Typus

1.5K 82 2
                                    

Kini efek akan bakso pedasnya telah Veeyan rasakan. Itu berimbas pada perutnya yang kini tengah sakit dan itu pastinya sangatlah mengganggu untuk Veeyan yang tengah menahannya.

Dan tampaknya gelagat anehnya tersebut di sadari oleh Anthony yang duduk satu meja dengannya.

“Raev, kamu gak apa-apa kan?” Itu tanya Anthony yang akhirnya tak mampu menahan kekhawatiran yang dirasanya akan sosok sang sahabatnya yang hanya menjawab dengan anggukan kepala dengan pelan.

“Tapi wajahmu pucet banget lo, Raev,” tanya Anthony yang tetap mengeyel bertanya akan keadaan Veeyan yang sangat mencurigakan.

“Bu!” panggil Veeyan dengan tangannya yang cukup bergetar.

Ia tampak begitu menahan sakitnya terlihat dari tangan kanannya yang bergetar an itu dapat dilihat oleh Anthony, Johan dan Rico yang pastinya menatapnya dengan curiga.

“Ya, ada apa Veeyan?” jawab bu guru tersebut.

“Kamu gak apa-apa kan, Veeyan?” Kini kecurigaan tak lagi hanya pada ketiga sahabat, melainkan sang guru pun turut curiga menatap wajah pucat dan berpeluh Veeyan.

“Bu, saya izin ke toilet,” pamit Veeyan.

“Silahkan,” jawab bu guru.

BRUUKKK!!!

“Raeveee!!” Namun baru saja kaki Veeyan bergerak satu langkah, tapi pertahaanya telah goyah. Ia telah ambruk dan terbaring lemah didepan kelas.

“Raev! Bangun Raev!” panggil Anthony panic menepuki pipi Veeyan.

“Bawa dia ke UKS saja, Thon!” titah sang ibu guru tanpa menunggu lagi telaah dilaksanakan oleh Anthony ang berlalu dengan Veeyan yang gendong bridal style dengan Johan dan Rico yang tanpa perlu izin telah mengekor.

“Han, badannya panas banget gini,” ucap Anthony setelah ia menyibak poni berpeluh Veeyan hingga tanpa sengaja merasakan suhu tubuh Veeyan yang menaik dengan drastis.

“Sebenarnya apa sih yang terjadi sampai dia demam kayak gini?” heran Anthony akan kelakuan apalagi yang dilakukan oleh Veeyan.

“Sebenarnya tadi pagi dia makan bakso pake sambal lima sendok tanpa saus dan sambal,” ucap Rico menjawab yang tak heran melototkan mata Anthony saat mendengarnya.

“Apa?!!” Tetap dengan mata yang melotot Anthony berucap setelah ia lepas dari keterkejutannya. “Kenapa gak kalian cegah sih?” keluh Anthony memprotes.

“Udah, Thon,” jawab Rico membantah. “Kamu tau sendirikan bagaimana Raevee kalau lagi marah? Serem banget dan keras kepalanya jadi tiga kali lipat” sahut Johan membela dirinya dan Rico.

“Emangnya ada masalah apa dia sampai kayak gini?” tanya Anthony yang begitu hafal akan sifat sahabat terkecil mereka yang tak akan grusah-grusuh dalam mengambil tindakan, terkecuali jika itu sudah menyangkut sang ayah.

“Dia kangen sama ayahnya yang lagi ada di Jepang,” jawab Rico. “Hah …ini sudah kuduga,” gumam Anthony.

“Kita udah tahu, dari dia kecil yang dia tahu hanya ayah dan dua omnya, begitu pun dengan hari-harinya yan hanya diisi sama ayah dan ayah, jadi tak heran kalau pisah lama dikit dia kayak gini,” sahut Johan yang mendapat anggukan Anthony dan Rico.

“Lebih baik kita bawa dia ke rumah sakit aja, aku yakin ini typhusnya kambuh,” usul Anthony yang mendapat anggukan setuju Johan dan Rico.

Tak mengambil waktu lama lagi, tubuh lemas Veeyan telah berada diatas punggung lebar Anthony dan berlalu menuju mobilnya bersama Johan, sedangkan Rico dialah yang mendapat tugas untuk izin kepada wali kelas mereka.

“Lo, bukannya itu Mas Veeyan ya?” belum juga ada maksud untuk meninggalkan sekolah Veeyan, namun Fahri telah kembali melihat sosok Veeyan tapi kini tengah digendong oleh Anthony yang tampak begitu tergesa-gesa.

“Mas Veeyan kenapa, Thon?” Tak menunggu waktu lama lagi, Fahri memilih untuk segera menghampiri Anthony dan Rico.

“Oh! Om Fahri,” gumam Anthony yang tampaknya terkejut akan kemunculan Fahri secara tiba-tiba.

“Kayaknya Typhus Raevee kambuh deh, Om.” Ricolah yang menjawab tanya Fahri.

“Ya udah, masukkin kemobil aja, kita langsung aja ke rumah sakit!” titah Fahri yang tak lama dilaksanakan oleh Anthony.

Tak lama mobil telah berlalu dengan kecepatan yang tak bisa dibilang santai saat Rico yang telah datang menyusul mereka.

…………

Dengan jarum infuse yang telah menusuk pergelangan tangan kiri Veeyan bersama deru nafasnya yang tampak berat dan jangan lupakan wajahnya yang tampak memerah efek dari suhu tubuhnya yang kini tengah menaik tersebut telah berhasil mengundng sendu pada lima orang yang tengah menatapnya dengan cemas.

“Ini gimana ceritanya sampai typhus Vee kambuh? Padahal tadi pagi baik-baik saja deh.” Suara Davin teralun melayangkan tanya kepada tiga sahabat Veeyan yang masihlah berdiri setia diasana.

“Rasanya jantung kita hampir saja melompat saat Bang Fahri nelfon kita ngasih tau keadaan Vee,” lanjut Davin, dan yang dikatakan Davin memang benar Fahrilah yang mengabari mereka, dan tak menunggu dua menit ataupun satu menit lagi bagi mereka berdua untuk berganti pakaian, beginilah jadinya mereka sampai dengan pakaian ala rumahan mereka.

“Tadi …di sekolah dia makan bakso pakai sambal yang gak tanggung-tanggung, Kak …” Jawaban Rico terdengar pelan bagaikan suara cicitan anak tikus saja yang terjepit.

Setelah lempar dan adu pandang siapa yang akan menjawab tanya Davin, dia sangat terpaksa menjawabnya karena jujur saja nyalinya ciut untuk menjawabnya.

“Padahal kita tadi udah melarangnya, tapi dia malah ngamuk,” sahut Johan yang seketika menarik atensi Gaevin yang sejak tadi memilih diam tapi tidak dengan tangannya yang sejak beberapa menit lalu mengusap dahi panas Veeyan dan matanya yang menatap cemas Veeyan.

“Kenapa kamu sampai lakuin itu sih, Dek?” Suara Gaevin kini terdengar meski pelan.

“Katanya dia sama ayahnya, Kak.” Suara Johan terdengar menjawab.

“Ternyata cara kita salah, Bang.” Pelan sekali Geavin berucap namun tetap ditangkap oleh Davin yang berdiri tak tepat dikanannya.

“Gak seharusnya kita ngajarinnya langsungan, Gaev …seharusnya perlahan,” jawab Davin balik bergumam. “Bang Ivan gimana, Bang?” tanya Gaevin saat ingatannya memunculkan sosok abang sulungnya.

“Gak usah dikabari, kasihan dia.” Namun baru saja mulut Davin mengatup, ponselnya telah bergetar-getar dengan layarnya yang menyala-nyala menampakkan nama sang abang yang telah melakukan panggilan padanya.

“Oke, sepertinya kita gak bisa nyembunyiin ini! Ikatan ayah dan anak ini terlalu kuat,” ucap Davin dengan tangan yang menunjukkan ponselnya yang menampakkan nama sang abang yang tengah memanggilnya untuk yang kedua kalinya.

“Okeee …” gumam Gaevin setelah ia dan yang lainnya hanya mampu meringis mendapati orang baru saja mereka bicarakan telah memanggil.

TBC

Ok, aku beneran double up.
Semoga suka dan memuaskan readersnim.
Terima kasih ....
Gomawoyo yeorobun.....

Father And Son(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang