Misteri Tengkorak Meringis | FiFadila | Majalah Bobo

70 7 2
                                    

Pulang sekolah, Andri dikejutkan sebuah paket. Ia tak tahu siapa pengirim dan isinya. Bungkus kadonya membuat bulu kuduk berdiri. Warnanya hitam dengan gambar tengkorak meringis. Hiiii...

"Rock n Rongkong itu grup band, ya, Dik?" tanya pengantar barang.

Andri menggeleng, "Tidak tahu."

"Ya sudah, ini paketnya. Tanda tangan di sini." Pengantar barang menyodorkan kertas dan bolpen. Setelah selesai, pengantar itu meninggalkan Andri yang bingung.

Andri membuka paket itu karena penasaran. Isinya pun semakin membuat penasaran. Kotak kardus sepatu bekas yang berisi...

"AAARG!" Andri tersentak mundur.

Sebuah tengkorak meringis sebesar blewah jatuh ke keset. Untungnya terbuat dari plastik, jadi tidak rusak. Bagian belakangnya lubang. Sepertinya benda ini cocok untuk wadah segala macam. Pensil, tabungan, permen.

"Ih, siapa, sih, yang iseng kasih tengkorak gini? Bikin jantungan saja!" gerutu Andri.

Belum sempat menarik napas tenang, Andri mendengar dering telepon. Sekali, dua kali dering. Kemudian Bunda mengangkat telepon.

"Andri, ada yang menelepon," panggil Bunda dari ruang keluarga.

"Rokenkong, apa gitu. Teman baru dari Hongkong, ya? Kok, aneh sekali namanya?" tanya Bunda saat berpapasan dengan Andri. Raut wajah Bunda tampak penasaran.

Andri belum menjawab apa-apa. Bunda mendadak menghambur ke dapur. Bau masakan sedap setengah gosong menghampiri hidung Andri.

"Halo," Andri mengangkat telepon.

Tut.. Tut.. Tut.... Telepon terputus sebelum si penelepon menjawab.

"Heh..!" Andri heran. Itu sengaja atau apa? Dipandanginya gagang telepon di tangan kirinya dan wadah pensil tengkorak meringis di kanan. Ia bergidik lalu melemparkan benda itu ke tempat sampah dekat telepon. Kertas bekas di dalam tempat sampah tumpah ruah. Andri lupa, seminggu itu belum membuang sampah ke tempat sampah halaman depan.

Andri cepat-cepat menggotong kantong sampah beserta tengkorak meringis ke luar. Ia takut, jangan-jangan jam 12 tengah malam nanti tengkorak meringis itu meledak atau apa.

Andri masuk ke kamarnya. Tanpa ganti baju, ia menyambar salah satu buku petualangan yang bertebaran di kasur. Sudah seminggu ini, Andri keranjingan buku petualangan yang ia pinjam dari perpustakaan.

"Andri makan dulu!"

"Ya, Bunda!" jawab Andri.

Hari dengan cepat beranjak sore. Kemudian beralih malam. Andri masih tetap membaca satu persatu buku petualangannya. Malamnya, kantuk menyerang diam-diam. Tanpa sadar, Andri lelap di tumpukan bukunya. Mimpinya seru dan mendebarkan. Ia berlarian di sepanjang lorong pencoleng. Sampai di gedor-gedor perompak di ruang bawah tanah.

"AAAARGH!" teriak Andri begitu matanya melek. Kantuk pagi hilang seketika karena jatuh dari tempat tidur. Matanya melebar menatap benda itu.

Tengkorak meringis itu kembali ada di meja belajarnya. Tepat menghadap ke wajah Andri. Siapa pun pasti jantungan melihatnya. Bagaimana mungkin benda itu nangkring di meja belajarnya? Kemarin, kan, sudah ia lempar ke tempat sampah?

"Andri, sudah jam enam!" suara keras Bunda dari balik pintu.

Andri memutus pandangannya dari benda itu. Kemudian berlari ke kamar mandi, jebar-jebur seadanya, dan membolak-balik seragam di lemarinya.

"Pramuka? Batik merah? Putih putih?" Andri semakin gugup. Jam dinding menunjukkan pukul setengah tujuh. Seminggu ini, ia berangkat sekolah mepet waktu. Dua kali terlambat lima menit dan dihukum menulis kalimat.

"Sudah siap, Nak?" tanya Bunda melintasi kamar Andri.

"Bunda, aku pakai seragam apa, ya? Hari apa, sih, sekarang?" tanya Andri panik.

Bunda memandangi Andri sejenak. Kemudian menggeleng sambil menahan tawa, "Hari Minggu, Sayang. Ingat? Pagi ini, kita mau ke bandara jemput Papa."

Astaga! Andri menepuk pipinya sendiri. Setengah lega, setengah malu. Si tengkorak meringis seperti ikut mentertawakannya juga. Andri bergidik.

Akhirnya, Andri dan Mama berangkat ke bandara. Papa terlihat lelah tetapi gembira saat melihat mereka berdua. Dalam perjalanan, Papa bercerita banyak tentang Makasar.

"Mikir apa, Ndri?" tanya Papa melihat putranya bengong di jok belakang. "Masih memikirkan misteri tengkorak meringis, ya?"

Hah? Kok, Papa bisa tahu?

Andri menunjuk Papa dengan terkejut, "O..., jadi Papa pengirim tengkorak meringis itu?!"

Giliran Papa terkejut. "Astaga, Papa kira misteri sudah terpecahkan. Cita-cita Andri, kan, jadi detektif? Papa lihat kamu suka sekali baca petualangan sampai lupa waktu. Bundamu sampai bingung dengan kelakuanmu, mengurung di kamar terus. Akhirnya, ya, Papa punya ide kirim benda misterius buat Andri," ujar Papa.

Andri meringis mendengar pujian sekaligus sindiran Papa. Ia berjanji tetap menyimpan tengkorak meringis itu sebagai pengingat. Asyik baca buku tak dilarang. Namun ingat, waktu belajar dan tugas rumah jangan dilupakan.

Akan tetapi, masih ada satu misteri lagi yang belum terpecahkan. Siapa yang meletakkan tengkorak meringis itu di atas meja belajar Andri?

Kumpulan Cerpen Dari MajalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang