Miss You

1K 65 0
                                    

“Aduuh …syukurlah kamu udah masuk lagi, Raev,” ucap Johan setelah acara telethubiesnya kepada Veeyan yang telah ia selesaikan .

“Masih sakit gak nih lukanya?” tanya Rico dengan wajah ngerinya menunjuk luka di kepala Veeyan yang tertutupi perban.

“Ya …masih sakit kalau dipegang,” jawab Veeyan dengan tangannya yang bergerak memegang dengan pelan luka dikepalanya.

“Kenapa kalian gak jenguk aku sekali?!” Dan kini proteslah yang Veeyan berikan kepada ketiga sahabatnya.

“Jenguk kok, 3 hari berturut-turut malah! Tapi kamunya aja belum sadar,” jawab Rico.

“Dan kita itu prihatin banget dengan keadaan ayahmu, Raev.” Tetaplah suara Rico yang terdengar.

“Ya, tiga hari gak makan, gak ganti baju padahal bajunya kotor banget terkena darahmu lo, Raev.” Terdengar suara Anthony yang menyahut.

“Ayah …” batin Veeyan kala rindunya terhadap sang ayah kembali ia rasakan begitu menyiksanya.

“Yuk ke kantin!” ajak Veeyan yang langsung berlalu pergi mendahului ketiga temannya.

“Kamu belum sarapan?” tanya Rico terheran yang hanya mendapat anggukan dari Veeyan.

“Tumben banget, biasanya diajak makan gak pernah mau,” lanjut Rico tak memperhatikan wajah keruh Veeyan.

“Lagi gak nafsu,” jawab Veeyan malas.

“Ayahmu gak marah gitu?” tanya Johan yang digelengi Veeyan.

“Buk, baksonya satu,”ucap Veeyan kepada ibu penjaga kantin.

“Eh …Dek Veeyan, tumben banget sarapan di sekolah,” sapa dengan ramah ibu penjaga kantin.

“Lagi pengen sarapan sama temen-temen,”jawab Veeyan tenang.

“Ini, Dek!” Dengan satu mangkuk bakso yang tampak begitu menggiurkan.

“Makasih, Bu.” Dengan tenang kedua kaki Veeyan telah menyusul Rico dan Johan yang telah duduk anteng dengan satu porsi sarapan mereka.

“Anthony mana?” tanya Veeyan kala tak mendapati sahabat paling jangkungnya.

“Belum berangkat, biasalah diakan berangkatnya udah mau masuk, ngebo terus sih,” jawab Johan dengan mulutnya yang tengah mengunyah dengan tenang makanannya.

“Eh …eh …Raev! Kamu jangan gila deh kalau ngasih sambalnya!” teriak Rico kaget akan kelakuan Veeyan yang telah mencemari bakso dengan lima sendok sambal.

“Kamu jangan aneh-aneh deh Raev! Ingat kamu tu punya typus yang bakal bisa mentolerir sambal!” Johan pun turut panik akan kelakuan Veeyan yang hanya cuek saja mendengarkan kepanikannya dan Rico.

Dengan santainya Veeyan memakan baksonya yang penuh sambal dengan tanpa kecap maupun sambal.

“Udah, Raev! Gak usah dimakan! Lo pesen lagi biar gwe yang bayar!” ucap Johan dengan tangannya yang mencoba mencegah tangan Veeyan untuk kembali menyuapkan bakso kedalam mulut.

“Kalian apaan sih?!! Lepasin gwe!” Namun bukanlah kepatuhan Veeyan yang mereka dapat melainkan bentakan tajam Veeyanlah yang mereka dapat.

“Loe tu yang apaan?! Ingat! Kamu tu gak bisa makan yang terlalu pedes! Nanti kamu bisa sakit, Raev!!” bentak Rico.

“Gwe bersyukur kalau gwe sakit! Ayah akan segera pulang! Kalian tau itu, hah?!” bentak balik Veeyan dengan matanya yang telah berkaca-kaca.

“Tapi bukan gitu jugakan caranya Raev? Caramu itu sama aja dengan menyiksa dirimu sendiri.” Suara Rico kini telah melembut.

“Aku tu kangen banget sama Ayah, padahal baru lima hari Ayah disana …” gumam Veeyan dengan kepalanya yang menunduk mencoba menyembunyikan lelehan airmata yang mulai muncul.

“Kan kamu bisa telfon ayahmu, atau kalau gitu video call juga bisa?” ucap Johan berusul.

“Aku pengen lakuin itu, tapi Om-omku selalu bilang kalau aku harus bisa belajar jauh dari Ayah karena gak selamanya kita selalu bisa bersama …dan Om bilang jangan ganggu Ayah yang sedang bekerja untukku setiap kali aku akan menelfon Ayah,” jawab Veeyan dengan menjelaskan meski dengan fakta airmatanya yang semakin deras mengalir.

“Aku …aku mencoba menahannya, tapi ini sangat berat untukku,” lanjut Veeyan yang kini isakannya mulai terdengar.

“Tapi gak gitu jugakan caranya, Raev …itu sama saja loe nyiksa diri loe sendiri.” Dengan lembut Johan mencoba menasehati sahabat terkecilnya tersebut dengan tangannya yang mengusap punggung Veeyan yang menelungkupkan wajahnya diatas meja kantin.

“Dan gak ada salahnya juga kan kalau kamu menelfon Ayahmu sehari sekali atau dua sekali,” sahut Rico.

“Dan kasihan Ayahmu, saat pulang nanti yang ingin dilihatnya adalah sambut penuh senyum bahagiamu tapi yang apa didapatnya? Kecemasan karena mendapati anak tercintanya yang tengah sakit.” Dan ucapan lembut Johan semakin mengeraskan isakan Veeyan yang tak terpungkiri aliran airmata pun semakin deras pula.

“Ayah …maafkan Bintang, Bintang kangen banget sama Ayah,” gumam Veeyan bersama isakannya tetap dengan badan yang menelungkup diatas meja kantin.

“Ya udah, ayok kita ke kelas bentar lagi bel masuk!” ajak Rico mengandeng Veeyan yang tanpa bantah mengikuti kemana kaki Rico membawanya pergi yang tentu dengan Johan yang mengekor.

TBC

Halohaaaaa
Author gaje kembali lagi
Maaf ya sempet hiatus lamaaaaa banget
Soalnya ini lagi sibuk banget, caro waktu buat publis susah banget kalau malam pasti udah tinggal capeknya.
Ooops sorry malah curhat.
Insyallah update double kalau bisa

Father And Son(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang