Kecewa

2.1K 111 0
                                    

Sepasang ayah dan anak tampak berjalan beriringan dikoridor sekolah menuju ruang kepala sekolah dimana keberadaannya telah dihapal luar kepala oleh sosok sang anak yang tak lain dan tak bukan adalah Veeyan.

“Oh ya Yah, Bintang baru ingat, kalau hari Rabu Pak Edwin gak datang,” ucap Veeyan tiba-tiba.

“Terus kita kemana dong,  Nak?” tanya ayah dengan gurat kecewa yang hadir diwajah dan ucapannya.

“Emb ... kita ke ruang guru aja, menemui wali kelas Bintang,” jawab Veeyan sebelum kedua kaki mereka kembali terayun dengan maksud menyambangi ruang guru, dan dalam waktu singkat mereka telah tampak berdiri dihadapan sebuah ruangan dengan papan bertuliskan “teachers room” dipintu kaca tersebut.

Tok! Tok! Tok!

Tangan Veeyan bergerak mengetuk hamparan pintu kaca tersebut.

“Silahkan masuk!” Dan jawaban dari dalam menggerakan tangan kanan Veeyan untuk mendorong hamparan daun pintu kaca dihadapannya tersebut, lalu kedua kakinya melangkah masuk disusul oleh ayah.

“Emb ... permisi Pak, Bu Santi ada?” tanya Veeyan dengan nada sopan dan badannya yang sedikit membungkuk meskipun ia terkenal sosok yang cuek dan jutek namun sopan santun yang selama ini ayah ajarkan padanya tetap ia tanamkan dengan baik, dan sikapVeeyan kali ini telah mengundang senyum bangga dari ayah yang menatapnya.

“Lihatlah, aku mampu dan berhasil membesarkannya seorang diri tanpa belaian tanganmu sekalipun,” batin ayah dengan berucap bangga kala kedua purnama tegasnya menatap putra kecilnya yang kini telah menjadi sosok bocah remaja yang begitu mengagumkan untuknya dan itu adalah hasil buaiannya seorang diri.

“Oh, Veeyan ada apa, Nak?” Dan sahutan dari sosok seorang ibu guru muda telah menggerakkan kepala Veeyan dan ayah untuk menatapnya.

“Ayo silahkan duduk Sayang,” lanjut guru tersebut yang tak lain dan tak bukan adalah sosok guru yang akrab disapa Bu Santi, seketika sepasang mata berlensa bu Santi melebar saat menangkap sosok menawan ayah salah satu muridnya tersebut.

“Silahkan duduk,” ucap Bu Santi dengan seulas senyuman lembutnya yang bertujuan menggoda ayah dan jangan lupakan kedua tatapan matanya yang tak teralihkan sama sekali kearah ayah.

“Emb ... anda siapanya Veeyan? Apakah kakaknya? Dan kalau boleh tahu dimana orang tua Veeyan?” Dan pertanyaan beruntun bu Santi teralun saat ayah yang telah duduk berhadapan dengannya.

“Oh, saya Ayahnya Veeyan, dan maaf kalau saya tidak pernah berkunjung ke sekolah,” jawab ayah ramah namun tidak pernah menghilangkan sifat cueknya yang sepertinya telah mendarah daging.

“Oh ... jadi anda Ayahnya Veeyan?” tanya Bu Santi teralun terdengar amat kikuk dengan fakta yang baru saja ia dapati.

“Ada perihal apa saya diundang ke sekolah?” tanya ayah memecahkan segala lamunan Bu Santi yang entahlah tentang apa itu.

“Jadi begini, tiga minggu lagi akan diadakan lomba akademik dan non akademik tingkat kabupaten, dan karena di Sekolah terdapat mata pelajaran bahasa korea jadi sekolah menunjuk Veeyan sebagai wakilnya, dan disini saya mewakili untuk memintakan izin kepada anda selaku wali dari Veeyan.” Jawaban Bu Santi menjelaskan panjang lebar dengan bahasa dan tutur kata yang amat ia hati-hatikan.

“Oh ... dengan senang hati saya memberikan izin kepada putra saya,” jawab ayah bersama seulas senyum menawannya meski jujur senyum itu semata hanya untuk ramah tamah belaka sebab, ia tak tertarik sama sekali dengan sosok guru dihadapannya yang sebenarnya memiliki wajah yang menawan, entah mengapa rasa tak sukanya seketika hadir kepada seseorang saat dilihatnya wajah tak suka putranya terhadap orang tersebut.

Father And Son(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang