Maaf Bu ...

852 62 7
                                        

Dering bel tanda istirahat telah berbunyi beberapa menit lalu, kelas pun perlahan telah sepi. Namun rupa-rupanya empat sekawan tersebut beitu betah dikelas tengah berdiri disekeliling bangku Veeyan.

"Udah belum, Raev? Udah laper nih!" tanya Rico. Rupa-rupanya mereka akan ke kantin hanya saja menunggu Veeyan yang entah mengapa tiba-tiba jadi lemot macam jaringan dalam mode G gitu deh.

"Udah." Singkat Veeyan yang beranjak berdiri.

"Veeyan ..." Namun belum juga mereka benar-benar berpindah posisi tapi panggilan embut dari suara yang tak kalah lembut telah mengitrupsi langkah kaki mereka.

"Ibu boleh minta waktunya sebentar?" tanya Bu Santi yang seketika menolehkan kepala Veeyan menatap ketiga sahabatnya yang seketika mengangguk dengan serempak.

Dan berakhir disinilah Veeyan dan Bu Santi berada, taman sekolah yang selalu sepi degan lalu lalang siswa yang lebih banyak memilih menghabiskan waktunya di kantin.

"Saya minta maaf atas sikap saya tadi pagi." Memanglah kata maaf teralun dari bibir Veeyan tapi nada yang dipakainya adalah nada dingin dan angkuhnya yang sama sekali tak bersahabat.

"Gak apa-apa kok, Nak." Seulas senyum lembut dan hangat hadir dibibir Bu Santi.

"Oh ya, tadi Ibu bawa bekal untuk Om Ry, tapi ternyata dia ada janji makan siang dengan kliennya ...jadi ini untuk Veeyan aja, biar kamu gak makan yang aneh-aneh lagi," lanjut Bu Santi mengeluarkan kotak bekalnya dan ia berikan kepada Veeyan yang tak juga menerimanya, melainkan hanya menatapnya saja.

"Ibu tidak usah bermuka dua dihadapan saya! Karena saya tau, semua tujuan Ibu adalah sama," ucap Veeyan tajam dan jangan lupakan tatapan tajamnya yang diyakini mampu mengeluarkan keringat dingin ketakutan pada siapapun yang ia tatap, tapi tidak dengan Bu Santi yang hanya mengulaskan senyum hangatnya, Bu Santi adalah guru BP yang merupakan sarjana jurusan psikolog jadi tak heran kalau mampu mengatasinya.

"Inilah tujuan Ibu mengajakmu bicara, kamu ada apa? Ada masalah? Kenapa ...semenjak Ayahmu ke sekolah sikapmu terhadap Ibu berubah drastis? Ibu ada salah denganmu? Kamu adalah murid kebanggaan Ibu yang sudah Ibu anggap putra Ibu sendiri," tutur Bu Santi dengan penuh kelembutan, dengan perlahan ia sentuh benteng keras yang tengah dibangun sosok remaja dihadapannya yang sifatnya sudah dihapalnya.

"Anda tak usah sok manis dihadapan saya! Sebab saya tau tujuan anda hanyalah Ayah dan harta! Itulah kenapa saya sangat kecewa dengan anda!" jawab Veeyan berucap tajam meski faktanya kini kedua matanya telah berkaca-kaca.

"Bagaimana kamu tahu soal itu?" tanya Bu Santi tenang. "Itu tidaklah penting!" Berbeda dengan Veeyan yang mempertahankan akan keangkuhan dan kedinginannya.

"Apa benar ucapan sahabatmu tentang kemampuan langkamu, Nak?" tanay Bu Santi tenang berbanding balik dengan Veeyan yang tampak menegang.

"Kemampuan langka? Mereka bicara pada Ibu?" tanya Veeyan masih dalam mode terkejutnya.

"Ya, Ibu yang memaksa mereka stelah Ibu tahu tentang sikap anehmu saat Ayahmu ke sekolah," jawab Bu Santi setelah anggukan kepala yang ia berikan.

"Selain seorang guru BP, Ibu adalah seorang psikiater, jadi Ibu bukan mampu mendengar gumaman batin orang atau membaca pikiran orang, tapi Ibu mampu memahaminya, Nak." Seulas keterkejutan kembali hadir diwajah Veeyan saat mendengar penjelasan Bu Santi yang seakan mempu membaca akan tanya tak ia lontarkan.

"Jadi apa tujuan Ibu megajak saya kemari? Kalau hanya mendekati saya untuk mendapatkan Ayah, jangan harap Ibu mampu mewujudkannya." Tetap saja nada dingin dan sinisnya yang dikeluarkan Veeyan meski Bu Santi memberikan seulas senyum hangat kepadanya.

"Ya ...awalnya Ibu memang sempat berfikir untuk mendapatkanmu ...kau tau sendirilah Ayahmu itu masihlah sangat muda, tampan, sukses dan putranya pun adalah murid keasayangan Ibu-" Ucapan menggantung Bu Santi telah mengeraskan wajah Veeyan bersama kedua tangannya yang terkepal erat mencoba menahan luapan emosinya yang tengah meledak-ledak.

"Tapi setelah Ibu pertimbangkan dengan matang ...setelah Ibu melihat betapa tulusnya Ry mencintai Ibu, barulah Ibu sadar ternyata cinta Ibu hanya untuk Om Rymu," lanjut Bu Santi yang entah untuk keberapa kalinya senyum hangat dan lembutnya ia hadirkan.

"Tapi aku tahu? Ibu sangat sayang padamu, Ibu itu jika denganmu merasa kalau Ibu itu sudah punya putra sendiri ...rasanya Ibu itu sudah pernah mengandung dan melahirkanmu dari rahim Ibu, Ya ...meskipun faktanya Ibu belum pernah merasakannya atau ...malah tak akan pernah bisa merasakannya." Kini sepasang purnama cantik nan teduh Bu Santi tampak berkaca-kaca menahan tangis bersama seulas senyum yang hadir meski semua orang pun tahu jika itu adalah senyum paksanya.

"Ma-ma-maksud Ibu?" tanya Veeyan terbata.

"Dulu waktu Ibu SMA, Ibu pernah mengalami kecelakaan hebat dan benturan yang paling keras adalah dirahim Ibu-" jawab Bu Santi meski menggantungkan ucapannya sebab kini ia tengah menghela nafas mencoba menahan sesak yang tengah dirasanya.

"Dan akhirnya dibiarkan saja karena berfikir tidak fatal, tapi selang beberapa waktu efek dari benturan tersebut tampak yaitu ada gumpalan darah dirahim Bu Santi yang ternyata sudah menjadi tumor, dan ...yah ...keputusan akhir adalah rahim Ibu harus diangkat," lanjut Bu Santi bersama beberapa tetes airmatanya yang sukses meluncur jatuh membasahi kedua pipi putihnya.

"Bu-bu-bu Santi ..." panggil Veeyan dengan rasa terkejut yang semakin hadir.



TBC

Father And Son(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang