She's Gone(flashback)

1.2K 81 1
                                    

"Hua... hua... hua...!!" Seorang bayi mungil dan imut tampak terduduk pasrah didalam box bayinya dengan tangisannya yang pecah.

"Eumh..." Gumaman pelan dari seorang lelaki muda yang tengah dengan nyaman berbaring diatas tempat tidur, masih betah mengukir alam mimpi yang indah namun sayangnya keindahan alam mimpinya harus dikacaukan oleh suara tangisan tersebut, tangisan dari bayi yang mungkin berkisar umur 9 bulanan yang tak lain adalah darah dagingnya sendiri yang berarti ia adalah ayah dari bayi tersebut.

"Huaa...!!!" Tangisan tersebut tak juga mereda namun semakin teralun keras.

"Dara! Dara! Veeyan nangis sayang! Mungkin dia haus!" teriak sosok lelaki muda tersebut yang tak lain adalah ayah, tak ada maksud dari ayah untuk bangun, menggendong lalu menimang-nimang Veeyan yang barulah mampu merangkak.

"Sandara, anakmu nangis!!"teriak ayah yang kini mulai mendudukkan tubuhnya tengah menanti kedatangan sosok ibu dari anaknya yang masihlah menangis.

"Sandara! Jawab aku, aku tak suka dengan candaanmu kali ini!!" ucap ayah tetap saja berteriak sebelum tangannya yang bergerak membuka almari yang ada dikamarnya, dan hasilnya adalah kosong dibagian baju sang istri yang telah tak tersisa lagi.

"Sandara, kenapa lemarimu kosong?! Dimana bajumu?!" teriak ayah bertanya namun tak ada sahutan.

"Jangan bilang bahwa ucapanmu tempo hari bukanlah gurauan?" Dan teriakan ayah tetap sama, hening tanpa adanya jawaban.

"Please, jawab aku Sandara..." pinta ayah dengan sangat namun tetap saja sama nihil tanpa adanya jawaban.

"Sandara, kini takdirmu telah menjadi seorang ibu jadi kumohon terimalah Dara," pinta ayah yang kini kedua matanya mulai berkaca.

"Jebal Sandara... jebal jangan tinggalkan aku, kenapa hanya karena belum siap menjadi ibu kau meninggalkan aku?" gumam ayah kini dengan airmatanya yang telah berderai dengan derasnya, dan dengan gerakan cepat kepala ayah menoleh kearah Veeyan yang menangis.

"Kau..." gumam ayah dengan suaranya yang mendesis tajam, dan jangan lupakan tatapan kedua mata elangnya yang menatap tajam kearah Veeyan yang semakin menangis keras takut akan sosoknya yang begitu menakutkan.

"Huaa...!! Nda... nda... yah kal," ucap Veeyan mengadu dengan segala bahasa bocah kecilnya yang masihlah tak sempurna dan sulit untuk dimengerti bersama tangisannyaa yang semakin pecah.

"Kenapa kau harus begitu cepatnya hadir dikehidupanku?! Kenapa? Kau hanya menjadi penyebab orang yang kucintai meninggalkanku!" bentak ayah kepada sang anak yang pastinya tak tahu apapun.

"Ini semua gara-garamu! Gara-garamu hidupku hancur! Hancur!" bentak ayah tanpa peduli dengan tangisan Veeyan yang semakin pecah bersama dengan kedua tangan kecilnya yang terulurkan kepadaya.

"Diam!! Telingaku sakit mendengar tangisanmu!!"bentak ayah semakin menyeramkan tanpa peduli akan tangis sang anak yang semakin pecah.

"Ivan, apa yang kau lakukan? Anakmu nangis Ivan." Ucapan dengan penuh kekhawatiran terdengar setelah munculnya sosok wanita tengah baya, ia tampak muncul bersama dengan seorang lelaki baya yang tak lain adalah sang suami, merekalah tuan dan nyonya Kim.

"Ya Tuhan Ivan... anakmu nangis, kenapa diam aja?" Dan kini omelanlah yang teralun drai sosok nenek Veeyan tanpa menyadari akan ekspresi wajah sang putra sulungnya.

"Dia bukan anakku, Ma." Dan jawaban ayah yang teralun tajam tersebut telah kembali mengundang tangis Veeyan yang semula mulai mereda semenjak kedatangan sang nenek dan kakeknya, tangis Veeyan yang menggambarkan seakan ia ahu akan makna dari ucapan sang ayah aau mungkin ia memang tahu? Entahlah.

"Apa maksudmu Ivan?!" tanya sosok tuan Kim dengan suara tegas dan pandangan tajamnya yang ia berikan kepada putra sulungnya tersebut.

"Dia itu memang bukan anakku, Ppa! Dia itu hanya penghancur hidupku!" bentak ayah kini dengan jari telunjuknya yang menunjuk tajam sosok mungil Veeyan yang semakin menangis meski telah digendongan sang nenek.

"Apa maksud dari ucapanmu Ivan?!!" Dan kini bentakan Tuan Kim akhirya keluar juga, ditahan-tahan ia tak sanggup menganggap remeh sikap anak sulungnya yang entahlah tengah kerasukan setan apa?

"Gara-gara dia! Gara-gara kehadirannya, Sandara pergi meninggalkan aku! Gara-gara dia belum siap menjadi ibu dia pergi!!" jawab ayah yang tak juga meninggalkan suara kerasnya.

"Ini semua gara-gara dia! Kau pemghancur!!" bentak ayah yang kembali melayangkan tunjukan tajam jari telunjuknya kearah Veeyan yang tak pelak kembali menangis dan ketakutan akan sosok sang ayah yang tak dikenalnya.

BUGH!!

Namun siapa yang menyangka dan terduga, sosok Davin remaja yang sejak tadi hanya bungkam menyaksikan pertengkaran tersebut akhirnya andil dengan melayangkan tinju dari genggaman tangannya yang tak begitu besar namun begitu kuat dan telah meninggalkan efek pada sosok sang abang yang tampak sudut bibirnya telah robek.

"Aku kira kau sudah dewasa dan mampu aku jadikan panutan,tapi kau ternyata tak lebih dari seorang bocah kecil yang merengek karena kehilangan mainanmu dan kau sendirilah yang menghilangkannya tapi kau menyalahkan orag yang tak berdosa! Kau bodoh Ivander Kim," ucap Davin dengan segala nada sinis dan dinginnya, pula jangan lupakan tatapan tajam bercampur mengejeknya yang tak mampu diremehkan lagi ia layangkan keraha sang abang, sedangkan Gaevin yang masihlah bocah kecil hanyalah mampu diam dengan menatap bingung orang-orag disekelilingnya meski faktanya ia mampu mengerti meski hanyalah sebagian kecil.

"Ivan, anakmu gak tahu apa-apa masalah ini, dia ada karena kalian berdua, jika dia bisa memilih dia tak ingin hidup didunia yang kejam ini, Van," ucap Tuan Kim dengan lembut mencoba menasehati putra sulungnya tersebut secara perlahan bersama kedua matanya yang menatap miris keadaan cucu semata wayangnya yang masihlah terisak kecil digendongan istri.

"Dia ini korban yang lebih tersakiti daripada kau Van, saat anak-anak seumurannya mampu memanggil bunda ia tak mampu, saat yang lain mampu merasakan kasih sayang bunda tapi dia tak mampu merasakannya, Van." Dan kini nasihat kembali ayah dapat namun kini berasal dari sang ibu yang dengan sekuat tenaga menahan tangisnya meski akhirnya ia tak sanggup kala ia tatap sepasang purnama polos cucunya tersebut.

"Ya Allah... betapa malangnya nasib cucuku ini," batin nyonya Kim.

"Dan kini dia adalah satu-satunya harta yang kau miliki, curahkan segala bentuk kasih sayangmu untuknya, Van..." sambung tuan Kim menasehati putra sulungnya yang kini tampak menunduk tengah merenungi tindakannya beberapa saat lalu. "Hiks... hiks... hiks... maafkan Ayah, Nak... Ayah sudah melampiaskan semuanya padamu, bintangku." Isak tangis ayah seketika pecah saat sosok mungil Veeyan yang telah berpindah kedalam gendongannya.

"Yah... Yah..." ucap Veeyan dengan segala bahasa bayinya bersama kedua tangannya munginya yang mencoba menghapus leleha airmata dikedua pipi sang ayah dengan gerakannya yang lucu.

"Maafkan Ayah, Ayah janji hidup ayah hanya untukmu," bisik ayah menciumi dengan gemas dan sayang wajah putra kecilnya menggemaskannya yang kini tengah tertawa lepas dengan semakin menggemaskan.

TBC

Maaf ya kalau disetiap part lebi banyak ada gambarnya, ya ...gimana ya? karena aku sendiri tu suka kalau ada gambar-gambarnya gitu rasanya tu jadi lebih hidup.

rasanya tu kurang kalau gak sekalian kasih gambar.

jadi maaf aja ya bagi yang suka kalau kebanyakan gambarnya.

Father And Son(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang