Angga buru-buru meletakkan tas dan sepatu sekolahnya di rak. Kemudian dengan sigap ia melepas seragam sekolah dan mengenakan celana pendek berwarna biru kesayangannya. Lima menit berikutnya, ia berlari keluar kamar dengan Langkah setengah berlari.
"Lakar kija*, Ngga? Makan dulu!" tegur Ibu dalam bahasa Bali.
"Mau menyelam di Gilimanuk, Bu. Tiang** sudah makan tadi di sekolah. Tiang pergi dulu, ya!" Angga mencium tangan Ibu dan segera pergi.
Hari itu, Angga punya janji dengan Putu, temannya satu sekolah. Ia berlari menyusuri pasir kecokelatan yang terhampar di sekitar rumahnya. Maklum saja, rumahnya terletak dekat dengan Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Hanya berjalan kira-kira seratus meter.
Angga terlambat lima menit dari janji semula. Saat tiba di pohon kamboja yang menjadi tempat bertemu, ia melihat Putu yang duduk sambil memainkan pasir.
"Maaf, Putu. Tiang terlambat. Tadi pelajarannya Pak Arkana lama sekali." Angga mengeluh.
"Tak apa. Ayo, berangkat sekarang!" seru Putu bersemangat.
Dua anak itu segera pergi ke Pelabuhan Gilimanuk. Pelabuhan Gilimanuk selalu ramai oleh kapal-kapal feri yang menyebrangkan orang atau kendaraan yang akan ke pulau Dewata.
Angga dan Putu akan beratraksi menyelam dan berenang. Biasanya turis lokal sering melempari mereka uang koin lima ratus atau seribu rupiah. Kadang-kadang, mereka harus berebut Ketika koin-koin itu dilempar dari atas kapal. Bagi mereka, berebut adalah kegiatan yang sangat seru. Mereka bisa bercanda dan tertawa.
Sambil menjadi penyelam koin, anak-anak bisa bermain. Koin yang didapat pun bisa ditabungi. Kalau cuaca baik, para penyelam koin akan sering terlihat di pelabuhan Gilimanuk setelah sekolah usai.
Sampai di tempat biasa mereka menyelam, ternyata Angga dan Putu kalah cepat dari anak-anak lain. Di sana, sudah ada Bayu dan Cakra yang terlebih dahulu menyelam. Tanpa menunggu aba-aba, Angga dan Putu segera bergabung. Mereka menceburkan diri di air, menerima koin-koin yang dilempar dari atas kapal.
Koin yang Angga kumpulkan cukup banyak, sekantong plastik! Rencananya, Angga akan membeli alat pancing baru. Selain punya hobi menyelam, Angga juga senang memancing. Namun, alat pancingnya yang lama sudah jelek.
Esok siangnya, Angga akan menyelam lagi bersama Putu. Seperti biasa, sepulang sekolah, Angga bergegas menemui Putu di dekat pohon kamboja. Namun, Putu belum muncul.
"Sebentar lagi, mungkin." Angga duduk menyandarkan punggung di pohon kamboja. Ia memutuskan untuk menunggu Putu.
Satu jam berlalu. Angga hendak pergi ke pelabuhan sendiri. Mungkin Putu sudah di sana. Tetapi, begitu sampai, ia menelan ludah kecewa. Putu tidak ada. Ke mana Putu?
"Angga, mencari Putu?" tanya Bayu saat muncul ke permukaan. Bayu adalah teman sekelas Putu, mungkin tahu keberadaan Putu.
Angga mengangguk.
"Putu tadi tidak masuk sekolah. Dia sakit. Aku tadi menjenguknya," kata Bayu.
"Sakit apa?"
"Muntaber. Sayang, dia tidak bisa dibawa ke rumah sakit. Tidak punya uang, katanya." Cakra menimpali.
Angga terduduk lemas. Sahabatnya sakit dan membutuhkan biaya, kenapa ia tidak tahu? Ia melangkah pulang. Hari ini, perasaannya kacau sekali. Angga duduk bersila di kamarnya. Waktu ke Pura, Angga punya satu permintaan. Semoga Sang Hyang Widi menyembuhkan sakit Putu agar bisa menyelam lagi.
Angga melihat sekantong koin yang ia kumpulkan di lemari. Sedikit ragu ia mengambilnya, lalu menimangnya.
"Sudah cukup untuk membeli alat pancing, Ngga? Kenapa koinnya dilihat seperti itu?" tanya Ibu yang entah sejak kapan berdiri di ambang pintu kamar Angga.
"Putu sakit. Ia membutuhkan biaya berobat. Boleh tidak, kalau tiang berikan ini ke Putu?" tanya Angga.
"Tentu saja. Itu, kan, uang tabunganmu. Gunakan untuk hal-hal yang berguna. Jani***, Angga ke rumah Putu dan berikan untuknya, nanti Ibu tambahi uangnya," jawab Ibu seraya tersenyum.
"Matur suksma****, Bu. Angga pergi dulu."
Putu sudah sehat sekarang. Ia bersyukur memiliki teman seperti Angga. Berkat koin yang diberikan Angga, ia bisa sembuh.
Ah, Angga senang bisa menyelam kembali dengan Putu. Bersama, mereka menjadi penyelam-penyelam koin yang Tangguh.
Catatan:
*) Mau ke mana
**) Saya
***) Sekarang
****) Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Dari Majalah
Historia CortaS L O W U P D A T E KOLEKSI PRIBADI!!! Berbagai cerpen yang kutulis dari berbagai majalah seperti : • Bobo • Soca • SuperKids • Kampung Permata Berawal dari kesukaanku membaca, dan mulai mengumpulkan cerpen-cerpen. Lama-kelamaan, kertas-kertas it...