Misteri Kentongan Es Krim | Pradikha Bestari | Majalah Bobo

79 7 4
                                    

"Tongtongtong... Tong... Tong... Tong...!"

Klontang! Sendok Diva terjatuh saking kagetnya mendengar bunyi kentongan itu. Bunyinya keras sekali, seperti dari dalam rumah. Padahal itu bunyi kentongan es krim Pak Nano, tanda gerobak es krim Pak Nano lewat.

Diva mengintip sebentar keluar rumah. Jalan di depan rumahnya sepi, sama sekali tidak ada gerobak es krim Pak Nano.

Diva berlari kembali ke ruang makan. Di atas meja makan, sudah menunggu semangkuk es krim Pak Nano yang baru dibelinya. Hanya saja, tadi bukan Pak Nano yang berjualan, melainkan Udin, asistennya. Udin amat berbeda dari Pak Nano. Sama sekali tidak ramah. Kata Udin, Pak Nano sedang sakit parah.

Diva mengulurkan tangan, hendak mengambil sendok baru di tempat sendok, tetapi tiba-tiba,...

"Tongtongtong... Tong... Tong... Tong...!"

Krompyang! Saking kagetnya, Diva sampai menyenggol tempat sendok dan semua sendok itu berjatuhan. Diva menghembuskan nafas kesal.

Ia mengintip lagi ke luar rumah dan lagi-lagi hanya melihat jalan kosong. Tiba-tiba Diva jadi merinding. Ada bunyi kentongan es krim, tetapi tukang es krimnya tidak ada. Apa yanh terjadi? Suatu misteri!

Diva kembali ke meja makan sambil berpikir-pikir. Di meja makan, es krimnya mulai meleleh. Karena semua sendok jatuh, terpaksa Diva ke dapur buat mengambil sendok baru. Ruang makan dan dapur di rumah Diva dipisahkan taman dalam.

Saat melintasi taman, Diba baru sadar, kalau sore yang panas sudah berubah mendung. Langit menggelap dan halilintar mulai menyambar. Ia cepat-cepat mengambil sendok. Dapur sepi karena sepertinya Mbak Ijah, asisten rumah tangganya, masih tidur siang.

Tepat, saat ia akan masuk ruang makan, pet! Lampu mati! Ruang makan jadi remang-remang, apalagi karena di luar juga sudah mulai gelap.

Di tengah keremangan itu, Diva seperti melihat sosok berkemeja putih dan bercelana putih berdiri di samping mangkuk es krimnya. Sosok itu menggelengkan kepalanya. Diva tidak bisa melihat jelas wajahnya, tetapi yang suka memakai kemeja dan bercelana putih itu, kan, Pak Nano?

Dan, "Tongtongtong... Tong... Tong... Tong...!" kentongan es krim Pak Nano berbunyi lagi.

"Huwaaaa!" akhirnya Diva teriak juga.

Pyar! Lampu menyala. Dari arah ruang makan, Papa Diva keluar. Papa memakai kemeja putih. Rupanya Papa baru pulang kantor. "Kenapa, Sayang?" tanya Papa cemas.

Segera Diva memeluk Papa sambil menceritakan semua kejadian aneh tadi. Tiba-tiba, terdengar bunyi "Tong... Tong... Tong...!" dari luar rumah.

Bunyi itu disusul panggilan, "Neng! Neng!"

Diva dan papanya keluar. Di depan, tampak Udin yang membawa gerobak es krim Pak Nano.

"Neng, maaf, es krim yang tadi, jangan dimakan ya...," ucap Udin terbata-bata.

Udin lalu bercerita. Hari ini, ia membuat es krim dari bahan-bahan yang lebih murah yang dibelinya di pinggir jalan. Itu karena ia ingin mengambil untung lebih besar. Padahal, Pak Nano sudah menyuruh Udin membeli bahan di Toko Via, toko langganan Pak Udin. Walau lebih mahal, barang-barang di Toko Via memang lebih berkualitas. Esnya dari air matang, gulanya gula betulan, buah-buahannya betul-betul segar, manis, dan berwarna cerah, jadi Pak Nano tak pernah menambahkan pewarna.

Berbeda dengan bahan-bahan yang dibeli Udin. Esnya dari air mentah yang dijual di pinggir jalan berdebu. Gulanya pakai biang gula yang lebih murah. Udin juga memilih buah-buah yang dijual murah karena sudah hampir busuk.

"Lalu, seharian ini saya seperti diikuti bunyi kentongan Pak Nano. Barusan, Bu Nano telepon, Pak Nano sudah meninggal. Sebelum meninggal, Pak Nano meminta saya untuk jangan curang. Pak Nano seperti tahu, kalau saya suka curang. Aduuh... Kayaknya saya diikuti hantu Pak Nano! Saya jadi merasa bersalah," Udin mengakhiri ceritanya.

Diva jadi teringat kejadian aneh yang dialaminya. Apa itu hantu Pak Nano yang menjaganya supaya tidak memakan es krim itu?

"Sst... Jangan berpikir macam-macam. Hantu itu tidak ada, Udin," sahut Papa Diva tegas. "Lebih baik sekarang kita mendoakan kepergian Pak Nano. Beliau tukang es yang jujur dan sangat baik. Beliau juga bersih sekali, rajin mencuci tangannya sebelum menyajikan es krim," ujar Papa sedih.

Ya, Diva sedih sekali kehilangan Pak Nano. Selama ini, Papa hanya mengijinkannya jajan es krim gerobak Pak Nano. Itu karena Papa tahu betul kualitas Pak Nano. Ah, ternyata setelah meninggal pun, Pak Nano masih melindunginya...

Belakangan, baru diketahui, kalau Pak Nano tahu soal kecurangan Udin dari pemilik Toko Via. Pemilik toko itu heran, kenapa Udin tidak beli bahan es krim dari tokonya.

Soal bunyi "Tongtongtong... Tong... Tong... Tong...!" yang berkali-kali didengar Diva? Astaga! Ternyata itu bunyi dering hp Mbak Ijah. Mbak Ijah iseng merekam bunyi kentongan Pak Nano dan menjadikannya dering hp!

Soal sosok putih geleng-geleng kepala, pastilah Diva salah lihat. Itu pasti Papa.

Hanya Pak Man, supir Papa Diva, dan Mbak Ijah yang berbeda pendapat. Pak Man tahu betul, saat itu, hanya kemeja Papa Diva yang berwarna putih. Celana panjangnya berwarna hitam. Dan, Mbak Ijah? Hpnya hanya berdering dua kali, sedangkan Diva mendengar kentongan Pak Nano tiga kali, kan?

Kumpulan Cerpen Dari MajalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang