh, aku mau."
Seminggu berlalu. Ternyata bandana yang dikatakan aneh itu selalu menempel di rambut Anissa. Kami sudah pernah datang ke toko untuk membeli bandana baru. Namun sesampainya di sana Anissa berkata, "Nggak jadi, deh, Kak. Bandana Kak Tika ternyata bagus juga."
Hi hi hi... aku semakin gemas pada adik centilku yang manis ini. Satu hal yang bikin aku lega, sekarang Anissa kapok main-main dengan gunting dan rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Dari Majalah
Historia CortaS L O W U P D A T E KOLEKSI PRIBADI!!! Berbagai cerpen yang kutulis dari berbagai majalah seperti : • Bobo • Soca • SuperKids • Kampung Permata Berawal dari kesukaanku membaca, dan mulai mengumpulkan cerpen-cerpen. Lama-kelamaan, kertas-kertas it...