Sana meletakkan setumpuk Buku di Meja Nayeon pada suatu pagi. "Ini. Seluruh materi yang kami pelajari selama kau absen."
"Gomawo." Jawab Nayeon. Ia masih mengenakan sweaternya. Ia meraa kedinginan meskipun tidak hujan. Sebelumnya Nayeon absen dari sekolah selama 3 hari karna ia terkena demam. Dan dalam 3 hari itu, banyak sekali materi yang Nayeon lewatkan.
"Geokjeongma." Sana menangkap kekhawatiran diwajah Nayeon. "Aku akan menjelaskan bagian mana yang kau tidak mengerti. Arachi?"
Nayeon tersenyum. "Nde. Gomawo Sana." Nayeon kemudian ingat bahwa Sana juga merupakan Yeoja yang pandai.
"Sudahlah jangan berterima kasih terus. Kita adalah teman. Bukankah teman seharusnya saling membantu?"
Nayeon nyengir.
"Ngomong-ngomong, kau tidak datang dengan Seokjin?" Tanya Sana.
"Aku datang dengannya, tapi dia bilang ia ingin menemui Irene terlebih dahulu." Jawab Nayeon. Nada suaranya terdengar sedih.
"Kau kenal Irene?" Tanya Sana.
Nayeon mengangguk. "Selama aku absen, aku hanya tidak bertemu dengan Seokjin saat disekolah saja. Kami bertetangga ingat? Dia tetap mengunjungiku selama 3 hari itu. Dan 2 hari terakhir yang selalu ia bicarakan adalah Irene."
"Kudengar dia dari kelas unggulan. Tapi aku tidak tahu dimana tepatnya. Kau sudah lihat rupanya?"
"Kalau tidak salah, Seokie bilang dia dari kelas 8B." Nayeon memberitahu Sana. Kemudian ia menggeleng. "Tidak. Aku belum melihatnya. Dan aku tidak bisa membayangkan seperti apa rupanya. Seokie hanya menggambarkannya sebagai Yeoja yang sangat cantik dan anggun seperti bidadari."
Sana terkekeh. "Oke.. kuakui Irene memang cantik dan anggun. Tapi dia bukan bidadari. Dia lebih seperti Iblis, kau tahu? Dan aku tak suka tatapannya yang terlalu meneliti. Aku merasa ditelanjangi hanya karna dia menatapnya dari ujung kaki sampai ujung kepalaku." Keluhnya kemudian.
"Well, Seokie mengatakan Irene sangat baik dan perhatian padanya. Aku senang Seokie mendapat teman baru yang baik padanya." Ucap Nayeon menyuarakan pendapatnya.
"Tapi Nayeon, bagaimana jika mereka tidak sekedar teman? Apa kau tidak akan merasa cemburu? Atau merasa sakit karna Seokjin telah direnggut darimu?" Tanya Sana.
Nayeon memikirkan itu sejenak. "Kurasa tidak. Toh aku dan Seokie hanya berteman. Untuk apa aku cemburu?" Jawabnya kemudian. Namun dalam hati kecil Nayeonpun masih meragukan apa yang ia katakan.
"Entahlah. Saat melihat kalian, aku selalu merasa bahwa kalian sudah terhubung satu sama lain. Seolah kalian memang ditakdirkan bersama. Ada sebuah benang yang mengikat kalian berdua."
"Jangan Konyol Sana. Sepertinya itu hanya perasaanmu saja. Lagipula, aku dan Seokie selalu bersama sejak kecil. Kurasa itulah sebabnya kami seperti sudah terhubung satu sama lain." Nayeon menjelaskan meskipun sebenarnya sebagian dari dirinya berharap bahwa apa yang Sana katakan adalah benar. Bahwa ia dan Seokjin ditakdirkan bersama.
Sana mengangguk. "Kurasa kau ada benarnya juga. Tapi kurasa aku juga benar dalam satu hal. Irene itu seperti Iblis. Kau tidak akan menyukainya. Aku penasaran bagaimana ia dan Seokjin bertemu."
Nayeon mengingat kembali apa yang Seokjin ceritakan padanya sebelumnya. Kemudian ia mulai bicara setelah memgingatnya. "Seokie mengatakan ia tidak sengaja bertemu dengan Irene di UKS. Kaki Seokjin terkilir saat bermain bola. Ia ke UKS saat sedang ada beberapa anggota Palang Merah Remaja. Irene adalah salah satu anggota PMR dan dia yang meminta menangani Seokjin kala itu."
Sana mengangguk-angguk menanggapi cerita Nayeon. Sana sebenarnya sangat berminat dalam Kegiatan Ekstrakulikuler PMR. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk bergabung karna masalah dana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love of My Life | JINAYEON
FanfictionSUMMARY: Dalam Persahabatan, akan selalu ada salah satu Pihak yang Jatuh Cinta kepada Pihak Lainnya. Jika kau cukup beruntung, Kedua Pihak akan saling mencintai. Namun jika kau tidak beruntung, Kau harus memendam perasaan yang kau rasakan demi menja...