20 - The God of Thunder

20.9K 3.9K 2.2K
                                    

Ps: Chapter kali ini menggunakan sudut pandang orang ketiga

.

.

.

.

.

"Bodoh!" Taeyong menggebrak meja dengan kepalan tangannya yang sangat kuat. Mulutnya tidak berhenti berdecak, dahinya pun 'tak kunjung henti berkerut.

Sejak kepergian Vega dan Shaula yang membawa kabur Jean, suasana di kerajaan sangatlah buruk. Semuanya kacau. Amarah meracuni pikiran mereka, baik bagi Mbak Uwu sekali pun.

"Arghh sialan! Bisa-bisanya mereka mengambil Jean!" kesal Johnny.

Win yang sedari tadi hanya diam melamun, kini berdiri, menghadap semua teman-temannya. "Kita enggak bisa tinggal diam," cetusnya.

Jaemin Kid pun ikut menanggapi. "Benar. Kita enggak bisa berdiam diri di sini seolah tidak terjadi apa-apa. Kita harus ambil tindakan secepat mungkin. Pikirkan caranya, jangan hanya mengumpat seperti orang bodoh. Marah saja tidak akan menyelesaikan masalah."

Berkat perkataan Jaemin Kid barusan, semangat yang lainnya kembali pulih. Memang benar apa yang Jaemin katakan, marah saja tidak akan menyelesaikan masalah.

"Terus apa yang harus kita lakukan?" Semua pandangan kini beralih pada Jack. "Lo sendiri apa punya rencana? Sejak awal kita semua menghadapi ini tanpa rencana, bukan? Bukan kah kita semua berkumpul di sini atas rencana lo, tapi apa lo pernah dengan jelas mengatakan apa tujuan dari semua ini?"

Jisung mengangguk. "Lo bilang, masalah Jean berarti masalah Traumweltesh juga. Segala hal hanya tentang cewek itu, sementara kita? Mengawalnya seperti orang bodoh. Bahkan saat kejadian tadi pun bisa saja salah satu dari kita sudah mati di tangan anak Black Hadra itu, atau lebih parahnya semuanya."

Bukannya membaik, keadaan justru tambah mencengkam saat ini. Entah karena mereka setuju atas apa yang Jisung katakan, atau hanya tidak tahu harus bertindak apa.

Marco menghembuskan napas. Mungkin sudah saatnya ia jujur kepada yang lainnya. "Gue melakukan semua ini juga bukan tanpa alasan. Semua ini karena buku itu."

"Buku itu?" tanya Kunion kembali.

"Ya, buku ramalan itu." Mark mengangguk. "Ada sebuah buku yang berisikan ramalan atas segala hal di Traumweltesh. Sejak zaman dulu, buku itu lah yang dijadikan warga sebagai patokan dalam menyelesaikan masalah. Hingga suatu hari, pemerintah merebut paksa buku itu atas embel-embel keamanan."

"Namun pemerintah tidak pernah tahu, bahwa ada lembaran-lembaran buku itu yang memang sudah terpisah. 'Hingga saat kebenaran memihak pada dunia, portal akan terbuka dan menurunkan Sang Kemurnian. Dan bila kemenangan ada di tangan, delapan belas prajurit pendekar pun akan hadir bersama Sang Kemurnian. Bahkan bila waktunya telah tiba, Sang Dewa Petir sekali pun akan turun memihak pada Sang Kemurnian'. Begitulah yang tertulis pada salah satu lembarannya," lanjut Mark.

"Tapi itu hanya ramalan dari sebuah buku. Bisa saja ramalan itu salah," tanggap Jisung.

Win yang sedari tadi hanya diam, kini mulai pusing sendiri akibat perdebatan ini. "Hey! Setelah semua yang kita lalui selama ini, kalian ingin membuangnya begitu saja? Meninggalkan usaha kita tanpa jejak sedikit pun? Ayolah, untuk kali ini saja, lawan keegoisan dalam diri kalian. Bukalah mata, lihat bagaimana dunia kita saat ini."

NEO CULTURE HALLOWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang