Ayah ...Maaf

1.5K 80 9
                                    


Ruang rawat yang dihuni oleh lima orang tersebut hanyalah dihuni oleh sepi, seakan ruang rawat tersebut hanyalah Veeyan yang hingga kini masihlah tertidur yang menjadi penghuninya. Lima orang yang hanya diam tersebut adalah dua om tamapn Veeyan dan ketiga sahabat Veeyan yang sejak 30 menit yang lalu kembali datang masih dengan seragam sekolah mereka.

"Kak, gimana keadaan Raevee?" Suara berat Anthonylah yang mampu memecahkan keheningan yang menyelimuti.

"Dia daritadi belum bangun juga," jawab Gaevin namun jawabannya itu tak berlaku lama, sebab orang yang mereka bicarakan tak lama tampak membuka kedua matanya dengan perlahan.

"Ayah ..." gumam Veeyan pelan kala matanya tak mendapati sang ayah diantara lima orang disekitarnya. "Alhamdulillah kamu udah bangun, Dek." Seulas senyum lega hadir dikedua bibir Gaevin.

"Kok aku ada disini?" tanya Veeyan saat menyadari ia ada dimana. "Kamu tadi pingsan saat pelajaran Bu Tari," jawab Anthony dengan wajah sebalnya.

"Loe tadi udah bikin jantung kita bertiga mau lompat tau gak sih, Raev!" sahut Rico mengomel. "Maaf." Hanya kata itulah yang teralun dari bibir Veeyan.

"Lain kali kalau sakit bilang dong! Jangan paksain dan diem aja!" sahut Johan melancarkan nasihatnya dengan nada lembutnya. "Maaf." Kedua kalinya hanya kata itulah yang Veeyan jadikan jawaban.

"Ayah mana?" tanya Veeyan saat ia tak juga mendapati sosok yang sangat ia rindukan. "Mau ketemu sama Ayah?" tanya Davin namun yang didapatnya adalah gelengan pelan Veeyan dengan pandangan yang tak lagi menatapnya.

"Loh?! Kenapa, Dek?" heran Davin. "Vee gak mau Ayah pulang dulu, Om ...Vee gak mau lihat Ayah sedih karena aku sakit," jawab Veeyan pelan.

"Aku udah nakal, Om ...aku pasti udah bikin Ayah sedih ..." gumam Veeyan pelan dengan suara paraunya. "Aku gak mau Ayah pulang dulu ...biar aku sembuh dulu," gumam Veeyan yang kini telah terisak.

"Gak kok, Vee bukan anak nakal! Vee anak kebanggaan dan tersayang Ayah tau ..." jawab Davin pelan dengan suaranya yang gemetar akibat dari tangis yang ia tahan sekuat mungkin begitu juga empat orang lainnya yang juga telah menumpukkan airmata mereka dikedua kelopak mata saat mendapati sosok si sakit yang tengah terisak.

BRAAAKK!!!

"Bintang!!" Setelah pintu yang dibuka dengan tak elitenya hingga menimbulkan suara dobrakan yang keras disusul suara teriakan ayah yang pastinya membuat semua penghuni ruang rawat tersebut terkejut tak terkecuali Davin dan Gaevin yang faktanya telah tahu akan kepulangan ayah.

"Cepet banget," gumam batin Davin dan Gaevin kompak dengan mata yang menatap takjub sosok abang mereka berdua yang tengah lebar menghampiri ranjang rawat Veeyan.

"A-a-ayah ..." panggil Veeyan terbata dengan mata yang menatap shock akan sosok sang ayah yang hanya bagaikan ilusi baginya.

"Kenapa Ayah udah pulang? Padahal aku belum sembuh sama sekali?" batin Veyan kala semua harapnya tak terkabulkan sebab kini sosok yang tak ia harapkan kepulangannya meski jujur ia sangat rindu telah berada dihadapannya.

"Bintang ...Ayah pulang, Nak." Dengan penuh kehangatan pelukan ayah telah Veeyan rasakan kembali.

"Hiks ...hiks ...hiks ..." "Kamu kenapa, Nak? Apanya yang sakit? Kepala Bintang sakit?" Bukanlah airmata putranya yang ingin ayah lihat, melainkan pelukan dan kemanjaannyalah yang sangat dinantikan oleh ayah.

"Kenapa, Nak? Ayah udah disini sayang ...atau Bintang marah sama Ayah?" tanya ayah saat gelengan Veeyanlah yang didapatnya untuk pertanyaan pertamanya meski dengan Veeyan yang memeluknya dengan erat.

"Mianhae ...jheongmal mianhae ..." pinta Veeyan dengan kata maafnya bersama airmatanya yang semakin mengalir deras. "Kenapa Bintang minta maaf sama Ayah?"tanya ayah lembut.

"Ka-karena Bintang ...udah nakal lagi ...hiks ...udah bikin Ayah sedih lagi ...Bintang gak nepati janji Bintang dulu hiks ...." jawab Veeyan dengan menangis sesenggukan.

"Bintang nakal kok, wajar saja kalau Ayah khawatir sama Bintang," jaawab ayah lembut bersama tangan ang mengusap kepala Veeyan dengan tak kalah lembutnya.

"Hiks ...hiks ...hiks ...maafkan Bintang, Yah ..." pinta Veeyan untuk yang kedua kalinya. "Udah, gak usah minta maaf lagi ...besok-besok jangan ngelakuin kayak gitu lagi yang bikin semua orang panic, arraseo?" jawab ayah tak pula meninggalkan kelembutannya.

Tes! Tes!

Air mata Veeyan semakin mengalir deras namun kini bersama dengan cairan merah pekat berbau anyir yang telah mengotori punggung tangannya.

"Bintang kamu gak apa-apa kan, Nak?!" Tak heran lagi jika ayah panik, sebab ayah telah begitu hafal akan kebiasaan buruk putranya jika typhusnya kambuh yaitu Veeyan yang akan mimisan dengan sangat mengkhawatirkan.

"Ukh ...!! Ayah ..." rintih Veeyan menahan sakit yang mendera dikepalanya yang ia tundukkan dan tengas ia cengkeram dengan kuat.

"Dongakkan kepalamu, Nak!" titah ayah dengan lembut bersama tangan kiriya yang menahan kepala Veeyan yang ia dongakkan sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mencoba menyumbat darah yang mengalir dari hidung Veeyan, tak peduli lagi dengan tangan dan kemeja kerjanya yang telah terkotori oleh darah putranya.

"A-ayah ...hiks ...hiks ..." rintih Veeyan tetap dengan memanggil sang ayah mencoba mengadu sakit yang mendera kepalanya dengan semakin menjadi.

"Sabar ya sayang ..." Suara ayah kini terdengar begitu parau dan matanya pun telah tertumpuki oleh air mata yang kapan saja siap jatuh jika ia berkedip barang satu kali saja.

Sungguh melihat keadaan putranya sangat membuat hatinya berdesir perih, jika saja bisa ia sangat ingin menggantikan posisi putranya agar ia tak lagi mendengar rintihan sakit dan air mata putranya tercintanya tersebut.

"Ukh ...hiks..." Rintihan dan isakan masihlah terdengar dari Veeyan yang tengah duduk disofa dipangkuan sang ayah macam koala dengan kepala yang bersandar didada bidang ayah. Ayah pun keadaannya tak jauh beda memprihatinkan sebab banyak noda darh Veeyan yang telah mengotori kemeja dan beberapa bagian tubuh lainnya.

"Kepalanya masih pusing?" tanya ayah dengan tangan kanannya yang beralih tugas untuk mengusap kepala Veeyan dan tangan kirinya kini berganti untuk mengusap darah yang sesekali masih mengalir dari hidung Veeyan meski tak semengkhawatirkan tadi.

"Sekarang tidur ditempat tidur ya? Tidurnya biar enak," pinta ayah yang mendapat gelengan kepala dari Veeyan. "Ya udah, sekarang tidur ya sayang," pinta ayah lagi kini dengan tangan yang bergerak mengusap lembut surai malam Veeyan dan tak lama seorang suster menyuntikkan obat kedalam selang infuse Veeyan sebab sejak tadi Veeyan taak juga mau meminum obatnya.

"Ah ...akhirnya tidur juga." Kelegaan akhirnya hadir dihati ayah dan kedua adiknya saat mendapati Veeyan yang telah terlelap meski dengan jejak-jejak darah yang mengotori sebagian wajah Veeyan. Sedangkan ketiga teman Veeyan telah pulang karena titah Gaevin beberapa menit lalu sejak Veeyan yang mulai tenang.

Dengan perlahan ayah membaringkan tubuh putranya keatas ranjang rawat dan menarik selimutnya hingga menutupi sebatas dada Veeyan.


TBC

Gimana ceritanya?

makin gaje

atau makin aneh?

atau makin tidak jelas?

maaf ya kalau tidak sesuai keinginan para temen-temen semua

Father And Son(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang