Chemmy, Si Ayam Cemani | Rosi Meilani | Majalah Bobo

165 10 0
                                    

Chemmy murung. Ia terkurung dalam kandang di halaman belakang rumah Pak Tatang. Chemmy iri pada temannya, ayam-ayam kampung yang berlarian bebas.

"Aku ingin seperti dulu," keluh Chemmy pada Pupung ayam kampung.

"Kamu, kan, ayam istimewa. Jadi, Pak Tatang mengurungmu seperti ini," hibur Pupung yang menghampiri kandang Chemmy.

Dulu, Pak Tatang memperlakukan Chemmy sama seperti yang lain. Dilepas di pagi hari, dan dimasukkan kandang sore hari. Chemmy pernah sekandang dengan kedua sahabatnya, Pupung dan Akala. Namun, setelah Pak Bowo memberi tahu bahwa Chemmy adalah ayam cemani yang mahal, Pak Tatang memasukkannya dalam kandang terpisah.

Pak Tatang pun merawat Chemmy dengan istimewa. Chemmy diberi pakan terbaik, vitamin, juga rajin dimandikan. Semua itu agar Chemmy cepat tumbuh besar, gagah, sehat, dan tentunya berharga tinggi.

Keunikan Chemmy terletak pada bulu dan tubuhnya yang legam. Hitamnya mulai jengger hingga ceker. Bahkan, daging dan tulangnya pun hitam. Chemmy memang sejenis ayam jantan langka. Tak heran jika ia memiliki harga istimewa.

Akala menghampiri Chemmy dan Pupung.

"Bagaimana, ada berita baru?"

"Terakhir kudengar obrolan Pak Tatang dan Pak Bowo, Chemmy dihargai lima juta," jawab Pupung. Mendengar itu, Chemmy tertunduk lesu.

"Kawan, sebentar lagi waktuku tiba. Aku ingin memberikan kenang-kenangan, sahabatku."

Sret ... Sret ...! Chemmy meringis. Ia mencabut dua helai bulu ekornya yang hitam legam, panjang, dan mengilat. Bagus sekali.

Pupung dan Akala menerimanya dengan wajah sendu. Mereka teringat ketika masih sekandang. Sering mereka bercanda dan bergelut hingga berguling-guling sebelum tidur.

"Tidak bisa!" Tiba-tiba Pupung berdiri. "Kita tidak bisa pasrah begitu saja. Kita harus melakukan sesuatu!"

"Aku siap melawan keinginan Pak Tatang!" Akala berdiri, ikut bersemangat.

Mendengar semangat kedua sahabatnya, Chemmy pun ikut terbakar api semangat. Chemmy mengepakkan kedua sayapnya. Ia berdiri tegak, lehernya diangkat, dadanya dibusungkan, kepalanya menengadah, gagah.

"Benar, lebih baik aku mati terhormat menjadi opor ayam atau ayam goreng. Daripada harus mati sebagai penunggu kandang!" ujarnya mantap.

"Toss!" ketiga sayap mereka bersentuhan.

Saat itu juga mereka menyusun rencana, tak lupa melibatkan ayam kampung lainnya.

Keesokan hari, setelah Pak Tatang melepaskan puluhan ayam kampungnya, ia hendak memberi makan Chemmy. Akala siap-siap memberi aba-aba. Sesaat setelah gembok kandang Chemmy dibuka, Akala memberikan tanda.

"Mulai!" gumamnya.

Detik itu juga, tanpa sebab yang jelas, ayam-ayam beradu satu sama lain. Hingga menimbulkan kegaduhan dan benar-benar rusuh. Bahkan, beberapa diantaranya mematuki kaki Pak Tatang. Pak Tatang kaget. Makanan untuk Chemmy jatuh berserakan.

Pak Tatang dibuat sibuk menepis-nepis ayam yang mematuk kakinya. Juga memisahkan ayam-ayam yang bergelut sengit. Kekacauan itu membuat Pak Tatang tak sadar jika Chemmy sudah melompat keluar kandang.

Chemmy berlari cepat sambil melambaikan tangan pada Akala yang memasuki kandang Chemmy. Cepat-cepat Akala mendekam di sudut kandang yang gelap.

"Duuuh, dasar ayam-ayam nakal!" seru Pak Tatang kesal setelah berhasil melerai perkelahian. "Makanan si Chemmy jadi berantakan!"

Pak Tatang berlalu untuk membuat makanan baru. Tak lama, dia datang kembali.

"Chemmy, ini makanan terakhir dariku," ujarnya sambil meletakkan makanan, lalu menggembok kandang tanpa menoleh ke arah Chemmy. Pak Tatang harus buru-buru membersihkan diri sebelum calon pembeli Chemmy datang.

Beberapa saat, Pak Bowo dan calon pembeli datang. Pak Tatang menyambut riang. Mereka berbincang-bincang.

"Terlebih dahulu, saya ingin mengecek ayam cemaninya," ujar si calon pembeli sambil mengetukkan amplop tebal di atas meja.

"Oh, tentu saja!" Pak Tatang senang, matanya berbinar melihat amplop itu.

Semua beranjak ke halaman belakang, menuju kandang Si Chemmy. Jantung Akala berdebar kencang ketika ketiga pasang mata menatap tajam padanya. Mereka terlihat heran. Segera Pak Tatang membuka gembok. Lalu, kedua tangannya merogoh ke pojok kandang. Badan Akala diraup keluar. Semua terkejut.

"Lo, kok . . .?" Pak Tatang bingung. Begitu pula kedua tamunya.

"Ini bukan ayam cemani! Ini ayam kampung biasa!" tunjuk si calon pembeli marah. "Sudah, aku tidak jadi beli!"

Calon pembeli itu bergegas pergi samb bersunggut-sunggut kesal. "Buang-buang waktu saja!"

Pak Tatang tersungkur lemas. Ia menepuk kening, benar-benar tak mengerti. Akala melompat riang, bertemu Pupung di depan kandang. Mereka senang bisa menyelamatkan sahabat mereka.

Kumpulan Cerpen Dari MajalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang