24 - Speak Now

757 83 36
                                    

2 minggu setelah audisi adalah Hari pengumuman Kelulusan. Malamnya adalah saat pementasan. Dan malam inilah saatnya. Tepatnya pukul 7.

"Jadi, eomma benar-benar tidak akan datang melihat Pementasan Teater malam ini?" Tanya Nayeon sambil membantu Eommanya merapikan barang-barang yang akan dibawa ke alun-alun kota.

Yoona mengelus puncak kepala Nayeon setelah mengecupnya. "Sayang, kau tahu kan eomma harus ke alun-alun kota. Dan appamu lelah. Lagipula, itu bukan pemestasanmu bukan? Bukan kau yang tampil bukan? Jadi eomma rasa tidak apa-apa jika eomma atau appa tidak datang."

Nayeon mengangguk. Ia mengerti bahwa Ibunya harus berjualan. Mereka butuh uang. Selain itu, bukan ia yang akan tampil di Pementasan Teater malam ini. Jadi Nayeon tak merasa kecewa orangtuanya tidak datang. Setidaknya mereka datang saat acara Wisuda Nayeon.

"Oh iya, kau tahu Paman dan Bibimu yang berkunjung beberapa waktu lalu." Tanya Yoona ketika ia teringat sesuatu.

Nayeon memutar otaknya mencoba mengingat. "Park Bogum dan Park Boyoung?" Tanyanya ketika ia ingat.

"Ya." Yoona membenarkan. "Dan kau tahu mereka tidak punya anak bukan?" Tanyanya kemudian.

"Lalu?" Tanya Nayeon masih tidak mengerti kenapa Ibunya menanyakan ini. Sesaat kemudian pemahaman merasuk ke kepalanya. "Tunggu, jangan bilang eomma berniat menjualku kepada mereka." Tuduh Nayeon.

"Tidak sayang, bukan begitu..." Sanggah Yoona.

"Lalu apa?"

"Mereka tidak punya anak namun mereka kaya raya. Tapi itu bukan berarti emma ingin menjualmu sayang. Appamu pasti akan membunuh eomma. Paman dan Bibimu ingin membiayaimu kuliah di Seoul. Tapi kau harus tinggal dengan mereka." Yoona menjelaskan.

"Mwo?!" Pekik Nayeon tidak percaya. "Shireo."

"Nayeon sayang, pikirkanlah baik-baik. Kuliah itu penting untuk masa depanmu." Yoona berkata dengan nada lembut. Berusaha membujuk Putrinya. Ia sebenarnya tidak rela berpisah dengan Anak semata wayangnya. Tapi ia juga harus mempertimbangkan masa depan anaknya.

"Jika mereka ingin membiayaiku kuliah, maka biayai saja. Tidak perlu memintaku ikut tinggal bersama mereka." Ucap Nayeon ketus.

"Universitas di Seoul jauh lebih bagus daripada Daegu." Yoona memulai. Ia ingin melanjutkan tapi Nayeon sudah kembali bicara.

"Tidak. Aku tidak mau eomma. Aku lebih memilih tidak kuliah daripada harus tinggal dengan orang asing."

"Mereka bukan orang asing sayang. Mereka paman dan bibimu. Mereka..."

"Pokoknya Tidak!" Potong Nayeon tegas. "Aku tidak butuh kuliah. Aku bisa cari kerja disekitar sini saja."

Yoona menghela nafasnya. "Ya sudah kalau memang itu keputusanmu." Yoona sudah selesai merapikan apa yang akan ia bawa di gerobak dorong. Saatnya berangkat. "Kalau begitu eomma berangkat."

Nayeon hanya mengangguk. Ia terlalu marah untuk bicara. Ia tak habis pikir bagaimana bisa Ibunya mengira ia akan merasa senang bisa kuliah di seoul. Nayeon tidak pernah menginginkan kehidupan mewah seperti Paman dan Bibinya. Memiliki Ayah dan Ibunya seperti saat ini saja, ia sudah bahagia meskipun dalam kemiskinan. Lagipula, ia tak bisa membayangkan jika harus berpisah dengan Seokjin. Ia pasti akan sangat rindu.

Setelah merasa cukup tenang, Nayeon memutuskan untuk mengganti pakaiannya dan menyisir rambutnya sambil menunggu Seokjin datang menjemputnya. Mereka berencana pergi ke sekolah untuk menonton Pementasan Teater dengan menggunakan sepeda malam ini.

"Yeon-ie!" Tepat ketika Nayeon selesai mengepang rambutnya, terdengar suara Seokjin yang memanggilnya. Ia segera berlari keluar dengan berjinjit agar tak membangunkan Ayahnya yang sedang beristirahat.

Love of My Life | JINAYEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang