Asal muasal

1K 57 0
                                    

 "Sebenarnya apa yang terjadi sampai thypusnya kambuh? Perasaan sudah lama tidak kambh lagi?" tanya ayah kala ia telah kembali duduk dikursi dekat ranjang Veeyan bersama tangan yang kembali ia daratkan dirambut arang putranya dan mengelusnya dengan lembut.

"Kata teman-temannya, saat di sekolah tadi dia makan bakso pake lima sendok sambel," jawab Gaevin yang tanpa berfikir akan kelanjutan tan ya apa lagi yang akan abang sulungnya berikan.

"Kayaknya anakmu depresi deh Bang," sahut Davin macam Gaevin yang tak berfikir ulang. "Kangen, terlalu lama kamu tinggal ke Jepang sampai-sampai dia frustasi terus dia lampiaskan dengan itu deh ...kan dia tau kalau ayahnya tidak akan segan-segan melakukan apapun untuk dia," lanjut Davin dengan panjang lebar.

"Masak sih, Dav?" tanya ayah. "Kata temennya sih gitu, Bang." Dengan santainya Davin menjawab taya ayah.

"Maafin Ayah ya, Nak." Bersama tangan yang tak pula berhenti mengusap dengan lembut kepala sang anak meski tak ayal batinnya merasa heran akan tingkah anaknya kali ini.

"Ada yang aneh." Itulah batin ayah tetap terheran.

Jelaslah heran, ini sudah dalam fase rindu berat sampai si anak frustasi gitu. Tapi kok dalam tiga hari terakhir ini dia menghubunginya saja tidak, padahal biasanya jika ayah dkantor dan pulang sedikit lembur si Veeyan sudah menelfoni dan merengek-rengek kepada ayah untuk cepat pulang, la ini? Ada kabar dari pesan saja tidak ada satu pun.

"Tapi kenpa dia gak nelfon aku sama sekali?" tanya ayah yang akhirnya mengeluarkan uneg-uneg dihatinya dan seketika wajah tegang tampak dikedua adik tampannya.

"Eh ...itu ...anu Bang ...anu ..." Tergagap-gagap Davin mencoba menjawab tanya ayah yang seketika mengernyit heran.

"Anu-anu! Anu apaan sih, Dav?! Kalau ngomong yang jelas dong!" ucap ayah jengah akan kelakuan sang adik sulungnya.

"Oke, tamat sudah hidup gwe dan Bang Davin," batin Gaevin saat mendapati wajah tak mengenakkan abang sulungnya.

"Sebenanrnya ini salah kita, Bang." Kedua mata Davin spontan melotot kaget saat mendegar suara Gaevin yang menjawab tanya ayah dan pelototan Davin hanya dibalas oleh Gaevin dengan pandangan melasnya yang seakan berucap "Gak ada gunanya juga kita mau boong, Bang."

"Kita udah ngelarang Vee untuk sering-sering nelfon kamu, Bang ...eh gak taunya dia malah kayak gitu," ucap Gaevin menjelaskan.

"Dengan kalian bilang jangan ganggu ayahmu yang bekerja? Dan kamu harus terbiasa jauh dari ayahmu?! Iyakan?!" Sesuai apa yang ada dibenak Davin pula Gaevin akan kemarahn menyeramkan yang mereka dapatkan dari abangnya tersebut.

"Maafin kita, Bang ...kita hanya ingin Vee menjadi anak yang mandiri, gak terlalu tergantung padamu," pinta Davin dengan suara gumamannya yang pelan.

"Kenapa kalian yang begitu repot ingin mengubahnya? Dia anakku dan aku ayahnya! Jadi akulah yang berhak menentukkan dia seperti apa? Aku bahagia akan sifat manjanya! Dan aku pun sangat bahagia jika anakku tergantung padaku yang berarti dia membutuhkanku!" tajam ayah mengeluarkan segala emosinya yang semakin menundukkan kepala kedua adiknya.

"Maafin kita, Bang." Suara Gaevin pun terdengar lirih hanya bagaikan cicitan anak tikus.

"Dan kalian pun tau jika di dunia ini hanya dialah harta berharga yang kumilki selain kalian bedua." Suara ayah terdengar telah melunak.

"Tapi kalian sudah dewasa dan sudah mampu menentukan jalan kalian sendiri, tak mungkinkan selamany aku mengatur kalian? Aku tau akan hal itu, jadi pada siapa lagi aku curahkan semuanya jika bukan kepada putraku? Ku kira kalian memahami itu," lanjut ayah dengan suaranya yang semakin memelan.

"Maafin kita, Bang." Hanya kat itulah yang kembali ayah dapat dari kedua adiknya meski kini saura Davinlah yang berucap.

"Eungh ...Ayah ..." Atensi tiga saudara Kim tersebut teralihkan saat suara sosok yang secara tak langsung menjadi asal muasal perseteruan sengit mereka terbentuk terdengar.

"Ayah kenapa?" tanya Veeyan dengan suara serak dan pelannya.

"Kenapa bangun? Keganggu sama Ayah ya?" tanya ayah dengan suara lembutnya yang mendapat anggukan dari Veeyan.

"Maafin Ayah ya?" pinta ayah kembali mendaratkan telapak tanganya disurai arang Veeyan. "Bintang mau tidur sama Ayah," pinta Veeyan yang tak menunggu lama lagi telah dituruti oleh ayah yang kini berbaring disampingnya dengan tangan yang memeluknya lembut.

"Sekarang Bintang tidur lagi." Usapan lembut tangan ayah disurai Veeyan telah mengantarkan sukma Veeyan kembali memasuki alam mimpi tak lama kemudian dan didukung pula dengan kondisi tubuh yang tak memungkinkan untuk diajak berjaga terlalu lama.

"Ayah sayang banget sama kamu, Nak." Setelah membatin demikian bersma tangan yang semakin memeluk erat Veeyan, sukma ayah turut menyusul Veeyan untuk mengarungi alam mimpi mengistirahtkan sejenak badan serta fikiran penatnya.

"Bang Ivan benar-benar kelelahan," gumam Davin bersama tangan yang membenarkan selimut hingga menutupi tubuh ayah dan anak tersebut.

"Kita sepertinya gak akan bisa misahin sepasang ayah dan anak ini deh, Bang." Mata Gaevin menatap lembut dua orang yang tengah terlelap tersebut bersama seulas senyumnya yang turut hadir.

"Maklum aja, kita tau gimana perjuangan Bang Ivan dulu yang besarin Vee seorang diri meski ada kita tapi saat itu kita gak bantu sama sekali," jawab Davin meski faktanya adanya ia dan Gaevin sangatlah membantu abang sulung mereka untuk mengasuh Veeyan.

Dan kini tertinggal heninglah yang menghuni saat dua penghuni yang masihlah terjag tersebut tengah sibuk akan dunia masing-masing dan lebih memilih untuk diam dengan tangan yang mengutak-atik ponsel pintar mereka masing-masing.


TBC

GAK BANYAK KATA, UDAH GINI AJA

Father And Son(HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang