Bebas Seperti Oly | Nurhayati Pujiastuti | Majalah Bobo

205 14 0
                                    

Bebas seperti Oly?
Bebas berteriak.
Bebas mandi hujan
Bebas jajan apa saja.
Bebas seperti itu yang Winda mau. Kenapa Ibu tak mau mengerti?

Bebas seperti Oly itu bebas mau belajar atau tidak. Kenapa Ibu maunya Winda belajar terus?

"Jajan yang itu, Win!" Oly menarik Winda menuju Bang Jambrong. Winda menggeleng. Ibu maunya, Winda pulang sekolah, dan makan siang di rumah. Tidak pakai jajan.

"Permennya enak, lo!" Oly menunjuk permen warna-warni yang diberi cokelat, kemudian digulingkan ke meses warna-warni.

"Mau?" tawar Oly.

Winda ingin mengangguk. Namun, terdengar bunyi klakson. Ia menggeleng cepat. Itu bunyi klakson motor Ibu yang datang menjemput.

***

Bebas seperti Oly? Semua teman di sekolah juga ingin seperti Oly. Rumah Oly besar. Oly punya semuanya. Papi dan mami Oly baik. Buktinya, Oly bebas mau apa saja.

"Bebas seperti Oly itu, bebas berteriak . . . . Woooiii..." Kak Bagas berteriak meniru Oly. Tetapi, mulutnya cepat ditutup ketika pintu kamar diketuk.

"Bagas, jangan berisik. Nanti Eyang bangun," tegur Ibu.

Winda dan Kak Bagas saling pandang, lalu tertawa.

***

"Bebas seperti Oly?" Koran di tangan Ayah diturunkan.

"Kalian mau?"

Winda dan Kak Bagas mengangguk.

"Bebas tidak bikin PR, bebas mandi hujan, bebas jajan sembarangan, bebas main sampai sepuas hati?"

Winda dan Bagas mengangguk lagi.

"Ayah punya teman seperti itu. Mau kenal?"

Lagi-lagi, Winda dan Bagas mengangguk.

"Pengemis yang suka lewat di depan rumah. Dia dulu teman sekolah Ayah. Tetapi, inginnya bebas. Jadi hanya sampai kelas dua SD. Bebas terus, sampai-sampai . . . ."

Winda dan Bagas menggeleng. "Bukan jadi seperti itu, Yah."

Ayah hanya tertawa.

***

Bebas seperti Oly?

Meski Ayah bercerita tentang teman SD-nya, Winda masih ingin merasakan kesenangan seperti Oly.

"Di rumah, cuma ada Bi Nur. Nanti main ke rumahku, ya!"

Winda tertarik dengan kalimat Oly. Sepanjang jam pelajaran, Winda memikirkannya. Ibu pergi siang ini. Kunci dibawa Kak Bagas. Tetapi, Kak Bagas ada latihan taekwondo.

"Ayo! Banyak mainan di rumah. Banyak makanan."

Winda berlari bersama Oly. Mendung tebal sekali.

"Biii!" teriak Oly. Pintu gerbang terkunci. "Kita naik pagar saja, ya?"

Winda belum menyahut ketika Oly sudah memanjat pagar. "Ayo!"

Winda ikut memanjat. Ujung pagar rumah Oly runcing. Tergores betis Winda. Sakit.

"Aku punya obat merah," ujar Oly.

Halaman rumah Oly kotor, penuh daun-daun kering dan sampah. Kalau di rumah, Ibu selalu menyapu bersih halaman, bergantian dengan Winda dan Kak Bagas.

"Sebentar. Kok, . . . ." Kening Oly berkerut curiga. Pintu rumah Oly sedikit terbuka. Terlihat sekelebat bayangan seseorang.

"Bi Nuuur!" Oly mendorong pintu, lalu berlari masuk.

Winda ragu-ragu untuk masuk.

"Tolooong!" terdengar suara teriakan Oly.

Wajah Winda memucat. Buru-buru ia sembunyi di balik tanaman di halaman. Kenapa Oly tidak keluar lagi? Jangan-jangan .... Winda takut.

Hujan. Winda tidak bisa berteduh. Takut keluar dari persembunyian. Air hujan turun deras. Baju dan tas Winda basah. Ah, prakarya yang baru setengah jadi, pasti juga basah. Winda harus membuatnya lagi nanti.

Terdengar gembok pintu gerbang dibuka. Bibi Nur masuk dengan payung dan tas plastik. Mungkin ia habis berbelanja.

Tiba-tiba, seseorang bertopeng keluar dari dalam rumah, menabrak Bibi Nur. Orang itu berlari ke luar.

"Tolooong..." teriak Bibi Nur panik.

***

Sesudah Bibi Nur masuk rumah, barulah Winda berani keluar dari persembunyian. Tampak Bi Nur membuka tali yang mengikat tangan dan kaki Oly. Winda buru-buru membuka plester di mulut Oly.

Bibi menelepon orang tua Oly. Winda sendiri minta izin pulang karena sudah bersin-bersin. Tubuh Winda menggigil. Setiap kali kena air hujan, kepalanya pusing.

Setiba di rumah, Ibu terkejut melihat Winda yang basah kuyup.

"Ada pencuri masuk rumah Oly, soalnya rumah Oly selalu sepi, Bu," cerita Winda dengan tubuh menggigil.

Segera Ibu menyiapkan air hangat untuk Winda mandi, segelas susu cokelat hangat, dan bolu kukus rasa cokelat. Winda menikmatinya.

Kak Bagas memandangi Winda, lalu memasang jurus taekwondo. "Coba ada aku!"

Brak! Sapu di dekat Kak Bagas jatuh. Winda tertawa.

***

Bebas seperti Oly?
Sekarang Winda harus berpikir seribu kali. Apalagi, waktu Oly datang untuk berpamitan. "Di rumah sepi. Papi dan Mami ke luar kota terus untuk bekerja. Aku akan pindah ke rumah Nenek di kampung."

Aih, Winda jadi sedih.

"Tidak enak seperti aku. Kesepian. Tidak ada yang melarang. Maunya punya mami seperti ibu kamu."

Winda tercekat.

Bebas seperti Oly?

Tidak, ah. Winda bersyukur masih punya Ibu yang penuh perhatian kepadanya.

Kumpulan Cerpen Dari MajalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang