"Eugh."
Lenguhan kecil itu memecahkan suasana ruangan unit kesehatan yang awalnya hening. Suara itu berasal dari Yuna yang akhirnya tersadar dari pingsannya. Tangan Yuna perlahan mulai bergerak memegang kepalanya sembari memfokuskan pandanganya yang buram dan akhirnya terlihat jelas. Mata Yuna langsung bergerak mencari keberadaan kekasihnya, Kai. Pusing di kepalanya dia abaaikan, dia harus mencari Kai.
Dia khawatir Kai marah karena dia membohongi Kai mengenai wajah pucatnya dan menyembunyikan tentang sakitnya. Dia ingin menjelaskan kenapa dia berbohng kepada Kai dan semua orang yang menanyakan kesehatannya. Namun dia kecewa ketika tidak menemukan Kai di sekitar sini.
Apa Kai marah?
Hanya itu yang ada di otak Yuna sekarang.
"Kau sudah sadar ternyata."
Suara yang diucapkan dengan datar itu sukses membuat Yuna menoleh ke samping, ke arah suara. Terlihat Kai yang sedang berjalan ke arahnya, tangannya membawa plastik berisi obat dan segelas air putih. Tidak ada senyuman hangat yang selalu Kai berikan ketika bersamanya. Kalau seperti ini, Yuna yakin kalau Kai sedang marah kepadanya dan itu memang tidak salah.
Tentu saja Kai marah.
Yuna berbohong kepadanya kalay dia baik-baik saja. Padahal kata dokter, kemungkinan gejala demam sudah dirasakan sejak dua hari yang lalu atau kemarin, dan hari ini adlaah puncaknya. Bahkan dokter heran kenapa Yuna tetap masuk kuliah. Padahal Yuna membutuhkan istirahat yang cukup agar cepat pulih dari sakitnya. Kai seketika merasa bodoh karena baru menyadarinya hari ini.
"Oppa." Yuna memanggil Kai yang tengah menaruh plasti berisi obat dan segelas air ke nakas yang ada disampingnya.
Kai menoleh ke arahnya hanya sebentar, sebelum dia kembali memandang dan merapikan barang-barang di nakas. Yuna yakin, Kai benar-benar marah kepadnaya dan Yuna merasa bersalah karena itu.
"Kau harus makan dan minum obat," ujar Kai dingin. "Duduk, kemudian makan."
Yuna mengangguk lemah. Dia berusaha duduk dari posisinya, namun dia kesulitan. Tubuhnya rasanya begitu lemas, kepalanya terasa pusing. Baru saja dia hendak mencoba duduk lagi, dia merasa ada yang sudah memegang punggungnya membuatnya sontak menoleh ke pemilik tangan.
Itu adalah Kai yang membantunya untuk duduk.
Semarah atau sekecea apapun Kai, dia tidak tega membiarkan kekasihnya seperti itu. Setelah Yuna duduk dan tubuhnya sudah disandarkan oleh Kai di brankar yang bagian kepalanya memang cukup tinggi, Kai melepas tangannya dari tubuh Yuna, kembali ke meja yang berada disampingnya, mengambil mangkok berisi bubur yang tadi diberikan perawat disini.
"Kau bisa makan sendiri?" tanya Kai sembari berjalan dan duduk disamping Yuna.
"Aku—"
"Jangan berbohong lagi," ucap Kai dengan nada menusuk.
"Aku bisa memakannya sendiri, tapi aku mau disuapi olehmu. Boleh kan?"
Sebenarnya Yuna bisa memakannya sendiri, walau tubuhnya lemas, dia tidak selemah itu. Hanya saja dia mau Kai menyuapinya sekaligus dia ingin memita maaf kepada kekasihnya karena sudah membohonginya.
Kai yang mendengar itu, tanpa basa-basi menyendok bubur itu. "Buka mulutmu," ucapnya sembari mengarahkan sendok itu ke Yuna.
Yuna langsung membuka mulutnya, Kai tetap menyuapinya dnegan lembut. Yuna hanya memandang Kai yang menyendok sendok ke dua. Yuna tersenyum tipis, walau Kai marah kepadanya, dia tetap bersikap lembut kepadanya, dia tahu Kai adalah tipe pria yang lembut. Namun tetap saja Yuna tidak nyaman jika dia harus terus berdiam-diaman seperti ini dengan Kai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Story [TXT X ITZY]
RomanceCerita ini menceritakan mengenai kisah percintaan dan kehidupan antara kelima pria dan lima gadis, dimana mereka harus menghadapi berbagai rintangan dalam hubungannya mereka semua. Setiap pasangan memiliki masalah percintaan atau kehidupan masing-ma...