Mobil Audi Silver yang tengah dikendarai ayah dengan tenang membelah jalanan yang mulai menyepi sebab ini bukan lagi waktu para karyawan berangkat ketempat kerja ataupun para anak sekolah untuk berangkat menuju tempatnya menuju dimana mereka menimba ilmu. Tak jauh beda dengan jalanan yang cukup sepi, keadaan mobil pun turut hening dan heningnya melebihi sepinya jalan, Veeyan hanya diam membungkam kedua belah bibirnya dengan kepalanya yang ia tolehkan kejendela sisi kirinya dengan kedua matanya yang menjelajah jalanan dan ayah pun turut terbungkam mendapati kegalauan anaknya yang entah mengapa juga dapat ia rasakan, meski faktanya ia tak tahu apa yang tengah digalaukan oleh Veeyan hingga menjadi sosok yang amat pendiam didekatnya.
“Yah ...” panggil Veeyan akhirnya membuka kedua belah bibirnya meski ragu begitu terkandung didalam suaranya.
“Ada apa, Nak?” jawab ayah menoleh bersama kelegaan yang hadir saat mendapati anaknya tak lagi membisu.
“Ayah- percaya gak kalau ada orang yang bisa mendengar batin orang?” Dan tanya yang bercampur ragulah yang terdengar dari suara Veeyan dengan volume kecilnya.
“Percaya, Ayah dulu punya temen yang punya kemampuan seperti itu,” jawab ayah dengan yakin.
“Ta-ta-tapi, kalau Bintang yang punya Ayah percaya gak?” tanya Veeyan lagi dengan ragu turut hadir yang membuatnya tergagap.
“Maksudmu, Nak?” tanya balik ayah yang terheran dengan ucapan anaknya tersebut.
“Ayah percaya atau gak?” Bukanlah jawaban yang Veeyan berikan kepada ayah melainkan tanyanya dengan tatapan memohonnya yang tampak begitu dalam.
“Percaya, karena mendiang harabeojimu memiliki kemampuan itu dan mungkin bisa saja itu menurun kepada cucunya,” jawab ayah.
“Oh, baguslah kalau begitu,” gumam Veeyan dengan lega yang mengundang kernyitan heran didahi ayah.
“Karena … karena ... akulah yang menuruni kemampuan kakek,” lanjut Veeyan, spontan kepala menoleh kearahnya saat ucapannya teralun menyapa gendang telinga ayah.
“Beneran, Nak?” tanya ayah dijawab dengan anggukan Veeyan seraya berucap “ya”dengan pelan bagaikan desingan angin belaka.
“Wah ... kerennya anak Ayah,” puji ayah bersama tangan kirinya ia daratkan ketas rambut hitam Veeyan lalu mengusapnya dengan lembut.
“Yah, aku mau ikut Ayah ke kantor aja,” ucap Veeyan setelah ia yang kembali terdiam meski dalam waktu yang singkat.
“Beneran nih?” tanya ayah dan untuk kedua kalinya hanya anggukan kepala yang Veeyan berikan sebagai jawaban.
“Nak, coba dengarkan gumaman Ayah ya,” pinta ayah.
“Lihatlah putraku sudah tumbuh besar, rasanya meski hanya ada kamu disamping Ayah sudah sangat cukup untuk Ayah, karena kau adalah bintang Ayah, Nak” Dan gumaman itulah yang tanpa sadar telah terucap dari batin ayah yang dengan jelasnya memasuki gendang telinga Veeyan.
“Ayah ... kenapa Ayah ngomong gitu? Ayah jangan bikin Bintang terharu dong,” ucap Veeyan dengan rengekan manjanya yang terdengar dan ayah hanya tersenyum saat menyadari akan apa yang ia gumamkan dalam batinnya.
“Bintang sayaaang banget sama Ayah, Bintang gak mau ada yang menyakiti fisik maupun hati Ayah, Bintang akan menjadi pelindung Ayah,” ucap Veeyan dengan memeluk erat tubuh ayah saat mobil ayah yang telah berhenti di area parkir yang dikhususkan untuk petinggi perusahaan.
“Ayah juga sayaaang banget anak Ayah, dengan kamu selalu disisi Ayah itu udah cukup Nak, karena Ayahlah yang akan menjadi pelindungmu,” jawab ayah balas memeluk dengan hangat tubuh kecil anaknya tersebut.
“Jja kita keluar!” ajak ayah namun Veeyan tetap diam tak bergeming.
“Yah ... aku tetep pakai seragam sekolah nih?” tanya Veeyan memperhatikan penampilannya sendiri yang masihlah mengenakan seragam sekolah lengkap, dan seulas senyum manis yang hangat dengan sepasang dimple mengembang dari bibir ayah.
“Udah, bereskan,” ucap ayah setelah tanganya dengan telaten melepas jaz almamater plus dasi Veeyan dan kini hanya menyisakan kemeja berlengan panjang berwarna krem lembut dengan celana panjang berwarna coklat.
“Ayo kita keluar!” ajak ayah lagi yang kini telah berhasil menggerakkan kedua kaki Veeyan untuk mengekorinya.
“Yah, kok kantornya sepi?” tanya Veeyan terheran saat tak ada satupun lalu lalang karyawan sang ayah yang ia lihat.
“Inikan masih pagi dan ini masih di parkiran khusus Nak, jadi jangan heran kalau sepi, yang nempati aja mobilnya bisa dihitung kok,” jawab ayah menjelaskan.
“Oh ...” gumam Veeyan dengan kepalanya yang mengangguk-angguk kecil.
“Kok masih pagi sih Yah? Padahal udah jam 7 lewat lo, emang terlambatnya jam berapa?” heran Veeyan saat menyadari akan ucapan sang ayah beberapa menit lalu.
“Jam 8,” jawab ayah.
“kok siang banget sih, Yah?” heran Veeyan dengan sedikit memprotes.
“Kan udah umunya jam segitu, Nak,” jawab ayah.
“Selamat pagi, pak”sapaan ramah dan sopan tersebut teralun dari para karyawan ayah kala melihat sang bos telah memasuki area dalam kantor, ayah menjawabnya dengan seulas senyum tipisnya sedangkan Veeyan ia hanya menampakkan wajah cuek dan angkuhnya.
“Kamu duduk situ aja, oke?!”titah ayah lembut dengan tangan yang menunjuk sofa yang berada diruangannya.
“Oke”jawab Veeyan patuh.
“Kalau mau apa-apa bilang ayah, arraseo?”ucap ayah lagi.
“Arraseo”jawab Veeyan kini dengan mengangguk patuh.
Ok, diatas dengan fotonya si abang anthony si bule jawa

KAMU SEDANG MEMBACA
Father And Son(HIATUS)
FanfictionIvander Kim dan Raeveeyan Ivander Kim sepasang anak dan ayah yang memegang erat prinsip "meskipun hanya kau didunia aku tak apa". Perginya dengan tanpa kata sang bidadarilah yang membuat mereka tak menoleh sedikitpun pada sekitar, hanya orang terdek...